Monday 14 October 2013

Review: DJELADJAH TJANDI DI TEMANGGOENG

Temanggung, Minggu 13 Oktober 2013

Selamat pagi saya ucapkan kepada rekan-rekan KOTA TOEA MAGELANG.
Setelah sehari sebelumnya menerima SMS dari Bagus Priyana selaku korlap (kordinasi lapangan) acara Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng, maka sesuai rencana kami mulai berkumpul di Monumen A. Yani taman Badaan, Jl. Pahlawan Magelang pada Minggu 13 Oktober 2013. Acara tersebut diagendakan mengunjungi situs: Gondosuli - Liyangan - Jumprit - Pringapus.

Jujur saja, acara kali ini para "Veteran" alias generasi yang cukup umur datang lebih awal daripada generasi anak muda.... haha.... cuma sekedar intermezo aja sih, meskipun sebenarnya tidak dibedakan generasinya :D

Sesuai rencana pada pukul 08.00 WIB, agenda awal adalah sesi bebas yang antara lain: saling interaksi berkenalan dan proses administrasi. Para peserta sangat antusias sekali dan tanpa adanya jarak antar peserta dapat bercengkrama. Acara yang murah meriah, hanya Rp 10.000,- ini mendapat antusiasme masyarakat Magelang terhadap Heritage yang cukup menggembirakan.
Hey hey!!! Ternyata peserta tidak hanya dari region Magelang saja, namun peserta ada yang dari Jogja, Sukoharjo, Semarang, bahkan dari Jakarta menyempatkan waktunya untuk mengikuti acara edukasi bertajuk Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng ini. Amazing !!! :D

Pukul 08.50 korlap mulai menjelaskan mekanisme acara yang akan dimulai. Secara sukarela ternyata mendapatkan bantuan dari rekan pengawal konvoi Forider asal Jogja untuk memandu rombongan sepeda motor kami menuju Temanggung. Total ada sekitar 40an peserta yang mengikuti acara ini. Cukup banyak peserta untuk sekelas komunitas modal kantong bolong.... hehe.... :D Unruk mengabadikan acara ini, ritual Komunitas KOTA TOEA MAGELANG biasanya "foto keluarga" terlebih dahulu, suasana mencair dalam saling eksis dan canda tawa.
Source: Pak Widoyoko
Setelah doa bersama untuk kelancaran acara ini, kemudian pukul 09.05 kami memulai acara ini dengan perjalanan ke Temanggung mengguakan sepeda motor.

DJELADJAH TJANDI DI TEMANGGOENG
Tanah Kedu yang subur ini semenjak dahulu memiliki peradaban yang tinggi. Bagaikan harta karun yang tak ternilai harganya. Berbagai peninggalan berserakan di wilayah ini, termasuk peninggalan berupa situs dan candi yang merupakan peninggalan di jaman Hindu dan Budha.
Biasanya situs di Kedu masih saling berhubungan apabila ditarik benang merahnya. Banyak sejarah yang saling terkait antara situs satu ke situs yang lain. Banyak opini yang terlontar ketika membicarakan soal Candi. Ada yang berpendapat bahwa Candi akan awet sebagai benda sejarah ketika masih tertimbun dan tidak digali keberadaannya. Namun di satu sisi ada pula yang berpendapat bahwa sumber sejarah Candi harus berdasarkan fakta benda sejarah, maka harus digali keberadaannya. Ya, semuanya merupakan pembelajaran yang harus disikapi secara lapang dada dan terbuka.
Kantor Camat Parakan
Kembali ke konvoi "pasukan" KTM, pukul 10.30 tiba di Parakan. Ada info dari mentor acara kami Indra Oktora bahwa akan ada bantuan lintas komunitas mengenai acara percandian kali ini. Di kantor Camat Parakan, kami melakukan pertemuan dengan PRABUTARA (Perangkai Budaya nusantara). Adapun PRABUTARA ini bergerak di bidang yang sama dengna KTM, yaitu menjaga cagar budaya yang sudah ada mengumpulkan informasi dari masyarakat untuk kemudian bekerjasama dengan instansi terkait untuk melakukan penyelamatan dan pemeliharaan, melakukan inventarisasi cagar budaya yang ada di Temanggung.
Ini merupakan kolaborasi yang cukup bagus, karena info yang saling melengkapi. Berikut adalah urutan kegiatan KTM Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng:

1. Umbul Jumprit

Sumber mata air Umbul Jumprit berletak di Lereng Gunung Sindoro di desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Dalam serat Centini,karya sastra pujangga Jawa tahun Majapahit tahun 1815 menjelaskan bahwa Ki Jumprit adalah seorang ahli nujum dari kerajaan Majapahit. Ki Jumprit merupakan putra Brawijaya, Raja Majapahit. Ki Jumprit meninggalkan kerajaan agar bisa mengamalkan ilmu kesaktiannya kepada masyarakat. Sampai akhir hayatnya Ki Jumprit berada di Desa Tegalrejo tersebut dan disemayamkan tidak jauhdari Umbul Jumprit. 
Proses pembelajaran kemudian berkembang, konon katanya kata Jumprit ini diambil dari: Jum Pait (Nujum Majapahit). Dan umbul Jumprit sudah ada dan digunakan pada jaman kerajaan Hindu - Budha.

Di sekitar mata air Umbul Jumprit, dikelilingi hutan yang rimbun yang dihuni kera dan habitat burung. 18 Januari 1987 Umbul Jumprit ditetapkan wisata hutan oleh Pemkab Temanggung. Para peziarah biasanya melakukan ritual  ke makam Ki Jumprit yang berletak di bagian bawah umbul tersebut. Setelah bersemedi mengharap berkah dan keberuntungan, kemudian biasanya peziarah mandi kungkum di sumber mata air yang lokasinya berada di atas makam tersebut. 

Bagi umat Budha, air Umbul Jumprit merupakan air suci dengan kadar spiritual yang bagus dari air umbul di seluruh Indonesia. Kemurnian air Umbul Jumprit ini sering digunakan biksu Budha untuk bermeditasi. Dan ketika hari besar Waisak, air Umbul Jumpri ini diambil sebagai salah satu simbol air suci. 
Secara spiritual, Umbul Jumprit dianggap air yang paling suci di Indnesia. Dan dari sisi akademik, seorang peneliti dari Jerman meneliti air Umbul Jumprit ini, dan ternyata air Jumprit ini paling sedikit mengandung unsur bakteri patogen daripada umbul yang lain.


Data:
Terdapat Patung Bima, Semar, Hanoman dan Dewi yang merupakan unsur simbolik dari Hindu - Budha dan Kejawen memiliki akulturasi dan toleransi yang luar biasa di daerah tersebut.

info:
wisata ziarah Rp 10.000 per orang, 
wisata harian Rp 5.000 per orang

Rute kemudian disematkan oleh mas Candra selaku ketua PRABUTARA ke makam Kyai Terasan / Pangeran Gagak Baning. Sedikit kisah, ternyata ada hubungan antara Unmbul Jumprit dan Situs Liyangan, yaitu melewati makam yang dianggap sakral oleh warga sekitar. Ternyata banyak batuan candi berada di komplek makam tersebut. Mas Candra sedikit bercerita, kalau kecenderungan orang Jawa ketika menemukan reruntuhan candi adalah dijadikan makam atau bahan untuk membuat rumah.

2. Situs Liyangan
Ini merupakan situs favorit para peserta KTM.... hehe.... Dibalik cerita masih misteri, dan masih dalam rekonstruksi.

Situs Liyangan merupakan situs purbakala yang berletak di Dusun liyangan, Desa Purbasari Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. Dengan jalan berliku dan berbatu susun, wilayah Candi ini berada di lereng Gunung Sindoro, dan ditemukan pada tahun 2008. Seperti biasa, penemuan situs pertama kali adalah talud, yoni, batuan candi dan arca. Namun ada yoni yang ditemukan sangat unik, karena ditemukan yoni dengan 3 lubang. Tidak hanya itu saja, ternyata situs Liyangan ini ditemukan perdusunan Mataram Kuna. Badan Arkeologi Yogyakarta menyimpulkan bahwa situs Liyangan ini berkarakter kompleks pemukiman, situs ritual dan situs pertanian.

Oh iya, pertengahan Maret 2013 Badan Arkeologi Yogyakarta juga menemukan struktur konstruksi yang luar biasa, yaitu Jalan Kuno. Menurut saya pribadi, ini merupakan konstruksi jalan yang sangat besar di era-nya. Saya belum pernah melihat dan mendapati jalan di jaman kerajaan sebesar itu sebelumnya. Dan dugaan saya pribadi, daerah Liyangan tersebut adalah daerah yang sangat penting di jamannya.

Ada juga dugaan menurut penuturan dari teman-teman PRABUTARA, bahwa ada 7 lapisan tanah yang menutupi situs, setiap lapisan tanah diperkirakan berumur 2-3 generasi. jika menggunakan perhitungan matematis, kira2 total umur lapisan itu antara 14 - 21 generasi. dan diperkirakan, situs ini dibangun sekitar tahun 400-an. Dan menurut teman-teman dari PRABUTARA, jika terdapat wujud (hadap) batuan yang berbeda, diduga ini terkubur oleh 3x lapisan lahar oleh Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Dieng.

Di Liyangan sekaligus melepas lelah dari terik matahari yang menyengat, pesreta KTM mendapat kejutan "amunisi" berupa mentho, makanan tradisional yang sangat nikmat.... hehe.... :D Sembari melanjutkan perjalanan menuju Candi Pringapus, pada pukul 13.05 di jalan kami mengagendakan bersifat fleksibel: ISOMA di Masjid Al Adlkha, desa Purbasari.


3. Candi Pringapus

Setelah ISOMA sejenak, kami melanjutkan ke Candi Pringapus. Candi Pringapus dibangun pada tahun 772 C atau 850 masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika direstorasi pada tahun 1932. Relief Hapsara dan Hapsari, yang ada pada candi menggambarkan manusia setengah dewa. Dan candi Pringapus ini merupakan replika Mahameru yang digambarkan gunung tempat tinggal para dewa.

Tata letak candi Pringapus merupakan pola Jawa Tengah. Ini ditandai dengan adanya candi induk dan candi perwara. Candi yang masih tersisa adalah candi perwara yang terdapat arca Nandi (sapi) di dalamnya. Di kompleks candi juga ditemukan yoni yang dilambangkan perwujudan Uma (istri Siwa) sebagai alas arca Siwa yang dilambangkan lingga. Kemudian Lingga dan Yoni tersebut merupakan simbol kemakmuran dan kesuburan.

Sedikit info menarik sekitar candi adalah ditemukannya motif hiasan candi di bagian atap. Terdapat tutup atap candi semakin mengecil ke atas dan sifatnya bisa dibongkar (portable). Diduga dalam kesimpulan kecil fungsi konstruksi tersebut adalah sebagai penanda kalau ada gempa bumi ataupun badai besar maka yang lebih dahulu roboh adalah bagian terkecil dari atap tersebut (paling puncak). Inilah indikator untuk warga mengungsi atau berlindung dari ancaman bahaya alam. Dan diduga runtuhnya bangunan candi Pringapus di masa lampau adalah karena terpaan angin puting beliung yang teramat dahsyat.

Tidak jauh dari Candi Pringapus, sekitar 1 Km menuju ke Dusun Bongkol peserta KTM disematkan oleh PRABUTARA akan temuan yang sangat istimewa tentang batuan candi. Keramahtamahan warga beserta kearifan lokal membungkus kemasan istimewa tersebut. Di Bongkol, desa Candisari terdapat banyak batuan candi yg tersebar bahkan di dalam kamar rumah warga. Di rumah ibu Suratmi sudah turun temurun diceritakan kalau patung Ganesha (gajah) sudah ada di dalam kamar rumahnya. Ini sangat menarik, karena tenyata belum adanya perhatian dari dinas yang terkait.

Cerita berlanjut, tidak jauh dari dusun Bongkol sekitar 200 meter terdapat yoni yang sangat unik yang berada di tengah sawah, yaitu yoni berlubang 2 dan sai yoni besar berlubang 1. Keistimewaan yoni berlobang 2 ini adalah selama perjalanan jelajah sangat jarang ditemui yoni berlubang 2.



Wajah para peserta yang sudah kusut karena capai terlihat pada pukul 15.00. Kami memutuskan untuk menyinggahi rumah mas Candra selaku moderator kami dan ketua PRABUTARA. Ya, sedikit minuman pelepas dahaga dapat menjadi obat penawar capai sembari kami bercengkrama atas kemegahan beberapa situs yang sudah dilampaui sebelumnya.


4. Prasasti & Candi Gondosuli
Prasasti dan Candi gondosuli berletak di lokasi yang sama, yaitu di desa Gondosuli Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. 

Prasasti Gondosuli ini paling bersejarah di Kabupaten Temanggung. Dari sejarah masa lampau berupa prasasti ini berisi tentang gambaran kehidupan sosial masyarakat temanggung tempo dulu. Prasasti ini menjadi saksi kejayaan dinasti Sanjaya di pemerintahan Rakai Patahan (Rakaryan Patapan Pu Palar) sebagai mataram Hindu (Mataram Kuno). Ditulis pada tahun 832, informasi yang tertulis di prasasti ini memuat 11 baris tulisan dengan huruf Jawa Kuna dan menggunakan bahasa Melayu Kuna yang berisi:
- Menyebutkan Tokoh Yang Karayan Pu Palar
- Bangunan suci Sang Hyang Wintang (candi Gondosuli)
- Sengkalan di Sangaha Alas Partapan = th 754 C - 832 M
- Disamping itu menyebutkan pula kekuasaannya luas dan banyak saudaranya.


Candi Gondosuli berada di sebelah Prasasti Gondosuli. Candi Gondosuli diduga dibangun pada abad ke-9. candi ini berarsitektur Hindu dan diperkiraan dibangun Rakai Patapan yang merupakan anak Sanjaya raja pertama Mataram Hindu. 
Candi Gondosuli ditemukan hanya reruntuhan yang berserakan. Sementara belum diketahui bentuk bangunan candi gondosuli. Pernah dilakukan penggalian situs oleh pihak tang terkait, namun dihentikan karena sekarang sudah menjadi makam. Namun menurut ahli purbakala dari Australia yang bernama Casparis, bentuk Candi Gondosuli ini tidak berbeda auh dengan candi yang di sekitarnya seperti di candi dieng, candi Gedongsongo maupun candi Pringapus.


Situs Dusun Ngadisari
Pada pukul 16.15 penjelajahan KTM dan PRABUTARA berakhir di Dusun Ngadisari. Seperti pada halnya di Dusun Bongkol, banyak situs di Dusun Ngadisari ini berserakan, bahkan pemerintah yang terkaitpun belum tau keberadaannya. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi hal ini. 
- Pertama adalah dari sisi masyarakat dusun Ngadisari yang harus lapang dada atas penemuan tersebut, dan wajib menjaga semua situs peninggalan dari pihak intern maupun pihak luar. 
- Kedua dari pihak pemerintahan yang terkait belum adanya aksi yang nyata dalam menjaga, memelihara dan mengedukasi masyarakat atas peninggalan situs masa lampau.

Pada akhir acara, pada pukul 16.30 kami melepas lapar dan melepas rasa capai di salah satu warung makan padang. Ini merupakan pengalaman bersama KTM yang mengasyikkan, menghibur dan mengedukasi dalam acara Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng kali ini. Kami disuguhkan dengan kejayaan masa lampau yang sangat istimewa. Kami dibuat terkagum-kagum atas sepenggal misteri yang ada. Ya, semua kemegahan tersebut harus kita akui dan kita aktualisasikan dengan menjaga dan melestarikan semua peninggalan dan penemuan tersbut.
SAVE HERITAGE AND HISTORY IN THE WORLD ... !!!!

Thursday 10 October 2013

JEJAK MONUMEN GERBONG IJO: eks Stasiun Kotta Magelang

Museum Kereta Api Ambarawa, 10 September 2012

Sebenarnya kejadian ini sudah lama, namun ini bagian dari sejarah Magelang yang saya tau.

Gerbong Ijo Sebelum Direstorasi
Bukan dengan kamera DSLR yang menawan, melainkan hanya berbekal hape SE K618i, bersama Anglir Kanaka saya mengabadikan petualangan kecil ini. Kemudian saya beri judul: "JEJAK MONUMEN GERBONG IJO eks Stasiun Kotta Magelang". Petualangan kecil ini saya lakukan karena hanya ingin melihat bagaimana keadaan gerbong yang sempat berada di Stasiun Kotta Magelang (di Kebonpolo). Dan sekaligus melihat kembali bagaimana kejayaan perkereta apian Magelang - Ambarawa saat itu. Walaupun saya pribadi tidak mengalaminya secara langsung (dulu), namun kemegahan melihat bangunan Stasiun Ambarawa yang masih megah, melihat kereta lori untuk wisata, melihat pameran lokomotif dan garasi untuk lokomotif tua buatan Jerman yang masih berfungsi untuk pariwisata itu sangat istimewa.

Museum Ambarawa
Dengan gambaran tersebut sembari memejamkan mata, bagaikan memutar waktu kembali ke jaman kolonial dimana terdapat dramatisnya romansa riang gembira tawa sinyo dan noni Belanda dengan pakaian khas: dress panjang berwarna putih, topi, sarung tangan dan membawa payung sedang menunggu kereta. Keheningan terpecah ketika kereta uap datang dengan membunyikan "klaksonnya". Tidak ada yang namanya rebutan penumpang, bahkan naik di atap gerbong. Petugas mulai mengangkat sinyal hijau, dimana kereta diijinkan berangkat. Kereta perlahan maju. Terkadang orang pribumi dan anak-anak melambaikan tangan kepada sang sinyo dan noni sembari mengejar kereta itu berharap diajak menuju Magelang.

Itulah gambaran yang sempat terlintas melihat kekaguman saya terhadap bangunan tua berupa Stasiun Ambarawa. Petualangan liburan ke museum ini tak akan terlupakan.

Monumen Gerbong Ijo
Source: http://kotatoeamagelang.wordpress.com/
Sejarah Kota Magelang kemudian berkembang oleh terbengkelainya selama bertahun-tahun, hanya dihuni gelandangan, tak terawat, dan hanya dikencingi oleh oknum masyarakat yang tidak peduli dengan gerbong tersebut. Setelah cukup lama menjadi warga Kota Magelang akhirnya Rabu 9 November 2011 jam 22.25 gerbong CR harus meninggalkan Kota Magelang untuk bergabung dengan "saudaranya" yang lain di Stasiun Ambarawa. Ya, ibaratnya biarkan gerbong ini bergembira berkumpul dg saudara-saudara kandungnya di museum Kereta Api Ambarawa. Jangan biarkan dia merana sendiri di bekas rumahnya (Kebonpolo). 
Proses Pemindahan Gerbong
Source: Foto Ayah

STASIUN KOTTA MAGELANG
Stasiun Kotta Magelang dan Monumen Gerbong Ijo
Source: Foto Ayah
Stasiun Magelang Kota merupakan stasiun utama pada waktu itu. Jalur rel KA antara Stasiun Magelang Pasar dan Stasiun Magelang Kota berjajar dan berdampingan dengan Grooteweg Noord/Djalan Raja Pontjol/Jl. A Yani sekarang sampai ke Grooteweg Zuid/Chinnese Kamperment Straat/Jl. Pemuda sekarang. Jalur sepanjang kurang lebih 2 km tersebut melewati pusat kota yaitu Aloon-aloon dan kawasan Pecinan. Karena itu di timur Aloon-aloon didirikanlah stopplaats, yaitu semacam halte tempat menaik turunkan penumpang tapi bukan stasiun. Selain itu fungsi dari stopplaats ini juga berfungsi untuk mengangkut kiriman paket/surat dari post kantoor/kantor pos Magelang. (sumber: booklet DJELADJAH DJALOER SPOOR - 22 Januari 2012 KOTA TOEA MAGELANG)

Station-kotta - Magelang
Source: http://topengireng.wordpress.com/2011/08/20/stasiun-kota-magelang-kebonpolo/
Dimulai pada awal abad 19 silam, Stasiun Kotta Magelang sangat penting dalam sistem transportasi di Jawa Tengah. Jalur ini dibuat pada sekitar tahun 1892. Di jaman perjuangan kemerdekaan Indonesia, stasiun ini sangat berperan penting. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi logistik untuk keperluan perjuangan dari Ciporoyom (Bandung) ke pedalaman Jawa Tengah. Mobilisasi prajurit pejuang di wilayah Yogyakarta - Magelang - Ambarawa. 

Magelang adalah basis militer yang cukup besar di region Jawa Tengah. Sedikit dari berbagai sumber, bahwa dari Stasiun Mertoyudan Magelang dahulu rel kereta api itu menuju ke arah utara sampai Pasar Rejowinangun dan Stasiun Kebon Polo. Di stasiun itu ada seperti peron, untuk para penumpang dan pedagang menaikkan barang. Ini Stasiun "khusus" untuk taruna Akademi Militer (Akmil) menuju Yogyakarta. "Khusus" ini diartikan bahwa banyaknya Tentara (militer) yang diangkut dari Magelang menuju Yogyakarta tidak sekedar plesir, namun juga pendistribusian di bidang militer.

Namun sekitar tahun 1974 jalur perkeretaapian lintas Magelang ditutup. Banyak faktor mengapa lintas Magelang ini ditutup, antara lain adalah mulai sepinya pengguna sarana transportasi kereta api, banyaknya jembatan yang rapuh/rusak akibat bekas perang kemerdekaan, dan jembatan yang rusak akibat erupsi lahar dingin Gunung Merapi.
Sejak itulah kemudian hanya menyisakan bekas rel dan beberapa stasiun lintas Magelang. Semuanya masih menjadi aset dari P.T K.A, walaupun banyak kontroversial dengan warga di dewasa ini. Namun di tulisan ini saya tidak menyoroti aset-aset P.T K.A .... hehe.... Sisa-sisa dari sejarah Stasiun Kotta Magelang adalah stasiun itu sendiri dan monumen gerbong ijo. 

#NB: nama monumen saya yang menamainya sendiri agar familier

MONUMEN GERBONG IJO
Interior Gerbong Ijo
Tak banyak orang yang mengulas gerbong tersebut. Minimnya informasi dan sumber menjadi kendala. Dari sisi historikal verbal dan non verbal pun tidak banyak yang tahu. Sedikit kesimpulan dari beberapa pengamat perkeretaapian Indonesia, gerbong tersebut adalah gerbong surat dan barang (begasi). Bukan gerbong kelas 3 untuk penumpang. Ini ditandai dengan terdapai interior semacam tempat barang yang besar, dengan pintu geser yang besar.







RESTORASI STASIUN AMBARAWA
Stasiun Willem I
Ambarawa awalnya merupakan sebuah kota militer pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Raja Willem I memerintahkan untuk membangun stasiun kereta api baru yang memungkinkan pemerintah untuk mengangkut tentaranya ke Semarang. Pada 21 Mei 1873. Stasiun ini lebih dikenal dengan nama Stasiun Willem I. Stasiun Ambarawa adalah sebuah stasiun kereta api yang sekarang dialihfungsikan menjadi sebuah museum. Berletak di Ambarawa, Jawa Tengah  yang memiliki kelengkapan kereta api yang pernah berjaya pada zamannya.

Rencananya Museum ini akan dikembangkan sebagai stasiun Heritage yang memadukan antara sejarah, wisata dan heritage. Lokomotif yang ada di sisi barat dari stasiun akan di pindahkan ke sisi yang lain. Dan bekas lokomotif tersebut akan di hidupkan lagi jalur kereta api. Jadi nantinya di sisi barat dan timur dari stasiun tsb relnya akan di fungsikan kembali.
Source:
www.facebook.com/photo.php?fbid=322546867837459&set=o.128356500529153&type=3


 Adapun hubungannya dengan gerbong ijo adalah: Gerbong Ijo yang dibawa dari Magelang selama 2 hari tersebut direstorasi besar-besaran. Anggaran disediakan untuk perbaikan dalam beberapa tahap dan ada target penyelesaian. Gerbong Ijo ini juga sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Artinya dalam restorasi perbaikan dan perawatan tidak dengan sembarangan. Melainkan harus ahli di bidangnya agar tidak merubah estetika asli dari gerbong tersebut.


Dan amazing sekali, per 7 April 2013 (gambar diambil) gerbong ijo tersebut sudah direstorasi penuh, sudah seperti baru. Tampak gagah dan mempunyai memoribilia yang sangat khas era kolonial. 
Usai Direstorasi
source: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=514444138601637&set=o.128356500529153&type=3

BELAJAR BERLAPANG DADA
Overall, seputar sejarah kereta api masa lampau mungkin kita banyak yang tidak mengalaminya. Sehingga "rasa memiliki" masyarakat sangat kurang. Ketika kondisi monumen rusak parah, kita tidak bisa menyalahkan sepihak saja. Namun dari kesadaran pribadi kita masing-masing seyogyanya memiliki rasa menghargai masa lampau. Dengan adanya kejadian seperti monumen gerbong ijo tersebut, baru masyarakat "bersuara" dan bahkan baru tahu kalau ada monumen semacam itu. Ini membuktikan kalau masyarakat terkadang "lupa" akan informasi di sekitar kita.
Kita Kadang Lupa Menjaga dan Melestarikan Benda Bersejarah
Di satu sisi aset perusahaan, masyarakat umum (seharusnya) tidak berhak memilikinya. Dengan pemindahan monumen tersebut ke Museum Kereta Api di Ambarawa, diharapkan P.T K.A bisa merestorasi, menjaga dan merawat agar tidak hancur ditelan jaman. Karena ini merupakan warisan kepada anak-cucu kita di bidang sejarah, maka kita harus menjaga bersama. 
Benda Cagar Budaya Harus Dijaga Bersama
Jangan sampai kita kehilangan jejak memori karena kita tidak peduli.
Salam Heritage !!!