Monday 13 October 2014

EKSOTISME SOSIAL BUDAYA BOROBUDUR


apa yang biasa kita kenal jika mendengar kata Borobudur??? Pasti candinya... hehe... Borobudur yang terletak di kabupaten Magelang ini memang memiliki eksotisme dari berbagai aspek. Diantaranya bangunan Candi, sosial masyarakat, kultur dan pariwisata. Kawasan Borobudur memang sudah dikenal sejak abad ke 9 masehi. Cukup lama juga untuk sebuah kawasan, sebelum material gunung Merapi meluluh lantakkan kawasan Borobudur ini.
"Pesona Borobudur tidak hanya berupa Candi Borobudur dan Candi Pawon saja. Suasana desa, sawah, perbukitan, sungai, alamnya berpadu dengan kehidupan manusianya membentuk pesona alam yang luar biasa. Perbukitan Menoreh dan Sungai Progo menjadi batas alam wilayah ini. Di mana pesona alam itu bagaikan mutiara yang harus terus di asah agar berkilau."

"Sungguh mengasyikkan jika pesona alam itu dapat di nikmati dengan bersepeda. Ya setiap kayuhan roda sepeda yang menelusuri setiap tapak jalan desa dan persawahan akan membuat kita dapat menikmati karunia Tuhan yang sungguh luar biasa itu. Apalagi mengenal lebih dekat dengan aktivitas warga yang ada di setiap kampung yang akan di kunjungi."


Sebelumnya maaf karena postingan ini terlambat dari deadline... hehe...
Namun tak apa, karena kisah eksotisme Borobudur tidak akan pernah luntur, asalkan tidak didominasi keserakahan sumber daya manusia. Okey, kegiatan ini berlatar belakang agenda KOTA TOEA MAGELANG (KTM) yaitu komunitas yang bergerak menyuarakan dan melestarikan budaya heritage secara nyata di kawasan Magelang (kota dan kabupaten). 

Kegiatan kali ini dilaksanakan pada 24 Agustus 2014. Tidak seperti biasanya yang trekking jalan kaki, kami kali ini menggunakan sepeda sebagai alat transportasi. Rencana rute yang akan ditempuh adalah: Dusun Tingal - Kujon - Maitan - Nglipoh - Tuk Songo - Ngaran - Tingal, dengan panjang rute sejauh kurang lebih 8 KM. Fokus kegiatan ini tidak hanya pada bagunan candi yang sangat elok, namun ada sisi yang luar biasa, yaitu sisi kultur sosial budaya dan pesona alam buah karya Yang Maha Esa. Dengan kontribusi Rp 25.000,- kita mendapatkan pesona yang sebenarnya tak ternilai harganya. Satu kata: Amazing !!! ... hehe...
Seperti yang sudah diagendakan sebelumnya, kami mulai berkumpul pukul 07.00 WIB di rental sepeda milik pak Heru yang berletak di sebelah rumah makan Pondok Tingal, Desa Wanurejo, Borobudur (300 meter sebelah barat Jembatan Kali Progo Borobudur). Seperti biasa, sebelum agenda dilaksanakan, KTM melakukan daftar ulang beserta pembagian "amunisi" berupa 2 pisang rebus dan air mineral. Cukup sederhana namun berkesan di event ini. Tak lupa berdoa kepada Yang Maha Esa untuk kelancaran acara. Para peserta sangat antusias, bahkan mencapai 70an peserta. Sangat menakjubkan, ketika kuota yang cukup banyak di komunitas yang tergolong kecil ini.

Sesuai yang diagendakan, pukul 08.30 kami mulai melakukan perjalanan mengelilingi desa kawasan Borobudur. Kami mengelilingi desa Borobudur mengunakan sepeda sewaan dengan sangat riang. Acap kali kami terengah-engah ketika mendapati tanjakan, karena beberapa dari kami jarang yang melakukan olahraga. Namun tak jadi soal, tak ada penyesalan mengikuti acara ini. Kemudian terbayarkan sudah pemandangan alam yang epic dan istimewa luar biasa. Suatu pemandangan alam khas pedesaan, dengan lukisan alami hamparan persawahan dan perbukitan. Sungguh keindahan tak ternilai harganya ketika hanya sebesar Rp 25.000,- kami registrasi.

SOSIAL MASYARAKAT
Secara etimologis, makna dari Sosial Masyarakat adalah sekelompok orang yang saling berinteraksi dalam suatu kelompok yang menggambarkan atau menciptakan norma-norma yang berkembang di masyarakat. Kawasan Borobudur tidak lepas dari sosial masyarakat yang sangat kental sejak abad ke 9 masehi, sesuai berkembangnya candi Borobudur. Kondisi sosial masyarakat ini kurang lebih tidak jauh berbeda dengan orisinalitas sosial masyarakat ketika masa lampau. Yang membedakan adalah kondisi jaman (fisik - non fisik) dan teknologi.
Pict by: Ake Ru
Kearifan lokal merupakan kunci utama untuk menyaring derasnya perkembangan jaman dan teknologi tersebut. Tanpa adanya kearifan lokal, sisi "keserakahan" manusialah yang akan mendominasi. Dan bisa ditampilkan secara nyata, bahwa kearifan lokal masyarakat Borobudur masih kuat. Di beberapa desa wilayah Borobudur masih banyak masyarakat yang mempertahankan tradisi maupun keunggulan produk lokal, antara lain tikar dari pandan dan industri gerabah. Patut diketahui bahwa peninggalan gerabah abad 9 banyak ditemukan arkeolog di kawasan candi Borobudur. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat sekeliling Borobudur juga memiliki kemampuan untuk membuat gerabah sejak jaman dulu.

Tidak berhenti di situ, kearifan lokal secara nyata ditunjukkan secara nyata oleh salahsatu masyarakat lokal Dusun Maitan, Borobudur. Wanita itu sedang duduk bekerja, tak kenal hari libur, dan selalu tersenyum kepada siapapun walau tidak dikenal. Dialah mbah (nenek) Kodri, seorang renta penganyam tikar dari daun pandan yang kulitnya keriput merekam 98 tahun jejak hidupnya (per 24 Agustus 2014). Namun jangan salah, mbah Kodri ini masih cekatan membuat produknya. Sebuah tikar bisa dibuatnya dalam 2 minggu, jari-jemarinya masih lincah tekun menganyam siang sampai sore. Kami disuguhkan pelajaran yang sangat berharga dan lagi-lagi tak ternilai harganya, dimana tikar tersebut dianyam 2 minggu hanya dihargai Rp 20.000,- namun mbah Kodri masih merasa dicukupkan. Kehidupan yang luar biasa karena secara matematis tidak masuk akal bagi kami para peserta event. Inilah kearifan lokal yang sesungguhnya diterapkan mbah Kodri. Mbah Kodri mengajarkan kepada kami untuk selalu ikhlas dan selalu bersyukur atas yang kita miliki (segala aspek kehidupan). Tak hanya itu saja, sebelum kami meninggalkan lokasi pertama, bahkan kami didoakan lancar rejeki oleh mbah Kodri. Sangat elok pelajaran yang kami dapat, selama ini kearifan lokal tidak ada dalam pelajaran formal (bahkan kurikulum pendidikan 2013 muatan lokal dihapus). Semoga mbah Kodri guru "kehidupan" nyata ini diberi panjang umur oleh Yang Maha Esa... :)
Pict by: Ake Ru
Dari rumah mbah Kodri, pukul 09.21 kami bertolak menuju kawasan kedua yaitu sentra pembuatan gerabah. Hamparan pemandangan alam begitu kental, dan sesekali penduduk menanyakan darimana kami berasal. Ya, sama-sama dari Magelang dan saling belajar makna kearifan lokal.... hehe.... Oh iya, sepanjang jalan kami juga mendapati gerabah yang sedang dijemur yang kemudian akan dibakar. Semuanya menggunakan teknik manual, tanpa bantuan alat khusus. Teknik yang masih dipertahankan sejak jaman dahulu hingga sekarang. Amazing !!!
Mbah Jumirah dan Agam
Seperti halnya mbah Kodri, di Dusun Klipoh, Desa Karanganyar, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang sentra pembuatan gerabah ini kami mendapati juga mbah Jumirah yang masih bugar membuat gerabah. Bahkan sekarung tanah liat yang menjadi bahan baku gerabahnya pun diangkat sendiri dengan tangannya. Mah Jumirah sangat humoris ketika kami dekati karena tertarik sedang membuat gerabah itu. "Wah simbah wis tuwa ditekani mas-mas enom bagus", ujarnya (Wah nenek sudah tua didatangi pemuda tampan). Sontak kami juga ikut tertawa karena mbah Jumirah yang humoris ini. Wanita tua 75 tahun (per 24 Agustus 2014) ini menjelaskan kepada kami bagaimana cara membuat gerabah yang baik dan bisa matang secara merata, sangat detail dan mudah dipahami. Di dalam keluarganya, mbah Jumirah ini memiliki 4 orang anak, yang juga melestarikan pembuatan gerabah. Mbah Jumirah sebenarnya sudah diminta berhenti oleh anak-anaknya. Namun ia mengurungkan saran anak-anaknya dengan alasan masih kuat dan bingung bila tidak berbuat apa-apa di rumah. Ya, memang keikhlasan, kejujuran dan kerendahan hatilah "kekuatan" dibalik kehidupan mbah Jumirah. Nampak sepele, namun tidak mudah dilakukan oleh kita.... ya kan??? hehe.... pelajaran yang sangat berarti mengikuti event kali ini.
Pict by: Pak Narwan
Dusun Klipoh, Desa Karanganyar, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang selain sebagai sentra pembuatan gerabah, juga dijadikan desa wisata yang sudah disepakati bersama. Acap kali turis domestik dan mancanegara mengunjungi dusun Klipoh ini. Dengan mengendarai andong, para wisatawan dapat berkunjung ke dusun Klipoh tersebut. Juga dapat pula mengadakan worksop pembuatan gerabah yang kemudian menjadi cindera mata bagi wisatawan. Desa wisata ini dilakukan tanpa mengganggu aspek keseharian warga setempat. Lagi-lagi saya menggarisbawahi bahwa kearifan lokal lah yang menjaga dari komersialisasi berlebihan dari kawasan Borobudur.
Pict by: Ake Ru
Pak Tanggulangin Jatikusumo (Tengah)
Pict by: Ake Ru
Selepas dari dusun Klipoh, pada pukul 10.30 kami melanjutkan perjalanan menuju Rumah Kamera, desa Majaksingi, Borobudur. Ya, rumah tersebut berbentuk kamera konvensional. Dialah Tanggulangin Jatikusumo, si empunya bangunan Rumah Kamera. Seniman nyentrik ini membangun rumah kamera karena sebagai "pelampiasan" ketika masa mudanya yang sangat gigih demi mendapatkan sebuah kamera SLR yang mumpuni, ia harus berjuang dengan tidak mudah. Kemudian setelah berhasil, sebagai seniman lokal ia menumpahkan idenya itu dalam bentuk bangunan permanen yang populer di masyarakat dengan nama Rumah Kamera. Seniman yang rendah hati ini juga mengajarkan seni kepada masyarakat lokal. Setiap akhir ia mengajarkan seni lukis secara gratis kepada anak-anak sekitar Borobudur di Rumah Kamera tersebut. Tujuan mulia ini adalah mengasah jiwa seni tiap insan, dan diharapkan agar para seniman muda tidak hanya menjadi buruh kaum kapitalis, namun bisa "berdikari" dalam naungan dimana dia lahir dan hidup.
Rumah Kamera ini rencana juga akan dihadiri pak Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo (per 24 Agustus 2014). Dan Rumah Kamera ini juga ditahbiskan oleh rekor Muri sebagai rumah dengan bentuk kamera terbesar di Indonesia, bahkan tutur pak Tanggulangin, ini rumah kamera terbesar di dunia dan menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia khususnya.

Pict by: Ake Ru
Jam menunjukkan waktu pukul 11.00 WIB. Walaupun pimpinan rombongan (Pak Gub Bagus Priyana) sempat nyasar dan berbalik arah, namun tak menjadi masalah yang serius, malahan kisah yang lucu.... hehe....  Happy ending kami melanjutkan ke garis finish, yaitu: Candi Pawon. 

Sedikit kisah candi Pawon:
Pawon berasal dari bahasa Jawa awu yang berarti 'abu', mendapat awalan pa- dan akhiran -an yang menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti 'dapur', akan tetapi de Casparis mengartikannya sebagai 'perabuan' atau tempat abu. Penduduk setempat juga menyebutkan Candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata bahasa Sanskerta vajra = yang berarti 'halilintar' dan anala yang berarti 'api'. Candi Pawon dipugar tahun 1903.
Relief Kalpataru dan Kinara-Kinari
Di dalam bilik candi ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit untuk mengidentifikasikannya lebih jauh. Suatu hal yang menarik dari Candi Pawon ini adalah ragam hiasnya. Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari (mahluk setengah manusia setengah burung/berkepala manusia berbadan burung).
Semua tiba-tiba tidak fokus ke kamera dan menoleh ke kiri,
ada petugas (disamarkan) yang keberatan
Pict by: Pak Widoyoko
Satu kisah unik di ending event ini adalah ketika di candi Pawon, rombongan tidak boleh foto bersama di depan candi oleh petugas jaga. Dan bahkan petugas jaga tidak bisa menjawab alasan mengapa tidak boleh foto bersama menggunakan banner KTM, hanya beralasan: "hanya perintah atasan". Ini menjadi kisah unik, dimana komunitas yang bergerak di bidang heritage tidak boleh kampanye melestarikan benda heritage (lewat foto) oleh petugas yang berwenang. Namun karena kami dari pihak KTM tidak merasa punya salah atas alasan yang tidak jelas, maka kami tetap mengadakan foto bersama di candi Pawon. Maaf pak penjaga candi.... hehe.... :)

Thursday 10 July 2014

KLINIK KOPI "Menyembuhkan" Pecinta Kopi

Suasana paling sempurna ogud ketika menikmati secangkir kopi adalah di sore hari. Ya, kira-kira sekitar setengah lima sampai setengah enam lah. Ngomong-ngomong soal kopi, kopi itu sejatinya berwarna hitam, karena warna lain hanya ilusi. Kopi itu menurut ogud sejatinya hanya minuman pahit apabila sempurna terseduh oleh air panas. Selebihnya, secangkir kopi itu hanya menjadi sampul buku novel, dan hitam yang lainnya hanya Kesatria Baja.
Well, ogud bukan ahli kopi karena hanya menyukai kopi. Dan ogud mencoba belajar tentang kopi tanpa melalui proses pembelajaran formal. Nah, tak ada salahnya tulisan lanjutan kita ini mengerti sedikit hal tentang yang namanya kopi. Dewasa ini banyak sekali olahan makanan-minuman berbahan dasar kopi. Di Indonesia sendiri, popularias kopi melebihi popularitas Bill Gates (soalnya do'i enggak main sinetron sih). Fenomena kopi di industri Indonesia sangat berimbas sistemik. Kopi sachet salah satu contohnya. Salah satu sisi, kopi sachet ini memberikan dampak positif pada penjual kelas bawah. Kopi sachet di sisi lain tidak tau kandungannya, entah itu sehat atau tidak (bahan kimia).

Oh iya, ada satu tempat belajar kopi dengan cara asik di belahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tempatnya di daerah Gejayan, lebih tepatnya di Pusat Studi Lingkungan Sanata Dharma, di gedung Arrupe Huis. Tempat belajar kopi itu bernama Klinik Kopi. Secara budaya populer tempat ngopi biasanya sih Klinik Kopi ini jauh dari yang dibayangkan seperti kafe biasanya. Tidak ada Wi-Fi, musik, TV dan hingar-bingar yang lain, yang ada hanya pohon jati. Unggulan dari tempat ngopi dan belajar kopi ini adalah sisi humanis.

KLINIK KOPI
Pict: @klinikkopi
Klinik Kopi merupakan tempat ngopi dan belajar kopi yang sangat ideal. Setahun sudah Klinik Kopi menyajikan kopi Nusantara (per Juli 2014) di PSL Sanata Drarma, gedung Arrupe Huis. Oh iya, format Klinik Kopi ini sangat unik. Pertama ogud mengetahui Klinik Kopi dari Twitter @klinikkopi setahun yang lalu. Jujur saja ketika itu ogud bingung dengan format Klinik Kopi. Bisa dibayangkan, jika kita ke klinik kesehatan, kita harus melalui tahapan: daftar, nunggu dipanggil, kemudian menghadap dokter. Nah, format itu ternyata disematkan ke dalam format Klinik Kopi ini. Belum ada bayangan bagaimana cara ngopi di tempat klinik. Bersama Dwiky Nico sahabat ogud, kami memberanikan untuk mencobanya dengan cara mendaftar dulu lewat akun Twitter Klinik Kopi.

Tidak berhenti di situ, kami mendaftar dulu lewat twiter karena takut tidak mendapatkan tempat klinik yang hanya buka dari jam 18.00 - 21.00 saja. Sesampainya di sana kami mendaftar ulang dan menunggu giliran. Tiba saatnya kami dipanggil, dan bertemu dengan sang penggagas Klinik Kopi yang sekaligus menjadi penyeduh kopi. Kopi yang disajikan di Klinik Kopi adalah kopi jenis Arabica saja. Adalah seorang bernama Pepeng (nama panggung) yang menjamu kami di ruang kerjanya. Ruang kerjanya berisikan peralatan untuk menyeduh kopi dan biji kopi se-Nusantara dalam berbagai toples. Ya, sama dengan klinik kesehatan yang beda visi dan misinya.... hehe....
Pict: @klinikkopi
Sisi Humanis Klinik Kopi
Pict: @klinikkopi
Ada yang spesial nih dari sisi Klinik Kopi, yaitu sisi humanis. Ketika kali pertama ke Klinik Kopi, pasti kita akan ditanya oleh Pepeng:

Pepeng: "biasanya minum kopi apa?"
Tuan A: "kopi alat Transportasi Laut nih"

Pict: @klinikkopi
Pepeng kemudian secara santai tanpa menggurui menjelaskan sisi buruk efek dari kopi sachet. Perlu diketahui bahwa kandungan random kopi kemasan sachet pabrikan, masyarakat tidak mengetahuinya. Kemudian sisi edukasi dari Klinik Kopi juga kita dapatkan. Kita mengerti tentang kopi yang baik adalah matang di pohon petik merah. Klinik Kopi nampaknya lebih menjual edukatif daripada hanya menawarkan kopi - menyajikan , selesai begitu saja. Pepeng acapkali menambahkan istilah-istilah dalam hal seduhan kopi: Crema, Body, After Taste. Sisi lain edukatif inilah yang menyebabkan kenapa ogud ke Klinik Kopi lagi.

Pict: @klinikkopi
Klinik Kopi pernah juga mengagendakan proses roasting, tentunya janjian dulu sama Pepeng. Proses ini sangat menyenangkan. Roasting merupakan proses pemanggangan kopi hingga menjadi kopi matang. Dalam proses roating kopi pastinya akan menghasilkan beberapa jenis hasil roasting sesuai yang diinginkan. Misalnya saja: light roast, medium roast, dan dark roast. Adapula tingkat roast yang lebih spesifik seperti french roast, vienna roast, cinnamon roast, dll.

Selain itu, sisi humanis yang lain adalah setiap "pasien" diwajibkan untuk saling berkenalan. Wow, ini yang tidak ada di tempat ngopi yang lain. Dari berbagai latar belakang pendidikan, pekerjaan dan umur, tanpa memandang RAS kami diwajibkan saling mengenal. Tanpa canggung kami saling berkenalan untuk menambah teman ngopi. Sangat Amazing ketika seorang Pepeng mewajibkan untuk saling kenal. Namun sedikit disayangkan ketika ogud di sana, di sisi lain ada oknum yang memunculkan geng/group berdasarkan harinya berkumpul di tempat itu hanya sebagai eksistensi saja: #Senin #Selasa #Rebon #Kamisan #Jumat #Sabtu #Minggu. Alangkah baiknya kalau kita sesama manusia tanpa memandang perbedaan, karena visi-misi Klinik Kopi adalah menjalin kebersamaan.... ya nggak sih ??!!
Pict: @arsawibowo
Gagasan Peraturan Unik
Pict: @klinikkopi
Ada sesuatu yang unik cara menikmati kopi di Klinik Kopi. Selain tidak ada internet Wi-Fi, musik, TV dan hingar-bingar yang lain yang sudah saya paparkan di atas, ada satu peraturan unik di Klinik Kopi. Adalah tiada gula di Klinik Kopi. Ya, itu memang cara menghargai dan belajar menikmati secangkir kopi di Klinik Kopi. Berbeda dengan kafe kopi lain yang melimpah dengan gula, Klinik Kopi menyajikan kopi murni dari hasil seduhan Pepeng. Cara menyeduhnya pun berbeda dengan yang lain.

Menyeduh Kopi
Pict: @klinikkopi
Manual Brewing (Penyeduhan Manual) tanpa mesin adalah keunggulan Klinik Kopi dengan alat Presso. Diharapkan dengan manual brewing ini, sambil Pepeng membuat order kopi bisa saling interaksi dengan calon peminum. Dengan alat yang namanya Presso tersebut, setiap bulir kopi dapat terekstrak dengan maksimal. Hasil seduhan tanpa gula bisa didiskusikan bersama Pepeng atau dengan teman-teman yang lain. Pertama kali ke Klinik Kopi, ogud bisa merasakan rasa kopi yang asam selain rasa kopi yang hanya pahit dan bahkan acap kali mendapat after taste luar biasa seperti: manis, pedas, rasa kayu manis dan rasa hangat. Ya, ternyata saya belajar bayak mengenai kopi Nusantara. Ternyata setiap daerah di Indonesia memiliki jenis kopi yang berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil rasa kopi ketika diseduh. Pepeng pernah menjelaskan bahwa kondisi tanah, ketinggian tanah, kondisi cucaca dan kondisi alam bisa mempengaruhi hasil akhir ketika diseduh. Penyeduhan kopi ternyata sangat detail dan bisa terukur. Selama ini kita hanya mengenal kopi dengan cara ditubruk saja.

Hmmmm.... ini nih yang paling menarik dari Klinik Kopi. Pertama ogud ke sana, jujur ogud belum paham soal kopi, walaupun sudah ngopi sejak SMA sih (kopi lokal). Apa sih menariknya seduhan Klinik Kopi? Yang menarik adalah sebuah "proses tahapan". Proses ini bukan dari segi cara membuatnya, namun proses tahapan penikmat kopi awal. Sedikit ogud onalogikan nih, bak seorang anak kecil yang belajar naik sepeda, pasti ada proses tahapan dari roda 3, roda 4, roda 4 dilepas satu, roda dua. Nah, tudak beda dengan belajar menikmati kopi di Klinik Kopi. Kita disajikan tidak langsung sajian espresso, namun melalui proses tahapan.

- Pertama kita bakal diberi arahan bagaimana karakter dari masing-masing kopi.
- Edukasi tentang perihal kopi secara detail.
- Nah untuk pengonsumsi kopi murni "awal" bakal diberikan yang soft dulu
- Soft di sini melalui unsur krema, body, after taste
- Tahapan awal selalu melalui yang namanya Double Shoot (Pepeng pernah menamai Americano) :p

Tahapan tersebut akan berkembang sesuai intensitas kita ke Klinik Kopi. Ini bertujuan agar kita bisa merasakan perbedaan dan perkembangan indra pengecap kita. Patut berbangga hati ogud melewati tahapan demi tahapan untuk mengenali kopi se-Nusantara. Namun entah deh kalau waktu Pepeng sibuk mengurusi banyaknya antrian, kadang lupa menjelaskan proses ini kepada konsumen baru.... hehe.... 

Ada yang seru nih dalam memesan sajian di Klinik Kopi. Beberapa bagian dimana biji kopi yang dilabeli nama, misalnya: Kayumas Yunas, Kalosi Evi, dll. Sajiannya pun ternyata memiliki nama tersendiri, misalnya: Ipung = Satu setengah shoot, Marco = single shoot, Elsa = Ristretto. Nama ini diberikan karena intensitas nama orang tersebut memesan sajian yang sama secara kontinyu. Lucunya, banyak juga pengunjung yang meminta namanya sebagai nama menu di Klinik Kopi. Hmmmm malu sih ya....gengsi doooong haha.... Kalau belum lapang dada sih bakal jadi perlombaan dimana kita akan selalu ingin mencicipi sajian yang tertinggi tanpa melalui proses tahapan.
Pict: @klinikkopi
Aturan Main Baku
Pict: @klinikkopi
Yang satu ini bakal menjadi catatan penting sebelum kamu mengunjungi Klinik Kopi. Cara penyajian kopi di Klinik Kopi tidak menyediakan gula sama sekali. Ini bertujuan karena Klinik Kopi adalah tempat edukasi kopi secara intim. Eksploitasi rasa asli kopi ini justru menjadi andalan dan menjadi daya tarik calon penikmat kopi. Tak hayal banyak juga pengunjung yang meminta gula, namun tetap saja sampai sekarang tidak disediakan karena aturan ini sudah baku. Cita rasa gula akan mempengaruhi rasa kopi yang paling inti. Namun lagi-lagi tak lepas dari sorotanku, banyak penikmat kopi menjadi lupa diri dan sedikit belagu. Ada beberapa kawan ogud yang sepihak menjelekkan peminum kopi yang menggunakan gula, dan memperolok penikmat kopi dengan gula. Ada yang salah di sini. Ya mungkin saja ketika Pepeng menjelaskan kepada oknum tersebut  tidak mendengarkan ya.... haha.... wah kacau.... Menurut ogud sih itu masalah selera, namun untuk aturan main di Klinik Kopi yang tidak menyediakan gula, itu ogud sangat mendukung dan sangat respek karena visi misinya sudah jelas. Amazing !!!

KLINIK KOPI "Menyembuhkan" Pecinta Kopi
Judul tulisan ini memiliki arti penting dan poin penting bagi diri ogud pribadi setelah hampir setahun mengonsumsi kopi di Klinik Kopi. Ternyata proses tahapan yang pernah dilewati secara pribadi mengembangkan ogud. Ya, acap kali tidak sadar bahwa pengembangan teknologi memang semakin maju, tidak pernah akan mundur. Namun ajaibnya konsep Klinik Kopi bisa mempertahankan sisi humanis dan bahkan bisa melawan pesatnya teknologi informasi. Selain itu, ogud bisa saling toleransi antara penikmat kopi dengan gula dan penikmat kopi "anti" gula di luar Klinik Kopi. Ialah sisi humanis yang ogud tekankan utama selain cita rasa kopi yang begitu nikmat di Klinik Kopi. Seperti halnya after taste kopi yang baeraneka ragam, sisi humanis di Klinik Kopi pun beragam. Namun saya tetap bangga yang melalui Klinik Kopi terlanjur memasuki dunia kopi. Kebanggaan sisi humanis inilah yang sebenarnya "menyembuhkan" manusia dari negatif pesatnya dunia teknologi. Esensi utama dari Klinik Kopi ini bukan hanya kafein, namun "Mereka".

Ya, isi pikiran "Mereka":
Pict: @vie_kusuma

Tuesday 8 July 2014

KOLABORASI MUSIKAL INDONESIA - JEPANG - BELANDA

Sori mek, sebenarnya sudah lama, namun baru saya ulas.... hehe :))

Saya antara asing, sok tau, sok musisi, sok menghayati, dan sok yang lain....  hehe.... :D
Sambil diiringi musik dari Flogging Molly, Tulisan ini mengangkat tentang musik lagi. Setelah kedatangan musisi asal Belanda Tim Knol di Magelang: (KLIK BUAT BACA TULISAN TIM KNOL) , kali ini Magelang untuk kedua kalinya kedatangan musisi dari negara Kincir Angin. Tepatnya pada hari Jumat, 3 Mei 2013 pada pukul 19.30 Personil TOEAC menghibur Magelang di Prambanan Hall Puri Asri Hotel. Nampaknya konser kali ini saya tidak menjumpai pejabat seperti konser Tim Knoll sebelumnya, hanya melihat para penggagas acara dan perwakilan dari kedutaan.... hehe....

Ketika itu saya terlambat untuk menghadiri konser ini karena saya datang pada jam 20.00. Ya, tidak terlalu kecewa lah hanya terlambat 1 lagu. Mereka memulai dengan format bertiga Pieternel Berkers (Akordion), Bernadeta Astari (Penyanyi) dan Kanako Inouke (Piano). Konser ini merupakan rangkaian tour dari Salatiga dan Jogja beberapa hari sebelumnya yang berakhir di Magelang. Mereka menyanyikan 8 buah lagu klasik yang dikolaborasikan dengan rangkaian penampilan drama (duh lupa teks lagunya yang dibagikan sudah hilang). Di sela-sela acara ada juga persembahan Choir dari kumpulan group choir anak-anak dan pemaja yang berkostum tradisional. Dan juga ada penampilan spesial dari pianis cilik. Oh iya, ada satu hal unik menjelang akhir acara. Ketika sudah di lagu akhir, pastinya konser akan usai. Namun antusiasme penonton sangat tinggi.
Penonton: "Once more... once more !!!"
Astari: "Oke, kalian sangat keren malam ini, ada kejutan dari kami bertiga...." 

Kemudian kejutan diberikan oleh masing-masing dari mereka. Pieternel Berkers menambah satu lagu langgam kegemarannya, Bernadeta Astari menambah dengan lagu solisnya dan ada satu kejutan istimewa dari Kanako Inouke (sang pianis asal Jepang). Dengan bahasa Indonesia terbata-bata dan dengan keterbatasan, dengan percaya diri Kanako Inouke menyanyikan lagu Bengawan Solo ciptaan Alm Gesang. 

Kanako Inouke: "Bengawan Solo.... Riwayat tumini...." (yang benar: Riwayatmu kini)

Dengan sontak penonton riuh dengan tawa terbahak-bahak. Menyadari ada yang salah, Kanako Inouke pun ikut tertawa dan meminta maaf kepada penonton kalau lafal Jepang agak kesusahan berbicara bahasa Indonesia. Setelah selesai lagu Bengawan Solo mereka resmi menutup acara dan berpamitan. Sesi bebas kemudian diisi dengan foto-foto bersama sang tallent. Pengalaman yang luar biasa mengenal sosok musisi handal seperti mereka. :)

Siapakah TOEAC ini ???
Sebelumnya, 19 April 2012 musisi Tim Knol menghibur Magelang dengan tujuan pertukaran budaya antara Belanda dan Indonesia, kali ini TOEAC memiliki tujuan yang sama yaitu pertukaran budaya Belanda dan Indonesia. Hanya saja kali ini TOEAC berkolaborasi secara ciamik dengan musisi asal Indonesia dan Jepang yang sudah melanglang buana di Nusantara, Bernadeta Astari (penyanyi sopran asal Indonesia) dan Kanako Inouke (pemain piano klasik asal Jepang). 

TOEAC
TOEAC merupakan musisi bergenre duo asal Belanda yang saling memainkan alat musik Akordion Klasik. Tipe permainan mereka mengusung genre Akordion Klasik dimana tuts akordion yang banyak dan kompleks. Mereka memainkan instrumental lagu klasik Eropa dengan ciamik dan keren. Dialah Renée Bekkers (1985) dan Pieternel Berkers (1986) sang punggawa Duo TOEAC. 

Perjalanan TOEAC cukup panjang dan istimewa di bidang akademis, dimana mereka belajar di Fontys Academy of Music (Belanda) di mana mereka berdua berhasil meraih Sarjana cum laude. Dan di Royal Danish Academy of Music di Kopenhagen (Denmark) dengan Geir Draugsvoll dan James Crabb di mana mereka berdua berhasil titel Masters cum laude. Ketika meraih Master di Denmark,  mereka kolaborasi mengikuti kelas solois di Royal Danish Academy of Music dengan Geir Draugsvoll.

Berikut Penampilan Duo TOEAC

Prestasi Duo TOEAC
TOEAC telah dianugerahi beberapa penghargaan seperti: 
- 'Dutch Accordion - dalam kompetisi', 
- 'Prinses Christina Concours-' (Belanda),  
- 'Grand Prix - ajang International (Prancis),' 
- 'Premio Internazionale di Fisarmonica (Italia) ',
- 'Grachtenfestival Conservatorium - Concours (Belanda)', 
- 'Vriendenkrans - concours/Het Debuut (Belanda)  
- dan Legatkonkurrencen (Denmark).

Acap kali TOEAC bermain untuk beberapa program televisi dan program radio nasional dan internasional. Sang punggawa TOEAC Pieternel dan Renée juga bekerja sama dengan seniman lain sebagai konduktor, penulis, seniman visual, komposer live secara bidang elektronik, dokumenter, penari dan aktor. Misalnya dengan seniman cukup kondang seperti: Michael Schonwandt, Micha Hamel, Ernst van Tiel, Ed Spanjaard, Kader Abdollah, Regina van Berkel en duo Strijbos van Rijswijk. TOEAC juga bekerja dengan orkestra seperti 'het Radio Filharmonisch Orkest', 'Orkest de Volharding', 'het Schönberg ensemble', 'het Nieuw Ensemble', 'het Malando Orkest', 'Metropole Orkest' dan 'het Rotterdams Kamerorkest'.

Duo TOEAC ini adalah musisi jenius. Mereka merubah suara akordion seperti hanya bermain dengan nada, namun secara kreatif. Duo ini sangat semangat dalam peregangan jangkauan tuts (note) dan menghasilkan suara akordeon yang "tidak biasa". Dalam filosofi musikal, mereka yakin bahwa akordeon adalah instrumen yang relevan untuk saat ini dan masa depan yang tak akan lekang dimakan jaman. Dengan demikian, selain musikal klasik, aktivitas duo melibatkan lintas musik dan kolaborasi lintas media dengan seniman lain karena antar seniman memiliki jiwa "satu kesatuan" yang akan klimaks ketika berkolaborasi.

Mereka juga membuat lagu sendiri dengan membuat sebuah album yang keluar pada tahun 2012 bertitel "Nordic Music". Di Akademi, duo TOEAC menemukan harta karun berupa repertoar Skandinavia. Repertoar adalah daftar rencana permainan sandiwara. Dua bagian repetoar yang menonjol oleh: Grieg terkenal 'Holberg Suite' dan Jørgensen yang 'Kommos'. Mereka berdua yang membuat tuntutan besar pada keterampilan para pemain duo TOEAC. Album CD pertama TOEAC ini merupakan penghargaan untuk repertoar ini, dan merayakan pengalaman mereka di Denmark. Keterampilan terpenting yang diperoleh berupa wawasan dan teman-teman baru. Meliputi spektrum yang luas dari genre dan melayani sebagai "tamu" setelah tinggal dua tahun di Skandinavia, tema dan judul dari Album CD ini tak terelakkan dengan mengusung titel "Nordic Music".

Oh iya, duo TOEAC ini juga diberi kehormatan mengisi acara pada pentahbisan Raja Belanda yang baru Willem - Alexander pada 30 April 2013. Raja Willem - Alexander ini menggantikan Ratu sebelumnya yaitu ibunya sendiri, Ratu Beatrix yang akan berusia 75 tahun (per 29 April 2013).
 
ACCORDION

Akordion adalah alat musik sejenis organ. Akordion ini relatif kecil dan dimainkan dengan cara digantungkan di badan. Akordeon ditemukan oleh C.F.L. Buschmann dari Berlin, Jerman. Cara memainkan akordion dengan cara menekan tombol-tombol akor dengan jari-jari tangan kiri, sedangkan jari-jari tangan kanannya memainkan melodi lagu yang dibawakan, memainkan alat ini tidak mudah dan akan terlatih jika mulai terbiasa. Pada saat dimainkan, akordeon didorong dan ditarik untuk menggerakkan udara di dalamnya. Pergerakan udara ini disalurkan ke lidah-lidah akordeon sehingga timbul bunyi.

KOLABORASI INDONESIA - JEPANG - BELANDA
Dengan adanya pertukaran budaya dan kesenian ini, diharapkan antar negara bisa menjalin relasi yang harmonis. Sangat picik ketika kita menganggap acuh dengan hubungan diplomatik antar negara. Dengan contok kecil dalam kolaborasi kebudayaan dan kesenian, hubungan yang harmonis dalam segala hal yang berhubungan diplomatik secara kompleks (politik, hukum, ekonomi, dan lain-lain) juga bisa terjalin. Lupakan masa lalu kelam ketika masa kolonial dan perang dunia, searang saatnya saling bersahabat dan berbagi pengetahuan tanpa ada sisi penindasan.

Thursday 3 July 2014

JELAJAH CANDI: Lumbung - Asu - Pendem - Losari - Gunung Wukir - Ngawen

Wow amazing mek judulnya panjang sekali !!! hehe.... :D

Itu merupakan judul jelajah kali ini bersama komunitas Magelang: KOTA TOEA MAGELANG dan juga bersama WALANG (Komunitas Watu Magelang). Event yang bertajuk “DJELADJAH TJANDI & SITOES” pada hari Minggu Pahing, 22 Juni 2014 ini memiliki rute yang cukup panjang, range 10-20 Km di kabupaten Magelang. Rute ini mengunjungi candi:  Asu -  Pendem - Lumbung - Losari - Gunung Wukir - Ngawen.
Sumber Gambar: Ake Ru

Mengulik candi di kawasan Magelang tidak akan pernah ada habisnya. Lokasi Magelang yang sangat strategis diapit 7 gunung, tak hayal kawasan Magelang dianggap surga-dunia oleh era Hindu-Budha yang juga dianggap sebagai tempat tinggal para dewa.

"Bumi Magelang yang subur ini semenjak dahulu memiliki peradaban yang tinggi. Bagaikan harta karun yang tak ternilai harganya. Berbagai peninggalan bersejarah berserakan di wilayah ini, termasuk peninggalan berupa situs dan candi yang merupakan peninggalan di jaman Hindu dan Budha. Jejak-jejak sejarahnya masih bisa kita temukan hingga sekarang, baik berupa situs, artefak maupun candi"

#Intermezo:
Tak hayal dalam tema ini saya sangsi dengan slogan Magelang Sejuta Bunga, namun secara realita seharusnya Magelang Sejuta Candi. Tak bisa dibayangkan ketika era Hindu-Budha, betapa makmur dan indahya peradaban di magelang dengan kemegahan bangunan candi. Banyak pertanyaan: "bagaimana cara membangun candi dan berapa lama membangun sebuah candi?" mengingat rekonstruksi 1 bangunan candi saja bisa mencapai 10 tahun lamanya. Secara sisi positif, ini menunjukkan bahwa pemerintahan dan rakyatnya bersatu padu dalam membangun satu peradaban.
Sumber Foto dari om Begawan Prabu:
KLIK
Sumber Foto: Retno Wijayanti
Kembali ke event “DJELADJAH TJANDI & SITOES", event hari tersebut merupakan hari yang istimewa bagi saya pribadi, dan dengan mbak Ekowati Lestari. Sesaat sebelum acara dimulai, saya mendapatkan kejutan yang istimewa. Kejutan tersebut adalah berupa hadiah ulang tahun topi official komunitas KOTA TOEA MAGELANG, padahal hari ulang tahun saya dua hari sebelum event ini dilaksanakan.... hehe.... Saya ucapkan terimakasih kepada semua peserta event yang karena saking banyaknya, sehingga tidak bisa saya tuliskan satu persatu.... hehe....
Identitas
Seperti yang sudah diagendakan, kami mulai pukul 08.15 – 08.30 WIB untuk briefing dan petunjuk teknis pelaksanaan acara. Sedikit pengarahan, setiap kendaraan wajib diberi tanda semacam bendera kecil sebagai identitas, guna tanda rombongan dan agar tidak kehilangan jejak di jalan raya. Yang pada akhir event bendera penanda tersebut "disita" oleh Pakdhe Wotok.... hehe.... Tak lupa mulai pukul 08.30 kami isi "amunisi" sebagai bekal perjalanan.
Isi Amunisi
Sepanjang perjalanan menuju lokasi kunjungan sangat menarik dan eksotis dengan pemandangan indah. Tak lupa panitia mengingatkan: "jangan lupa bawa kamera ya!". Dan siap-siap berkeringat menahan adrenalin karena keindahan sekitar yang luar biasa.

1. CANDI LUMBUNG
 Pukul 10.00 sampailah kami di obyek pertama, Candi Lumbung. Candi Lumbung ini berletak di Dusun Tlatar, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Per 2014, Candi Lumbung ini merupakan candi yang dipindahkan dari lokasi sebelumnya. Lokasi sebelumnya berada di atas tebing aliran sungai Apu yang terancam longsor karena dampak aliran banjir lahar dingin letusan gunung Merapi tahun 2010. Sebagai penanggulangan sementara, BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Jawa Tengah memindahkan ke tempat yang lebih aman. Dalam pemasangan kembali di tempat yang lebih aman, sampai-sampai dilakukan siskamling oleh warga sekitar dan patroli keamanan desa agar batuan tidak dicuri. Dinamakan Candi Lumbung, karena diduga oleh penduduk setempat dulu tempat menyimpan padi.
Candi Lumbung ini berlatarbelakang agama Hindu. Perkiraan candi dibangun pada masa abad 9 Masehi. Dari prasastinya, Candi Lumbung ini kemungkinan diperuntukkan pendharmaan bagi Bhatara di Salingsingan yang ditunjukkan memalui jenis persembahan khususnya berupa payung mas yang diberikan oleh Rakai Kayuwangi. Dan diasumsikan, bilamana Bhatara di Salingsingan ini adalah tokoh penting.
Bersama Komunitas Watu Magelang
Saya sangat terbantu dengan info tambahan yang diberikan komunitas Walang (Watu Magelang) oleh mas Indra Oktora, mas Pilar, dan kawan-kawan. Mereka dengan fasih menjelaskan kepada peserta mengenai info candi dan relief pada candi. Info tambahan tersebut: di dalam candi tersebut terdapat lubang semacam sumur yang dahulu digunakan sebagai air suci untuk ritual keagamaan. Relief Candi Lumbung ini terdapat relief burung kakatua dan guci berisikan bunga Padma (Lotus). Burung kakatua melambangkan salah satu hewan suci dalam mitologi Hindu. Sedangkan guci berisikan bunga lotus melambangkan kesuburan dan kemakmuran peradaban Hindu pada masa itu.
Kiri: Relief Burung Kakatua; Kanan: Relief Guci berisi Lotus
Oh iya, selain itu kami disuguhkan penampilan khusus dari pak Narwan Sastra Kelana. Pakn Narwan menampilkan geguritan (puisi) yang berjudul "Wis Tumeko Titi Wancine" (dalam bahasa Indonesia: Sudah Datang, Tiba Saatnya). Puisi tersebut memiliki makna bahwa Indonesia (Nusantara) memiliki kekayaan alam yang luar biasa dan Nusantara akan selalu berjaya (jika) di bawah pimpinan orang yang baik dan bijaksana. Akan datang, tiba saatnya (nanti) pemimpin yang berbudi luhur memimpin Nusantara seperti yang sudah diramalkan sebelumnya. Namun terlepas dari kepemimpinan, kita harus berhenti dari perseteruan antar manusia, ingat (menghargai sejarah) dan selalu siaga (eling lan waspada). Dan berpegang teguh pada Tuhan yang Esa.

Berikut penampilan pembacaan Geguritan (puisi) dari Pak Narwan Sastra Kelana

WIS TUMEKO TITI WANCINE
oleh: Narwan Sastra Kelana

Wis Tumeko Titi Wancine
Nuswantoro Bakal Makmur
Kudu Nyawiji Lumaksono Ati
Ojo Suloyo lan Tansah Udur

Delengen Kae
Lingga Yoni Candi Candi
Podho Katon Siji Mboko Siji
Jumedhul Seko Bumi Pertiwi

Prokonco Sedulur Kabeh
Gumregah Cancut Tali Wondo
Ilangono Suloyo lan Cubriyo
Nyawiji Golong Gilig ing Ati

Delengan Kae
Lingga Yoni Candi Candi
Pratondho Wis Tumeko Titi Wancine
Satrio Gung Kang Kinanthi
Hayam Wuruk lan Gadjah Mada
Bakal Tumeko Maneh
Mimpin Nuswantoro Mbrasto Durangkoro

Mulo Poro Sedulur
Lerenono Anggonmu Udur
Eling Marang Welinge Ronggowarsito
Eling Joyoboyo lan Poro Winasis

Wis Teko Titi Wancine
Nuswantoro Bakal Minulyo
Podho Elingo
Sak Bejo Bejone Manungso
Luwih Bejo Kang Tansah Eling lan Waspodo

2. CANDI ASU
Setelah bertolak dari candi Lumbung, tibalah kami di Candi Asu pada pukul 11.00 WIB. Sedikit memberikan info, Candi Asu ini adalah candi yang berlatarbelakang agama Hindu. Candi Asu berletak di kelurahan Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Adapun beberapa prasasti yang ditemukan adalah: Prasasti Sri Manggala II, Kurambitan I dan II yang berisi tentang Sang Pamgat Hino Sang Apus yang menetapkan dharmanya di Salinsingan.
Sementara itu di prasasti lain, prasasti Salingsingan yang bertuliskan angka tahun 802 Saka atau 880 masehi menyebutkan tentang dharma Sri Maharaja Rakai Kayuwangi kepada Bhatara di Salingsingan.

Kemungkinan ditemukan Candi Asu sekitar abad 18 (catatan Belanda). Dari segi arsitektur, candi Asu ini memiliki kemiripan fungsi pada candi Lumbung. Di dalam candi terdapat bidang kosong yang diduga dulu berisi air. Bidang kosong tersebut diapit oleh Ghana yang diduga belum selesai dikerjakan (mahluk kerdil penopang candi). Pada bagian kaki candi Asu ini terdapat relief motif sulur-suluran untaian mutiara, flora dan burung kakatua yang belum selesai dipahat.
Menurut warga sekitar, konon bidang kosong yang berada di Candi Asu pernah digunakan untuk menyimpan senjata dalam masa perang kemerdekaan melawan penjajah Belanda di era kolonial. 

#NB
Beberapa kajian nama Candi Asu dari folklor sekitar:
- Candi Asu kemungkinan dinamai oleh warga sekitar karena di dekat candi tersebut terdapat arca Sapi (Nandi) yang merupakan wahana Dewa Siwa. Warga sekitar yang kurang memahami arkeologi ketika itu dalam temuannya menganggap arca tersebut lebih mirip bentuk Asu (dalam bahasa Indonesia: anjing).

- Dalam candi Asu, kata asu adalah anjing dalam bahasa Jawa. Kata asu adalah perubahan bahasa dalam kebiasaan pengucapan masyarakat Jawa dari kata aso atau mengaso (mengaso dalam bahasa Indonesia memiliki arti istirahat).

- Dalam kajian bahasa Jawa, Asu memiliki 2 suku kata: A dan Su. A yang memiliki arti "tidak" dan Su yang memiliki arti "baik". Ini dibuktikan dengan relief dan arca yang tidak sempurna atau belum selesai pada Candi Asu.
Oh iya, di obyek yang ke dua ini kami kedatangan tokoh sekaligis pematung yang istimewa, dialah pak Leonardus Ismanto. Pak Leonardus Ismato adalah pematung dan seniman asal lereng Merapi yang aktif di kawasan Magelang. Pribadi yang bersahaja dan humoris, pak Ismanto sengaja datang sebagai pematung atas "undangan mendadak" lewat SMS oleh om Begawan Prabu. 

Pak Ismanto berbagi pelajaran penting kepada para peserta, bahwa dia sebagai pematung sangat beruntung tidak bisa menganalisis makna relief pada candi. Dia menjelaskan, karena ketika seorang pematung mencoba menerka makna relief, hasilnya akan hanya berupa pendapat dan opini saja yang keabsahannya bisa meleset yang nantinya akan berakhir pada musrik dengan suatu agama tertentu. Namun patut berbangga hati pada Nusantara, ternyata sebelum agama masuk ke Nusantara, agama asli Nusantara adalah Animisme dan Dinamisme. Suatu adat dan budaya yang sangat istimewa di Nusantara, penghargaan terhadap Yang Maha Kuasa secara sakral ketika itu. Poin penting yang dipetik adalah: semua cara "perayaan iman" berkaitan dengan religiusitas secara vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa hendaknya dihargai dan dihormati.
Berjalan Menuju Candi Pendem
3. CANDI PENDEM
Sumber Foto: Pak Narwan
Sekitar 200 meter tak jauh dari Candi Asu, terdapat Candi Pendem. Menyusuri sawah dan ladang, Candi Pendem ini ternyata berletak di tengah ladang warga sekitar. Lokasi yangs sangat unik, yaitu nampak berada di bawah tanah seolah-olah terbenam di tanah yang datar, yang kemudian dinamakan Candi Pendem oleh masyarakat sekitar. Kemungkinan juga, daerah ini dahulu dilalui oleh sungai purba.
Candi Pendem ini juga memiliki kemiripan dengan 2 candi sebelumnya, Candi Lumbung dan Candi Asu. Dalam tubuh candi terdapat lubang semacam sumur sedalam hampir 2 meter dengan ukuran kotak kurang lebih 1,3 x 1,3 meter. Menurut arkeolog Soekmono yang dikutip dari buku Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, sumur tersebut digunakan sebagai tempat pemujaan. Pemujaan tersebut bisa ditujukan kepada seorang tokoh tertentu atau arwah seorang raja. Ketiga candi ini didirikan tahun 869 masehi. 
Dari Kiri ke Kanan: Candi Lumbung, Candi Asu dan Candi Pendem
Keadaan Candi Pendem ketika ditemukan sudah tidak utuh lagi. Hanya bagian kaki dan tubuh bagian bawah, sementara bagian atap sudah hilang, jadi sudah tidak bisa direstorasi lagi. Terdapat beberapa keunikan pada Candi Pendemyaitu adanya motif hias sulur gelung yang keluar dari jambangandan di tengah ikal sulur terdapat burung bangau yang membuka kedua sayapnya, relief Ghana, dan adanya lubang-lubang pada batu bagian batursudut barat dayayang menyerupai batu dakon.
Ghana pada Candi Pendem
4. CANDI LOSARI
Setelah bertolak dari Candi Pendem, mengarah ke selatan kurang lebih 15 Km, tibalah kami di Candi Losari pada pukul 12.30 WIB. Candi Losari berletak di Dusun Losari, Desa Salam, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi Losari berada di tengah kebun salak milik pak Badri seorang guru SMP N 12 Kota Magelang, yang pada 11 Mei 2004 menggali parit kemudian menemukan batuan candi secara tidak sengaja, yang diperkirakan pada tahun 925 - 928 Masehi tertimbun oleh kandungan material gunung Merapi berupa endapan lahar, fluviatil maupun alluvial. Setelah penemuan ini mengemuka, lalu oleh pihak yang terkait melalui Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala jawa Tengah dan balai Arkeologi Yogyakarta melakukan penindaklanjutan dengan penyusunan kembali dengan ekskavasi arkeologis dan rekonstruksi.
Latarbelakang Candi Losari ini beragama Hindu, karena ditemukan arca-arca Hindu yang antara lain: arca Mahakala dan dewa Lokapala dalam mitologi Hindu. Candi Losari ini dikelilingi perwara (candi pengapit / candi pelengkap), Candi Induk berada sekitar 8 meter dari candi perwara. Perkiraan luas Candi Losari 25 x 25 meter, sedangkan candi induknya 9 x 9 meter. Karena keadaan areal candi yang basah, bahkan terendam air, maka batasan penulis hanya investigasi yang kelihatan saja (per 22 Juni 2014). Ada satu yang unik dari Candi Losari ini, yaitu terdapat relief gajah (saat itu terlihat belalainya saja).
#NB:
Investigasi Pak Narwan Sastra Kelana kepada Mbak Halimah (penjaga Candi Losari):
Menindaklanjuti penemuan (2004) itu, dilakukan penggalian pada tahun 2007 dan ditemukan sebuah candi utuh. Kemudian tahun 2008 ditemukan dua buah candi dan sebuah candi induk yang tidak utuh lagi.
Kemudian tahun 2010 dilakukan penggalian pada candi induk. Dilanjutkan tahun 2011 untuk mencari bagian lain dari candi induk. Proyek terakhir tahun 2013 adalah pembuatan akses jalan masuk ke kompleks candi. “Jadi saat ini situs Candi Losari berupa satu candi induk dan tiga candi anakan atau candi perwara" ujar Mbak Halimah.
Sumber Foto: Pak Narwan
Pada 2013 dibuatlah akses jalan masuk ke kompleks candi, serta dibuatlah atap yang membentang 25 x 25 meter agar ekskavasi dan rekonstruksi candi berjalan lancar terbebas dari guyuran hujan, karena candi ini terkubur di dalam tanah, atau (sekarang) di bawah permukaan tanah. Namun sayang sekali, dijelaskan oleh mbak Halimah bahwa air tanah ternyata lebih deras menyembul daripada jatuhnya air hujan. Ini yang mengakibatkan akan lebih lama lagi dalam merekonstruksi Candi Losari. Ada beberapa ide tambahan, bahwa akan dibangun lagi saluran pembuangan air, namun baru sebatas wacana.
Lanjut Perjalanan Ke Candi Gunung Wukir
5. CANDI GUNUNG WUKIR
Setelah puas mengagumi kemegahan Candi Losari, kami melanjutkan perjalanan menuju candi berikutnya pada pukul 13.15 WIB, yaitu Candi Gunung Wukir. Ini merupakan lokasi candi favorit saya dan teman-teman karena daerah jelajah yang sangat epic dan menawan. Candi Gunung Wukir merupakan candi berlatar belakang agama Hindu, yang berletak di lereng Barat gunung Merapi. Tepatnya berada pada Dusun Canggal, Desa Kadiwulih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, lokasi Candi Gunung Wukir berada di sebelah timur laut kota Muntilan. Candi ini berada di atas bukit Wukir, dan oleh masyarakat disebut Gunung Wukir. Oh iya, satu keunikan dari Candi Gunung Wukir ini dengan cara: melepas alas kaki jika ingin menapak pada candi tersebut. Ini bertujuan menghormati tradisi warisan turun-temurun, dan bertujuan agar situs tidak rusak.

Melepas Lelah
Sampai di Gunung Wukir
Seperti yang sudah saya paparkan di atas, perjalanan ke situs Candi Gunung Wukir ini yang paling menarik. Untuk mencapai ke candi, pengunjung harus berjalan kaki mendaki bukit Wukir. Sebelum naik ke bukit, hendaknya pemakai kendaraan bermotor bisa menitipkan ke halaman rumah warga, kemudian menemui juru kunci Candi Gunung Wukir, Pak Widodo. Pemandangan elok, rimbunan bambu dan pohon kopi liar dibiarkan tumbuh menghiasi jalanan menuju puncak Gunung Wukir.

Di Gunung Wukir ditemukan prasasti Canggal pada 1879 (catatan). Prasasti Canggal ini berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti ini terbagi menjadi 2 bagian, bagian pertama ditemukan di halaman candi, dan satu bagian lainnya berada di lereng bukit dekat dengan sungai. Isi prasasti tersebut menceritakan Raja Sanjaya yang gagah perkasa mengalahkan musuhnya. Kemudian diceritakan bahwa kemenangan atas musuhnya tersebut diabadikan dengan membangun sebuah lingga dan yoni. Namun sayang sekali, lingga telah hilang entah kemana. Sedangkan, Prasasti Canggal sekarang diamankan dan berada di Museum Nasional, Jakarta.
Candi Utama
Perwara Berisi Nandi
Perwara Berisi Yoni
Perwara
Selain itu, di Candi Gunung Wukir terdapat yoni dan arca nandi. Terdapat pula 3 perwara sebagai pengapit candi utama yang di atasnya terdapat Yoni tanpa Lingga. Komplek Candi Gunung Wukir termasuk cukup luas, yaitu berukuran 50 x 50 meter terbuat dari jenis batu andesit. Menurut perkiraan, candi ini merupakan cani tertua yang dibangun pada masa raja Sanjaya dari kerajaan Mataram Kuno, yaitu 732 M atau 654 tahun Saka. Ada beberapa info tambahan, bahwa isi Prasasti Canggal tersebut ada kaitan dengan Kerajaan Medang atau Mataram Hindu. Dan berdasarkan prasasti itu, Candi Gunung Wukir kemungkinan memiliki nama asli Shiwalingga atau Kunjarakunja.
Lumpang
Ketika turun dari Gunung Wukir, di jalan kami berkesempatan untuk "sowan kulanuwun" yang diwakili oleh Pakdhe Mbilung berkunjung ke makam leluhur Gunung Wukir.
Sumber Foto: Pak Narwan
6. CANDI NGAWEN
Pukul 14.44 WIB kami tepat mencapai destinasi akhir dari jelajah Situs kali ini, yaitu di Candi Ngawen. Candi Ngawen berada tidak jauh dari Candi Mendut. Candi Ngawen berletak di desa Gunungpring Ngawen, kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Menurut catatan, candi ini merupakan bangunan suci untuk peribadatan yang tertulis pada prasasti Karang Tengah, tahun 824 Masehi, bertuliskan Venuvana (bahasa Sansekerta yang berarti: Hutan Bambu).
Tulisan saya yang pernah memuat Candi Ngawen:

Dalam catatan Belanda, pemugaran pertama kali Candi Ngawen pada tahun 1911. Menurut catatan pula, Candi Ngawen ini dibangun pada abad 8 pada dinasti Syailendra (Budha) dan disnasti Rakaipikatan (Hindu). Candi Ngawen termasuk candi Budha meskipun bangunan meruncing vertikal yang cenderung menyerupai candi Hindu. Candi Ngawen juga dibangun pada masa dinasti yang berbeda, karena keunikan ini, maka dijuluki candi peralihan. 

Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, 2 diantaranya memiliki bentuk yang berbeda dengan dihiasi arca singa di keempat sudutnya. Sebuah patung Budha tanpa kepala dengan posisi duduk Ratnasambawa ada di dalam candi yang konstruksinya "paling" lengkap. Namun sangat disayangkan, karena menjaga dari ulah "si tangan jahil pengunjung", maka kali ini (per 22 Juni 2014) patung Budha pada candi ini dulindungi dengan terali besi.

Terdapat pula kala dan makara yang utuh, dan yang saya anggap paling prestisius bagi saya adalah relief Kinara - Kinari.... you know me so well lah mengapa saya kagum dengan Kinara - Kinari.... :D 
Mengapa relief Kinara - Kinari saya sukai:
Kinara - Kinari merupakan makhluk kahyangan yang berwujud setengah manusia setengah burung. Dalam kehidupan di kahyangan, mereka bertugas selain sebagai penjaga kalpataru juga sebagai seniman-seniman kahyangan yang memberikan pertunjukan-pertunjukan kesenian di istana kahyangan.
 
oh iya, ada yang menjadi pertanyaan saya yang belum terjawab sampai sekarang berlatarbelakang relief Candi Ngawen. Dalam relief Candi Ngawen terdapat relief Gajah. Nah pertanyaan saya: Apakah di Jawa dulu ada spesies gajah Jawa ???
Hanya sedikit jawaban:
- Gajah adalah hewan suci mitologi Hindu - Budha.
- Si pembuat arca adalah berasal dari India.
- Para pelancong dan pedagang ke Nusantara membawa gajah dengan kapal (dengan alasan membangun candi dengan bantuan hewan yang kuat pula).

Well, acara kami selesai pada 15.30 dan para peserta saling memberikan respon terhadap acara ini. Satu kata: Amazing !!!

INTERMEZO
Semua hal yang berkaitan dengan Candi, pasti berhubungan dengan ibadah dengan Yang Maha Kuasa. Kita seharusnya juga paham tata krama dan etika jika berkunjung ke Candi. Semua cara "perayaan iman" berkaitan dengan religiusitas secara vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa hendaknya dihargai dan dihormati. Istilah canda "aturan dibentuk untuk dilanggar" itu salah kaprah dalam melestarikan Benda Cagar Budaya. Pelestarian ini sebagai pembelajaran dan edukasi melestarikan sejarah, belajar sejarah untuk tolok ukur Nusantara masa mendatang.
Vandalisme Ukiran di Candi Asu
Cagar Budaya Dilindungi Undang-undang

Terimakasih Pinjaman Gambar dan Infonya Kepada:

Om Begawan Prabu
Pak Narwan Sastra Kelana
Pak Widoyoko
Retno Wijayanti
Ake Ru