Saturday 28 December 2013

PINTU AIR PENGATUR KALI MANGGIS - MAGELANG

Poncol - Magelang,
14 September 2012

Sejujurnya, lagi-lagi ini tulisankku yang lawas yang pernah muncul di group FB: KOTA TOEA MAGELANG.... hehe....
Karena ingin berbagi aja lewat blog, maka saya tuangkan biar para pembaca tahu tentang pintu air ini. Soalnya, terkadang orang Magelang pun tak begitu tahu arti pentingnya pintu air Poncol ini. :)

Tetibanya saya di Poncol, lebih tepatnya lokasi pintu air pengatur kali manggis Magelang, saya disapa oleh pria ramah sang penjaga pintu air. Dia bernama pak Muhidin. Sesekali menceritakan tentang keluarganya dan tentang fungsi pintu air tersebut. Ia telah mengabdi menjaga pintu air selama 27 tahun dengan 5x perpindahan lokasi. Dan dia tidak pernah mengeluh tentang pekerjaannya, terlebih di saat musim hujan dia akan selalu menjaga pintu air agar Magelang tetap aman dalam pengaturan air. SALUT !!!

Pernahkah terpikir apabila di Poncol tidak ada pintu air??? Pasti Magelang sudah banjir bandang karena air yang datang tidak diatur dengan baik....

Di era kolonial, tanggul buatan yang biasa disebut kali kotak (di Poncol) berperan penting karena sebagai pengairan sawah. Dan perlu adanya pengaturan debit air. Dan fungsi utama pintu air yang legendaris inilah sebagai pengatur debit air. Apabila debit air yang datang melebihi standar yang ada pada indikator, maka pintu air ini akan dibuka secara stimultan agar tidak mengalami banjir. Dan debit air yang datang juga dapat dikendalikan karena dapat dialihkan. Pengalihan/pembagian dari poncol ke daerah aliran yang lain juga melewati daerah Samban bawah.

#NB:
Oh iya, tulisan ini hanya berfokus pada pintu air saja.

Fakta:
yang menjadi unik dari bangunan ini adalah:

1. Pintu air yang terbuat dari kayu Ulin (biasa disebut dengan kayu besi) yang masih kuat sampai sekarang dan tidak lapuk, bahkan paku biasa tidak mampu menembus kayu ini.

2. Saluran air berundak

Friday 20 December 2013

Museum Masuk Mall

Pernah mendengar jargon: Ayo Ke Museum !!!

Jargon tersebut merupakan ajakan kepada masyarakat agar lebih membudayakan tamasya edukasi ke museum. Dewasa ini di negara kita, tamasya ke museum sangat tidak populer. Dari hasil survey, tamasya ke museum menjadi destinasi terbawah. Di tulisan saya sebelumnya sudah saya paparkan mengapa wisata museum tidak populer. Fenomena tersebut ada pada tulisan saya yang ini: Museum Itu Tak Seharusnya Membosankan.

Nampaknya jargon tersebut masih kurang diminati untuk 1 tahun teakhir. Museum diminati katika terpaksa saja. Misalnya saja orang "bertamasya" karena tugas sekolah atau berdarma wisata saja. Jujur saja, memang susah mengembangkan museum. Kenapa saya katakan susah ??? Salah satu alasannya adalah gaya hidup yang berubah. Mungkin saja dulu destinasi tempat wisata hanya terbatas. Namun sekarang sangatlah beragam dan banyak destinasi dengan tujuan yang beragam pula.

Gaya hidup masyarakat semakin berkembang. Tidak hanya di kota besar, di kota kecil pun memiliki pola gaya hidup yang berubah juga. Saya contohkan, gaya hidup orang ke mall menjadi destinasi "tempat wisata". Saya soroti seperti itu karena disamping dianggap tempat refreshing modern oleh kalangan orang tertentu, ke mall juga diidentikkan dengan gaya hidup yang "update" dibandingkan mengunjungi museum yang tidak berkembang. Di samping itu juga, mall di jaman sekarang yang bukan merupakan tempat "elite" lagi ini menyajikan diskon yang membuat segelintir orang ingin ke mall daripada ke museum yang membosankan.
Ya, fenomena itu yang ditangkap oleh para penggiat museum dan pihak yang terkait dengan permuseuman. Secara hasil akhir saja, pengunjung mall jauh lebih banyak daripada pengunjung museum. Destinasi tujuan refreshing yang memiliki sisi edukasi seperti museum semakin terpojokkan.

Namun tidak hanya berkeluh kesah saja, museum sekarang juga lebih modern. Saya optimis kalau destinasi tamasya ke museum bisa ditingkatkan. Salah satu caranya adalah mengikuti perkembangan jaman dan mengikuti perilaku gaya hidup secara update. Pendekatan ini sudah seharusnya dilakukan agar museum lokal tidak tergilas jaman. Tidak ada salahnya cita rasa histori disajikan secara modern yang tidak membosankan.

Yuk kita bahas museum secara tidak membosankan:
MUSEUM MASUK MALL

Tema ini saya ambil karena ada sesuatu yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh mall yang ada di Magelang. Saya tidak menyoroti mallnya ya.... hehe.... yang saya soroti adalah apa yang dilakukan museum adalah sesuatu pendekatan yang unik, yaitu museum masuk mall.
Mengenalkan aspek sejarah, dengan sisipan kesenian lokal Magelang yang dilakukan di dalam mall memang tidak lazim. Namun menjadi pusat perhatian di mall ini berarti sebenarnya museum masih menjadi salah satu destinasi tempat bertamasya yang masih digemari. Hanya saja calon pengunjung menginginkan adanya "update" dengan jaman yang terus berjalan.

Dengan adanya kegiatan ini, maka semakin menyenangkan terlebih mengenalkan museum kepada anak muda. Museum yang masuk mall ini dianggap gaul dan dianggap mewakili gaya hidup anak muda yang trendi. Semua hal tersebut bisa dilakukan dengan menggandeng beberapa komunitas. Seperti acara tersebut, yang pernah dilakukan oleh Museum benteng Vredeburg Yogyakarta pda tanggal 7 - 10 Desember 2013 adalah menggandeng anak muda dari theater Fajar UMM (Universitas Muhammadiah Magelang) dan gabungan dengan kesenian UTM (Universitas Tidar Magelang). Kegiatan ini dilandaskan dengan tema: Pahlawan dan Kepahlawanan "belajar dari pahlawan".


Museum jangan canggung dalam menggandeng beberapa komunitas. Karena dengan menggandeng komunitas, maka destinasi museum bisa tetap berjaya. Tentunya dalam bekerjasama ini ada timbal balik yang sepadan. Akan sangat keren dan beken ketika kreativitas anak muda didukung sepenuhnya dengan kemasan yang tidak membosankan. Dan ternyata banyak pengunjung mall yaitu anak muda yang masih peduli dengan museum. 
Tari: Dayakan

KESIMPULAN PRIBADI
Jadi kesimpulannya adalah: anak muda menginginkan "kemasan" yang baru tentang museum. Dan saya sendiri optimis dengan pesona museum yang bisa "update" seperti fenomena Museum Masuk Mall, dan seyogyanya sikap skeptis pada museum dihilangkan, ya minimal dikurangi.... hehe.... 
yang diharapkan adalah masyarakat tidak meninggalkan sejarah begitu saja. 

Ya, Belajar Dari Pahlawan.... :)


Thursday 19 December 2013

RUMAH BAYEMAN - MAGELANG (komparasi fotografi: Johanna Gerarda Jacoba)

Oh iya, sebenarnya ini tulisan lama saya yang pernah diposting di Group FB: KOTA TOEA MAGELANG
Sabtu, 1 Desember 2012

Rasa penasaran selalu terngiang ketika melintas rumah yang berada di Bayeman ini. Kring-kring, Sabtu pagi saya dan Anglir Kanaka bersepeda. Rute yang sama selalu diagendakan ketika bersepeda pagi adalah: Rumah - AlunAlun - Lapangan Rin - Lewat Pecinan - Pulang. Sembari olahraga dan refreshing, selalu tidak terlepas pandangan akan sesuatu hal yang menarik perhatian. Kebetulan pagi itu sempat merasakan es krim toko Bie Sing Ho di Poncol yang fenomenal sejak tahun 1945 sampai sekarang, dan masih eksis.

Cerita ini berawal ketika rute pulang bersepeda kami alihkan lewat Bayeman. Melihat rumah kuno khas Kolonial yang dipadukan dengan adat Jawa (NB. kolonial: besar dengan pekarangan di depan , Adat jawa: dengan pintu banyak di teras) sangat memekakan mata. Di sana kami melihat 3 pintu utama terbuka lebar dan anehnya kosong. Dalam hati ada pertanyaan, kenapa kosong??? Kemudian saya beranikan diri memasuki rumah tersebut karena perasaan "penasaran" saya akan arsitektur rumah tersebut.

Alangkah terkejutnya ketika mulai memasuki halaman, dan terlihat jelas dari depan sampai dalam rumah yang kosong tanpa benda di dalamnya. Dengan niatan baik kami berkunjung yang mendapati pak Muhndori sebagai penjaga baru. Baru setengah tahun ia menjaga rumah itu yang telah berpindah tangan belum lama ini. Perasaan cemas dan penuh spekulasi ketika adanya pindah tangan kepemilikan. Semoga pikiran buruk tidak terjadi :D

Dengan sedikit bercengkrama, saya mengeluarkan sedikit data dan foto yang sudah dipersiapkan mengenai rumah tersebut. Saya mendapati foto KITLV dan sedikit caption kalau Johanna Gerarda Jacoba pernah tinggal di sini pernah bekerja sebagai Guru atau Aktivis Bidang Kesehatan. Pendapat saya waktu itu adalah bahwa ia sering muncul di KITLV, bahkan banyak foto menampilkannya. Ini menunjukkan bahwa ia orang penting dan mempunyai peran vital di jamannya. Seiring bercerita dan meminta info di KTM sangat minim dan jarang orang yang tahu. Membuat saya semakin penasaran siapakah sebenarnya sosok Johanna Gerarda Jacoba yang konon pernah mendiami rumah ini dari 1927 - 1934.

Pikiran saya mentok dan tidak ada kata yang terucap kecuali kekaguman pada arsitektur tersebut. Sesekali saya SMS pak gub Bagus Priyana untuk mencari info. Dan ternyata dia pun kurang mengerti seluk beluk rumah ini dan kepemilikannya terdahulu.

Kesulitan utama dalam petualangan kali ini adalah menggali info yang terkait dengan rumah ini beserta pemiliknya. Karena minimnya informasi, dugaan sementara rumah ini adalah milik dokter ternama: Meneer Bijveled kepala RS Tentara di Magelang. Kemungkinan besar, Johanna Gerarda Jacoba adalah sahabat atau masih kerabat dengan Meneer Bijveled. Sosok yang akrab dipanggil An Weigman ini tinggal di Jl Bayeman, di pavilliun yang pernah dipakai praktek Dokter Narto, spesialis anak 

Sedikit bercerita tentang deskripsi rumah:
- Memiliki Paviliun dengan rumah terpisah
- 1 Rumah utama dengan 4 Kamar, 1 teras depan, 1 Ruang Tamu, 1 ruang makan, 1 kamar mandi dalam.
- satu kamar yang saling terhubung dengan satu kamar lainnya (dengan pintu)
- di bagian belakang ada kamar bersekat (diduga ada kamar pembantu saat itu)
- Taman kecil di belakang rumah
- Setiap kamar ada wastafel

Perasaan kagum dan terheran-heran melingkupi saya karena impian saya terkabul memasuki rumah tersebut... hehe...




Jujur, saya bukan fotografer handal. Hanya berbekalkan SE K618i, Canon IXUS 800 IS dan melihat data foto lawas yang ada di KITLV sekitar tahun 1928 kami berhasil melakukan tapak tilas foto sangat menarik sebagai tujuan utama saya. Berasa seperti sinyo dan noni waktu itu. Membayangkan bagaimana saat itu minum teh di kebun dan camilan lawas biskuit khas Belanda di pagi hari yang masih sejuk di kala itu.
Source: Klik
Sangat menyenangkan ketika kita terhanyut dalam suasana yang sebenarnya terpaut hampir 1 Abad. Perasaan haru juga terlintas ketika kita belum tahu bagaimana kondisi bangunan ini ke depan. Terlebih bagaimana pemerintah cepat tanggap soal bangunan kuno yang memiliki nilai "iSurprise dan iSee" untuk wisata kolonial. Semoga kita bersama dapat menjaga semua bangunan tua yang ada di Magelang. Tidak hanya mementingkan aspek ekonomi (membangun bangunan baru dengan menghancurkan bangunan lama).
Namun bagaimana cara kita menghargai kebudayaan dan arsitektur di era sebelum kita.

Siapakah Sebenarnya Johanna Gerarda Jacoba ???
Jujur, infonya sangat minim dan saya pribadi sangat kesulitan dalam menggali info di berbagai sumber. Menurut album KITLV Nyonya itu bernama Johanna Gerarda Jacoba Wiegmans (An Wiegmans). Lahir di Vreeland 1896 dan meninggal di Den Haag 1987. Pernah tinggal di Magelang sekitar 1927 - 1934 dan di Poerworedjo 1935. Ia seorang pekerja sosial di bidang kesehatan masyarakat, tapi pernah juga mengajar di kelas MULO. MULO (singkatan dari bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) adalah Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda di Indonesia.
Source: Klik
Tahun 1935 Johanna Gerarda Jacoba Wiegmans (kanan) melakukan perjalanan pulang menggunakan kereta api dari Marseille (Prancis) menuju Belanda. Gadis 38 tahun kelahiran Vreeland 10 Januari 1896 ini mungkin lelah, namun ia puas telah keliling separuh dunia. Ia telah tinggal di Magelang selama 7 tahun dari tahun 1927 hingga 1934. Selama tinggal di Magelang ia telah menelusuri daerah wisata di pelosok Magelang, juga keluar kota ke Purworejo, Kuningan, Garut, Majalengka, Subang, Lembang, Bali, dan Lombok.
 
Sewaktu berangkat menuju Hindia Belanda, ia mampir di Genoa (Italia), United Kingdom (Inggris), Singapura, dan Algeria melalui Terusan Suez dan Port Said. Saat pulang ke negerinya, ia juga mampir di Colombo (Srilanka) dan meneruskan perjalanan pulang menggunakan kereta api dari Marseille (Prancis).

Anak dari Martinus Wiegmans dan Agnes van Deudekom ini mungkin juga ingin segera bertemu dengan kakak-kakaknya di Belanda yaitu Franciscus Johannes Wiegmans, Agnes Christina Wiegmans, Carolus Camiel August Baerwaldt, Helena Gerarda Maria Wiegmans, Jakobus Hendrikus Franciscus Bernsen, serta dua adik kesayangannya yaitu Agnes Christina Wiegmans dan Maria Martina Wiegmans.
 
Selamat tinggal Magelang, aku akan melanjutkan hidup di Den Haag. 
 
SAVE HERITAGE AND HISTORY IN MAGELANG.

#TIPS
tips agar kita bisa mendapatkan kesempatan masuk/mendokumentasikan seperti ini, karena anda tidak akan punya waktu banyak untuk mengumpulkan data lapangan:

- Pelajari materi target.
- Kalau bisa memiliki data (tertulis dan foto lengkap).
- Itikat baik mencari info dengan komunikasi yang baik.

Ternyata cara seperti ini terdengar oleh wartawan dari media harian Republika waktu itu (Minggu, 26 Mei 2013 halaman 5, rubrik Jelajah). Dalam rubrik tersebut dijelaskan bagaimana suka duka saya dalam mendapatkan info terkait dengan rumah Bayeman tersebut. Tidak hanya saya yang mendapatkan kesempatan ini, namun Dwi Fatrianto asal Surabaya juga mendapatkan kesempatan yang sama dalam rubrik tersebut. Sangat beruntung saya bisa menginfokan tentang Magelang lewat media yang bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.
sumber foto lama:
http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/grid/form/advanced?q_searchfield=Johanna+Gerarda+Jacoba