Temanggung, Minggu 13 Oktober 2013
Setelah sehari sebelumnya menerima SMS dari Bagus Priyana selaku korlap (kordinasi lapangan) acara Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng, maka sesuai rencana kami mulai berkumpul di Monumen A. Yani taman Badaan, Jl. Pahlawan Magelang pada Minggu 13 Oktober 2013. Acara tersebut diagendakan mengunjungi situs: Gondosuli - Liyangan - Jumprit - Pringapus.
Jujur saja, acara kali ini para "Veteran" alias generasi yang cukup umur datang lebih awal daripada generasi anak muda.... haha.... cuma sekedar intermezo aja sih, meskipun sebenarnya tidak dibedakan generasinya :D
Sesuai rencana pada pukul 08.00 WIB, agenda awal adalah sesi bebas yang antara lain: saling interaksi berkenalan dan proses administrasi. Para peserta sangat antusias sekali dan tanpa adanya jarak antar peserta dapat bercengkrama. Acara yang murah meriah, hanya Rp 10.000,- ini mendapat antusiasme masyarakat Magelang terhadap Heritage yang cukup menggembirakan.
Hey hey!!! Ternyata peserta tidak hanya dari region Magelang saja, namun peserta ada yang dari Jogja, Sukoharjo, Semarang, bahkan dari Jakarta menyempatkan waktunya untuk mengikuti acara edukasi bertajuk Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng ini. Amazing !!! :D
Pukul 08.50 korlap mulai menjelaskan mekanisme acara yang akan dimulai. Secara sukarela ternyata mendapatkan bantuan dari rekan pengawal konvoi Forider asal Jogja untuk memandu rombongan sepeda motor kami menuju Temanggung. Total ada sekitar 40an peserta yang mengikuti acara ini. Cukup banyak peserta untuk sekelas komunitas modal kantong bolong.... hehe.... :D Unruk mengabadikan acara ini, ritual Komunitas KOTA TOEA MAGELANG biasanya "foto keluarga" terlebih dahulu, suasana mencair dalam saling eksis dan canda tawa.
|
Source: Pak Widoyoko |
Setelah doa bersama untuk kelancaran acara ini, kemudian pukul 09.05 kami memulai acara ini dengan perjalanan ke Temanggung mengguakan sepeda motor.
DJELADJAH TJANDI DI TEMANGGOENG
Tanah Kedu yang subur ini semenjak dahulu memiliki peradaban yang tinggi. Bagaikan harta karun yang tak ternilai harganya. Berbagai peninggalan berserakan di wilayah ini, termasuk peninggalan berupa situs dan candi yang merupakan peninggalan di jaman Hindu dan Budha.
Biasanya situs di Kedu masih saling berhubungan apabila ditarik benang merahnya. Banyak sejarah yang saling terkait antara situs satu ke situs yang lain. Banyak opini yang terlontar ketika membicarakan soal Candi. Ada yang berpendapat bahwa Candi akan awet sebagai benda sejarah ketika masih tertimbun dan tidak digali keberadaannya. Namun di satu sisi ada pula yang berpendapat bahwa sumber sejarah Candi harus berdasarkan fakta benda sejarah, maka harus digali keberadaannya. Ya, semuanya merupakan pembelajaran yang harus disikapi secara lapang dada dan terbuka.
|
Kantor Camat Parakan |
Kembali ke konvoi "pasukan" KTM, pukul 10.30 tiba di Parakan. Ada info dari mentor acara kami Indra Oktora bahwa akan ada bantuan lintas komunitas mengenai acara percandian kali ini. Di kantor Camat Parakan, kami melakukan pertemuan dengan
PRABUTARA (Perangkai Budaya nusantara). Adapun PRABUTARA ini bergerak di bidang yang sama dengna KTM, yaitu menjaga cagar budaya yang sudah ada mengumpulkan informasi dari masyarakat untuk kemudian bekerjasama dengan instansi terkait untuk melakukan penyelamatan dan pemeliharaan, melakukan inventarisasi cagar budaya yang ada di Temanggung.
Ini merupakan kolaborasi yang cukup bagus, karena info yang saling melengkapi. Berikut adalah urutan kegiatan KTM Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng:
Sumber mata air Umbul Jumprit berletak di Lereng Gunung Sindoro di desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Dalam serat Centini,karya sastra pujangga Jawa tahun Majapahit tahun 1815 menjelaskan bahwa Ki Jumprit adalah seorang ahli nujum dari kerajaan Majapahit. Ki Jumprit merupakan putra Brawijaya, Raja Majapahit. Ki Jumprit meninggalkan kerajaan agar bisa mengamalkan ilmu kesaktiannya kepada masyarakat. Sampai akhir hayatnya Ki Jumprit berada di Desa Tegalrejo tersebut dan disemayamkan tidak jauhdari Umbul Jumprit.
Proses pembelajaran kemudian berkembang, konon katanya kata Jumprit ini diambil dari: Jum Pait (Nujum Majapahit). Dan umbul Jumprit sudah ada dan digunakan pada jaman kerajaan Hindu - Budha.
Di sekitar mata air Umbul Jumprit, dikelilingi hutan yang rimbun yang dihuni kera dan habitat burung. 18 Januari 1987 Umbul Jumprit ditetapkan wisata hutan oleh Pemkab Temanggung. Para peziarah biasanya melakukan ritual ke makam Ki Jumprit yang berletak di bagian bawah umbul tersebut. Setelah bersemedi mengharap berkah dan keberuntungan, kemudian biasanya peziarah mandi kungkum di sumber mata air yang lokasinya berada di atas makam tersebut.
Bagi umat Budha, air Umbul Jumprit merupakan air suci dengan kadar spiritual yang bagus dari air umbul di seluruh Indonesia. Kemurnian air Umbul Jumprit ini sering digunakan biksu Budha untuk bermeditasi. Dan ketika hari besar Waisak, air Umbul Jumpri ini diambil sebagai salah satu simbol air suci.
Secara spiritual, Umbul Jumprit dianggap air yang paling suci di Indnesia. Dan dari sisi akademik, seorang peneliti dari Jerman meneliti air Umbul Jumprit ini, dan ternyata air Jumprit ini paling sedikit mengandung unsur bakteri patogen daripada umbul yang lain.
Terdapat Patung Bima, Semar, Hanoman dan Dewi yang merupakan unsur simbolik dari Hindu - Budha dan Kejawen memiliki akulturasi dan toleransi yang luar biasa di daerah tersebut.
wisata ziarah Rp 10.000 per orang,
wisata harian Rp 5.000 per orang
Rute kemudian disematkan oleh mas Candra selaku ketua PRABUTARA ke makam Kyai Terasan / Pangeran Gagak Baning. Sedikit kisah, ternyata ada hubungan antara Unmbul Jumprit dan Situs Liyangan, yaitu melewati makam yang dianggap sakral oleh warga sekitar. Ternyata banyak batuan candi berada di komplek makam tersebut. Mas Candra sedikit bercerita, kalau kecenderungan orang Jawa ketika menemukan reruntuhan candi adalah dijadikan makam atau bahan untuk membuat rumah.
Ini merupakan situs favorit para peserta KTM.... hehe.... Dibalik cerita masih misteri, dan masih dalam rekonstruksi.
Situs Liyangan merupakan situs purbakala yang berletak di Dusun liyangan, Desa Purbasari Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. Dengan jalan berliku dan berbatu susun, wilayah Candi ini berada di lereng Gunung Sindoro, dan ditemukan pada tahun 2008. Seperti biasa, penemuan situs pertama kali adalah talud, yoni, batuan candi dan arca. Namun ada yoni yang ditemukan sangat unik, karena ditemukan yoni dengan 3 lubang. Tidak hanya itu saja, ternyata situs Liyangan ini ditemukan perdusunan Mataram Kuna. Badan Arkeologi Yogyakarta menyimpulkan bahwa situs Liyangan ini berkarakter kompleks pemukiman, situs ritual dan situs pertanian.
Oh iya, pertengahan Maret 2013 Badan Arkeologi Yogyakarta juga menemukan struktur konstruksi yang luar biasa, yaitu Jalan Kuno. Menurut saya pribadi, ini merupakan konstruksi jalan yang sangat besar di era-nya. Saya belum pernah melihat dan mendapati jalan di jaman kerajaan sebesar itu sebelumnya. Dan dugaan saya pribadi, daerah Liyangan tersebut adalah daerah yang sangat penting di jamannya.
Ada juga dugaan menurut penuturan dari teman-teman PRABUTARA, bahwa ada 7 lapisan tanah yang menutupi situs, setiap lapisan tanah diperkirakan berumur 2-3 generasi. jika menggunakan perhitungan matematis, kira2 total umur lapisan itu antara 14 - 21 generasi. dan diperkirakan, situs ini dibangun sekitar tahun 400-an. Dan menurut teman-teman dari PRABUTARA, jika terdapat wujud (hadap) batuan yang berbeda, diduga ini terkubur oleh 3x lapisan lahar oleh Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Dieng.
Di Liyangan sekaligus melepas lelah dari terik matahari yang menyengat, pesreta KTM mendapat kejutan "amunisi" berupa mentho, makanan tradisional yang sangat nikmat.... hehe.... :D Sembari melanjutkan perjalanan menuju Candi Pringapus, pada pukul 13.05 di jalan kami mengagendakan bersifat fleksibel: ISOMA di Masjid Al Adlkha, desa Purbasari.
Setelah ISOMA sejenak, kami melanjutkan ke Candi Pringapus. Candi Pringapus dibangun pada tahun 772 C atau 850 masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika direstorasi pada tahun 1932. Relief Hapsara dan Hapsari, yang ada pada candi menggambarkan manusia setengah dewa. Dan candi Pringapus ini merupakan replika Mahameru yang digambarkan gunung tempat tinggal para dewa.
Tata letak candi Pringapus merupakan pola Jawa Tengah. Ini ditandai dengan adanya candi induk dan candi perwara. Candi yang masih tersisa adalah candi perwara yang terdapat arca Nandi (sapi) di dalamnya. Di kompleks candi juga ditemukan yoni yang dilambangkan perwujudan Uma (istri Siwa) sebagai alas arca Siwa yang dilambangkan lingga. Kemudian Lingga dan Yoni tersebut merupakan simbol kemakmuran dan kesuburan.
Sedikit info menarik sekitar candi adalah ditemukannya motif hiasan candi di bagian atap. Terdapat tutup atap candi semakin mengecil ke atas dan sifatnya bisa dibongkar (portable). Diduga dalam kesimpulan kecil fungsi konstruksi tersebut adalah sebagai penanda kalau ada gempa bumi ataupun badai besar maka yang lebih dahulu roboh adalah bagian terkecil dari atap tersebut (paling puncak). Inilah indikator untuk warga mengungsi atau berlindung dari ancaman bahaya alam. Dan diduga runtuhnya bangunan candi Pringapus di masa lampau adalah karena terpaan angin puting beliung yang teramat dahsyat.
Tidak jauh dari Candi Pringapus, sekitar 1 Km menuju ke Dusun Bongkol peserta KTM disematkan oleh PRABUTARA akan temuan yang sangat istimewa tentang batuan candi. Keramahtamahan warga beserta kearifan lokal membungkus kemasan istimewa tersebut. Di Bongkol, desa Candisari terdapat banyak batuan candi yg tersebar bahkan di dalam kamar rumah warga. Di rumah ibu Suratmi sudah turun temurun diceritakan kalau patung Ganesha (gajah) sudah ada di dalam kamar rumahnya. Ini sangat menarik, karena tenyata belum adanya perhatian dari dinas yang terkait.
Cerita berlanjut, tidak jauh dari dusun Bongkol sekitar 200 meter terdapat yoni yang sangat unik yang berada di tengah sawah, yaitu yoni berlubang 2 dan sai yoni besar berlubang 1. Keistimewaan yoni berlobang 2 ini adalah selama perjalanan jelajah sangat jarang ditemui yoni berlubang 2.
Wajah para peserta yang sudah kusut karena capai terlihat pada pukul 15.00. Kami memutuskan untuk menyinggahi rumah mas Candra selaku moderator kami dan ketua PRABUTARA. Ya, sedikit minuman pelepas dahaga dapat menjadi obat penawar capai sembari kami bercengkrama atas kemegahan beberapa situs yang sudah dilampaui sebelumnya.
4. Prasasti & Candi Gondosuli
Prasasti dan Candi gondosuli berletak di lokasi yang sama, yaitu di desa Gondosuli Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung.
Prasasti Gondosuli ini paling bersejarah di Kabupaten Temanggung. Dari sejarah masa lampau berupa prasasti ini berisi tentang gambaran kehidupan sosial masyarakat temanggung tempo dulu. Prasasti ini menjadi saksi kejayaan dinasti Sanjaya di pemerintahan Rakai Patahan (Rakaryan Patapan Pu Palar) sebagai mataram Hindu (Mataram Kuno). Ditulis pada tahun 832, informasi yang tertulis di prasasti ini memuat 11 baris tulisan dengan huruf Jawa Kuna dan menggunakan bahasa Melayu Kuna yang berisi:
- Menyebutkan Tokoh Yang Karayan Pu Palar
- Bangunan suci Sang Hyang Wintang (candi Gondosuli)
- Sengkalan di Sangaha Alas Partapan = th 754 C - 832 M
- Disamping itu menyebutkan pula kekuasaannya luas dan banyak saudaranya.
Candi Gondosuli berada di sebelah Prasasti Gondosuli. Candi Gondosuli diduga dibangun pada abad ke-9. candi ini berarsitektur Hindu dan diperkiraan dibangun Rakai Patapan yang merupakan anak Sanjaya raja pertama Mataram Hindu.
Candi Gondosuli ditemukan hanya reruntuhan yang berserakan. Sementara belum diketahui bentuk bangunan candi gondosuli. Pernah dilakukan penggalian situs oleh pihak tang terkait, namun dihentikan karena sekarang sudah menjadi makam. Namun menurut ahli purbakala dari Australia yang bernama Casparis, bentuk Candi Gondosuli ini tidak berbeda auh dengan candi yang di sekitarnya seperti di candi dieng, candi Gedongsongo maupun candi Pringapus.
|
Situs Dusun Ngadisari |
Pada pukul 16.15 penjelajahan KTM dan PRABUTARA berakhir di Dusun Ngadisari. Seperti pada halnya di Dusun Bongkol, banyak situs di Dusun Ngadisari ini berserakan, bahkan pemerintah yang terkaitpun belum tau keberadaannya. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi hal ini.
- Pertama adalah dari sisi masyarakat dusun Ngadisari yang harus lapang dada atas penemuan tersebut, dan wajib menjaga semua situs peninggalan dari pihak intern maupun pihak luar.
- Kedua dari pihak pemerintahan yang terkait belum adanya aksi yang nyata dalam menjaga, memelihara dan mengedukasi masyarakat atas peninggalan situs masa lampau.
Pada akhir acara, pada pukul 16.30 kami melepas lapar dan melepas rasa capai di salah satu warung makan padang. Ini merupakan pengalaman bersama KTM yang mengasyikkan, menghibur dan mengedukasi dalam acara Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng kali ini. Kami disuguhkan dengan kejayaan masa lampau yang sangat istimewa. Kami dibuat terkagum-kagum atas sepenggal misteri yang ada. Ya, semua kemegahan tersebut harus kita akui dan kita aktualisasikan dengan menjaga dan melestarikan semua peninggalan dan penemuan tersbut.
SAVE HERITAGE AND HISTORY IN THE WORLD ... !!!!