Saturday, 28 December 2013

PINTU AIR PENGATUR KALI MANGGIS - MAGELANG

Poncol - Magelang,
14 September 2012

Sejujurnya, lagi-lagi ini tulisankku yang lawas yang pernah muncul di group FB: KOTA TOEA MAGELANG.... hehe....
Karena ingin berbagi aja lewat blog, maka saya tuangkan biar para pembaca tahu tentang pintu air ini. Soalnya, terkadang orang Magelang pun tak begitu tahu arti pentingnya pintu air Poncol ini. :)

Tetibanya saya di Poncol, lebih tepatnya lokasi pintu air pengatur kali manggis Magelang, saya disapa oleh pria ramah sang penjaga pintu air. Dia bernama pak Muhidin. Sesekali menceritakan tentang keluarganya dan tentang fungsi pintu air tersebut. Ia telah mengabdi menjaga pintu air selama 27 tahun dengan 5x perpindahan lokasi. Dan dia tidak pernah mengeluh tentang pekerjaannya, terlebih di saat musim hujan dia akan selalu menjaga pintu air agar Magelang tetap aman dalam pengaturan air. SALUT !!!

Pernahkah terpikir apabila di Poncol tidak ada pintu air??? Pasti Magelang sudah banjir bandang karena air yang datang tidak diatur dengan baik....

Di era kolonial, tanggul buatan yang biasa disebut kali kotak (di Poncol) berperan penting karena sebagai pengairan sawah. Dan perlu adanya pengaturan debit air. Dan fungsi utama pintu air yang legendaris inilah sebagai pengatur debit air. Apabila debit air yang datang melebihi standar yang ada pada indikator, maka pintu air ini akan dibuka secara stimultan agar tidak mengalami banjir. Dan debit air yang datang juga dapat dikendalikan karena dapat dialihkan. Pengalihan/pembagian dari poncol ke daerah aliran yang lain juga melewati daerah Samban bawah.

#NB:
Oh iya, tulisan ini hanya berfokus pada pintu air saja.

Fakta:
yang menjadi unik dari bangunan ini adalah:

1. Pintu air yang terbuat dari kayu Ulin (biasa disebut dengan kayu besi) yang masih kuat sampai sekarang dan tidak lapuk, bahkan paku biasa tidak mampu menembus kayu ini.

2. Saluran air berundak

Friday, 20 December 2013

Museum Masuk Mall

Pernah mendengar jargon: Ayo Ke Museum !!!

Jargon tersebut merupakan ajakan kepada masyarakat agar lebih membudayakan tamasya edukasi ke museum. Dewasa ini di negara kita, tamasya ke museum sangat tidak populer. Dari hasil survey, tamasya ke museum menjadi destinasi terbawah. Di tulisan saya sebelumnya sudah saya paparkan mengapa wisata museum tidak populer. Fenomena tersebut ada pada tulisan saya yang ini: Museum Itu Tak Seharusnya Membosankan.

Nampaknya jargon tersebut masih kurang diminati untuk 1 tahun teakhir. Museum diminati katika terpaksa saja. Misalnya saja orang "bertamasya" karena tugas sekolah atau berdarma wisata saja. Jujur saja, memang susah mengembangkan museum. Kenapa saya katakan susah ??? Salah satu alasannya adalah gaya hidup yang berubah. Mungkin saja dulu destinasi tempat wisata hanya terbatas. Namun sekarang sangatlah beragam dan banyak destinasi dengan tujuan yang beragam pula.

Gaya hidup masyarakat semakin berkembang. Tidak hanya di kota besar, di kota kecil pun memiliki pola gaya hidup yang berubah juga. Saya contohkan, gaya hidup orang ke mall menjadi destinasi "tempat wisata". Saya soroti seperti itu karena disamping dianggap tempat refreshing modern oleh kalangan orang tertentu, ke mall juga diidentikkan dengan gaya hidup yang "update" dibandingkan mengunjungi museum yang tidak berkembang. Di samping itu juga, mall di jaman sekarang yang bukan merupakan tempat "elite" lagi ini menyajikan diskon yang membuat segelintir orang ingin ke mall daripada ke museum yang membosankan.
Ya, fenomena itu yang ditangkap oleh para penggiat museum dan pihak yang terkait dengan permuseuman. Secara hasil akhir saja, pengunjung mall jauh lebih banyak daripada pengunjung museum. Destinasi tujuan refreshing yang memiliki sisi edukasi seperti museum semakin terpojokkan.

Namun tidak hanya berkeluh kesah saja, museum sekarang juga lebih modern. Saya optimis kalau destinasi tamasya ke museum bisa ditingkatkan. Salah satu caranya adalah mengikuti perkembangan jaman dan mengikuti perilaku gaya hidup secara update. Pendekatan ini sudah seharusnya dilakukan agar museum lokal tidak tergilas jaman. Tidak ada salahnya cita rasa histori disajikan secara modern yang tidak membosankan.

Yuk kita bahas museum secara tidak membosankan:
MUSEUM MASUK MALL

Tema ini saya ambil karena ada sesuatu yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh mall yang ada di Magelang. Saya tidak menyoroti mallnya ya.... hehe.... yang saya soroti adalah apa yang dilakukan museum adalah sesuatu pendekatan yang unik, yaitu museum masuk mall.
Mengenalkan aspek sejarah, dengan sisipan kesenian lokal Magelang yang dilakukan di dalam mall memang tidak lazim. Namun menjadi pusat perhatian di mall ini berarti sebenarnya museum masih menjadi salah satu destinasi tempat bertamasya yang masih digemari. Hanya saja calon pengunjung menginginkan adanya "update" dengan jaman yang terus berjalan.

Dengan adanya kegiatan ini, maka semakin menyenangkan terlebih mengenalkan museum kepada anak muda. Museum yang masuk mall ini dianggap gaul dan dianggap mewakili gaya hidup anak muda yang trendi. Semua hal tersebut bisa dilakukan dengan menggandeng beberapa komunitas. Seperti acara tersebut, yang pernah dilakukan oleh Museum benteng Vredeburg Yogyakarta pda tanggal 7 - 10 Desember 2013 adalah menggandeng anak muda dari theater Fajar UMM (Universitas Muhammadiah Magelang) dan gabungan dengan kesenian UTM (Universitas Tidar Magelang). Kegiatan ini dilandaskan dengan tema: Pahlawan dan Kepahlawanan "belajar dari pahlawan".


Museum jangan canggung dalam menggandeng beberapa komunitas. Karena dengan menggandeng komunitas, maka destinasi museum bisa tetap berjaya. Tentunya dalam bekerjasama ini ada timbal balik yang sepadan. Akan sangat keren dan beken ketika kreativitas anak muda didukung sepenuhnya dengan kemasan yang tidak membosankan. Dan ternyata banyak pengunjung mall yaitu anak muda yang masih peduli dengan museum. 
Tari: Dayakan

KESIMPULAN PRIBADI
Jadi kesimpulannya adalah: anak muda menginginkan "kemasan" yang baru tentang museum. Dan saya sendiri optimis dengan pesona museum yang bisa "update" seperti fenomena Museum Masuk Mall, dan seyogyanya sikap skeptis pada museum dihilangkan, ya minimal dikurangi.... hehe.... 
yang diharapkan adalah masyarakat tidak meninggalkan sejarah begitu saja. 

Ya, Belajar Dari Pahlawan.... :)


Thursday, 19 December 2013

RUMAH BAYEMAN - MAGELANG (komparasi fotografi: Johanna Gerarda Jacoba)

Oh iya, sebenarnya ini tulisan lama saya yang pernah diposting di Group FB: KOTA TOEA MAGELANG
Sabtu, 1 Desember 2012

Rasa penasaran selalu terngiang ketika melintas rumah yang berada di Bayeman ini. Kring-kring, Sabtu pagi saya dan Anglir Kanaka bersepeda. Rute yang sama selalu diagendakan ketika bersepeda pagi adalah: Rumah - AlunAlun - Lapangan Rin - Lewat Pecinan - Pulang. Sembari olahraga dan refreshing, selalu tidak terlepas pandangan akan sesuatu hal yang menarik perhatian. Kebetulan pagi itu sempat merasakan es krim toko Bie Sing Ho di Poncol yang fenomenal sejak tahun 1945 sampai sekarang, dan masih eksis.

Cerita ini berawal ketika rute pulang bersepeda kami alihkan lewat Bayeman. Melihat rumah kuno khas Kolonial yang dipadukan dengan adat Jawa (NB. kolonial: besar dengan pekarangan di depan , Adat jawa: dengan pintu banyak di teras) sangat memekakan mata. Di sana kami melihat 3 pintu utama terbuka lebar dan anehnya kosong. Dalam hati ada pertanyaan, kenapa kosong??? Kemudian saya beranikan diri memasuki rumah tersebut karena perasaan "penasaran" saya akan arsitektur rumah tersebut.

Alangkah terkejutnya ketika mulai memasuki halaman, dan terlihat jelas dari depan sampai dalam rumah yang kosong tanpa benda di dalamnya. Dengan niatan baik kami berkunjung yang mendapati pak Muhndori sebagai penjaga baru. Baru setengah tahun ia menjaga rumah itu yang telah berpindah tangan belum lama ini. Perasaan cemas dan penuh spekulasi ketika adanya pindah tangan kepemilikan. Semoga pikiran buruk tidak terjadi :D

Dengan sedikit bercengkrama, saya mengeluarkan sedikit data dan foto yang sudah dipersiapkan mengenai rumah tersebut. Saya mendapati foto KITLV dan sedikit caption kalau Johanna Gerarda Jacoba pernah tinggal di sini pernah bekerja sebagai Guru atau Aktivis Bidang Kesehatan. Pendapat saya waktu itu adalah bahwa ia sering muncul di KITLV, bahkan banyak foto menampilkannya. Ini menunjukkan bahwa ia orang penting dan mempunyai peran vital di jamannya. Seiring bercerita dan meminta info di KTM sangat minim dan jarang orang yang tahu. Membuat saya semakin penasaran siapakah sebenarnya sosok Johanna Gerarda Jacoba yang konon pernah mendiami rumah ini dari 1927 - 1934.

Pikiran saya mentok dan tidak ada kata yang terucap kecuali kekaguman pada arsitektur tersebut. Sesekali saya SMS pak gub Bagus Priyana untuk mencari info. Dan ternyata dia pun kurang mengerti seluk beluk rumah ini dan kepemilikannya terdahulu.

Kesulitan utama dalam petualangan kali ini adalah menggali info yang terkait dengan rumah ini beserta pemiliknya. Karena minimnya informasi, dugaan sementara rumah ini adalah milik dokter ternama: Meneer Bijveled kepala RS Tentara di Magelang. Kemungkinan besar, Johanna Gerarda Jacoba adalah sahabat atau masih kerabat dengan Meneer Bijveled. Sosok yang akrab dipanggil An Weigman ini tinggal di Jl Bayeman, di pavilliun yang pernah dipakai praktek Dokter Narto, spesialis anak 

Sedikit bercerita tentang deskripsi rumah:
- Memiliki Paviliun dengan rumah terpisah
- 1 Rumah utama dengan 4 Kamar, 1 teras depan, 1 Ruang Tamu, 1 ruang makan, 1 kamar mandi dalam.
- satu kamar yang saling terhubung dengan satu kamar lainnya (dengan pintu)
- di bagian belakang ada kamar bersekat (diduga ada kamar pembantu saat itu)
- Taman kecil di belakang rumah
- Setiap kamar ada wastafel

Perasaan kagum dan terheran-heran melingkupi saya karena impian saya terkabul memasuki rumah tersebut... hehe...




Jujur, saya bukan fotografer handal. Hanya berbekalkan SE K618i, Canon IXUS 800 IS dan melihat data foto lawas yang ada di KITLV sekitar tahun 1928 kami berhasil melakukan tapak tilas foto sangat menarik sebagai tujuan utama saya. Berasa seperti sinyo dan noni waktu itu. Membayangkan bagaimana saat itu minum teh di kebun dan camilan lawas biskuit khas Belanda di pagi hari yang masih sejuk di kala itu.
Source: Klik
Sangat menyenangkan ketika kita terhanyut dalam suasana yang sebenarnya terpaut hampir 1 Abad. Perasaan haru juga terlintas ketika kita belum tahu bagaimana kondisi bangunan ini ke depan. Terlebih bagaimana pemerintah cepat tanggap soal bangunan kuno yang memiliki nilai "iSurprise dan iSee" untuk wisata kolonial. Semoga kita bersama dapat menjaga semua bangunan tua yang ada di Magelang. Tidak hanya mementingkan aspek ekonomi (membangun bangunan baru dengan menghancurkan bangunan lama).
Namun bagaimana cara kita menghargai kebudayaan dan arsitektur di era sebelum kita.

Siapakah Sebenarnya Johanna Gerarda Jacoba ???
Jujur, infonya sangat minim dan saya pribadi sangat kesulitan dalam menggali info di berbagai sumber. Menurut album KITLV Nyonya itu bernama Johanna Gerarda Jacoba Wiegmans (An Wiegmans). Lahir di Vreeland 1896 dan meninggal di Den Haag 1987. Pernah tinggal di Magelang sekitar 1927 - 1934 dan di Poerworedjo 1935. Ia seorang pekerja sosial di bidang kesehatan masyarakat, tapi pernah juga mengajar di kelas MULO. MULO (singkatan dari bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) adalah Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda di Indonesia.
Source: Klik
Tahun 1935 Johanna Gerarda Jacoba Wiegmans (kanan) melakukan perjalanan pulang menggunakan kereta api dari Marseille (Prancis) menuju Belanda. Gadis 38 tahun kelahiran Vreeland 10 Januari 1896 ini mungkin lelah, namun ia puas telah keliling separuh dunia. Ia telah tinggal di Magelang selama 7 tahun dari tahun 1927 hingga 1934. Selama tinggal di Magelang ia telah menelusuri daerah wisata di pelosok Magelang, juga keluar kota ke Purworejo, Kuningan, Garut, Majalengka, Subang, Lembang, Bali, dan Lombok.
 
Sewaktu berangkat menuju Hindia Belanda, ia mampir di Genoa (Italia), United Kingdom (Inggris), Singapura, dan Algeria melalui Terusan Suez dan Port Said. Saat pulang ke negerinya, ia juga mampir di Colombo (Srilanka) dan meneruskan perjalanan pulang menggunakan kereta api dari Marseille (Prancis).

Anak dari Martinus Wiegmans dan Agnes van Deudekom ini mungkin juga ingin segera bertemu dengan kakak-kakaknya di Belanda yaitu Franciscus Johannes Wiegmans, Agnes Christina Wiegmans, Carolus Camiel August Baerwaldt, Helena Gerarda Maria Wiegmans, Jakobus Hendrikus Franciscus Bernsen, serta dua adik kesayangannya yaitu Agnes Christina Wiegmans dan Maria Martina Wiegmans.
 
Selamat tinggal Magelang, aku akan melanjutkan hidup di Den Haag. 
 
SAVE HERITAGE AND HISTORY IN MAGELANG.

#TIPS
tips agar kita bisa mendapatkan kesempatan masuk/mendokumentasikan seperti ini, karena anda tidak akan punya waktu banyak untuk mengumpulkan data lapangan:

- Pelajari materi target.
- Kalau bisa memiliki data (tertulis dan foto lengkap).
- Itikat baik mencari info dengan komunikasi yang baik.

Ternyata cara seperti ini terdengar oleh wartawan dari media harian Republika waktu itu (Minggu, 26 Mei 2013 halaman 5, rubrik Jelajah). Dalam rubrik tersebut dijelaskan bagaimana suka duka saya dalam mendapatkan info terkait dengan rumah Bayeman tersebut. Tidak hanya saya yang mendapatkan kesempatan ini, namun Dwi Fatrianto asal Surabaya juga mendapatkan kesempatan yang sama dalam rubrik tersebut. Sangat beruntung saya bisa menginfokan tentang Magelang lewat media yang bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.
sumber foto lama:
http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/grid/form/advanced?q_searchfield=Johanna+Gerarda+Jacoba

Monday, 14 October 2013

Review: DJELADJAH TJANDI DI TEMANGGOENG

Temanggung, Minggu 13 Oktober 2013

Selamat pagi saya ucapkan kepada rekan-rekan KOTA TOEA MAGELANG.
Setelah sehari sebelumnya menerima SMS dari Bagus Priyana selaku korlap (kordinasi lapangan) acara Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng, maka sesuai rencana kami mulai berkumpul di Monumen A. Yani taman Badaan, Jl. Pahlawan Magelang pada Minggu 13 Oktober 2013. Acara tersebut diagendakan mengunjungi situs: Gondosuli - Liyangan - Jumprit - Pringapus.

Jujur saja, acara kali ini para "Veteran" alias generasi yang cukup umur datang lebih awal daripada generasi anak muda.... haha.... cuma sekedar intermezo aja sih, meskipun sebenarnya tidak dibedakan generasinya :D

Sesuai rencana pada pukul 08.00 WIB, agenda awal adalah sesi bebas yang antara lain: saling interaksi berkenalan dan proses administrasi. Para peserta sangat antusias sekali dan tanpa adanya jarak antar peserta dapat bercengkrama. Acara yang murah meriah, hanya Rp 10.000,- ini mendapat antusiasme masyarakat Magelang terhadap Heritage yang cukup menggembirakan.
Hey hey!!! Ternyata peserta tidak hanya dari region Magelang saja, namun peserta ada yang dari Jogja, Sukoharjo, Semarang, bahkan dari Jakarta menyempatkan waktunya untuk mengikuti acara edukasi bertajuk Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng ini. Amazing !!! :D

Pukul 08.50 korlap mulai menjelaskan mekanisme acara yang akan dimulai. Secara sukarela ternyata mendapatkan bantuan dari rekan pengawal konvoi Forider asal Jogja untuk memandu rombongan sepeda motor kami menuju Temanggung. Total ada sekitar 40an peserta yang mengikuti acara ini. Cukup banyak peserta untuk sekelas komunitas modal kantong bolong.... hehe.... :D Unruk mengabadikan acara ini, ritual Komunitas KOTA TOEA MAGELANG biasanya "foto keluarga" terlebih dahulu, suasana mencair dalam saling eksis dan canda tawa.
Source: Pak Widoyoko
Setelah doa bersama untuk kelancaran acara ini, kemudian pukul 09.05 kami memulai acara ini dengan perjalanan ke Temanggung mengguakan sepeda motor.

DJELADJAH TJANDI DI TEMANGGOENG
Tanah Kedu yang subur ini semenjak dahulu memiliki peradaban yang tinggi. Bagaikan harta karun yang tak ternilai harganya. Berbagai peninggalan berserakan di wilayah ini, termasuk peninggalan berupa situs dan candi yang merupakan peninggalan di jaman Hindu dan Budha.
Biasanya situs di Kedu masih saling berhubungan apabila ditarik benang merahnya. Banyak sejarah yang saling terkait antara situs satu ke situs yang lain. Banyak opini yang terlontar ketika membicarakan soal Candi. Ada yang berpendapat bahwa Candi akan awet sebagai benda sejarah ketika masih tertimbun dan tidak digali keberadaannya. Namun di satu sisi ada pula yang berpendapat bahwa sumber sejarah Candi harus berdasarkan fakta benda sejarah, maka harus digali keberadaannya. Ya, semuanya merupakan pembelajaran yang harus disikapi secara lapang dada dan terbuka.
Kantor Camat Parakan
Kembali ke konvoi "pasukan" KTM, pukul 10.30 tiba di Parakan. Ada info dari mentor acara kami Indra Oktora bahwa akan ada bantuan lintas komunitas mengenai acara percandian kali ini. Di kantor Camat Parakan, kami melakukan pertemuan dengan PRABUTARA (Perangkai Budaya nusantara). Adapun PRABUTARA ini bergerak di bidang yang sama dengna KTM, yaitu menjaga cagar budaya yang sudah ada mengumpulkan informasi dari masyarakat untuk kemudian bekerjasama dengan instansi terkait untuk melakukan penyelamatan dan pemeliharaan, melakukan inventarisasi cagar budaya yang ada di Temanggung.
Ini merupakan kolaborasi yang cukup bagus, karena info yang saling melengkapi. Berikut adalah urutan kegiatan KTM Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng:

1. Umbul Jumprit

Sumber mata air Umbul Jumprit berletak di Lereng Gunung Sindoro di desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Dalam serat Centini,karya sastra pujangga Jawa tahun Majapahit tahun 1815 menjelaskan bahwa Ki Jumprit adalah seorang ahli nujum dari kerajaan Majapahit. Ki Jumprit merupakan putra Brawijaya, Raja Majapahit. Ki Jumprit meninggalkan kerajaan agar bisa mengamalkan ilmu kesaktiannya kepada masyarakat. Sampai akhir hayatnya Ki Jumprit berada di Desa Tegalrejo tersebut dan disemayamkan tidak jauhdari Umbul Jumprit. 
Proses pembelajaran kemudian berkembang, konon katanya kata Jumprit ini diambil dari: Jum Pait (Nujum Majapahit). Dan umbul Jumprit sudah ada dan digunakan pada jaman kerajaan Hindu - Budha.

Di sekitar mata air Umbul Jumprit, dikelilingi hutan yang rimbun yang dihuni kera dan habitat burung. 18 Januari 1987 Umbul Jumprit ditetapkan wisata hutan oleh Pemkab Temanggung. Para peziarah biasanya melakukan ritual  ke makam Ki Jumprit yang berletak di bagian bawah umbul tersebut. Setelah bersemedi mengharap berkah dan keberuntungan, kemudian biasanya peziarah mandi kungkum di sumber mata air yang lokasinya berada di atas makam tersebut. 

Bagi umat Budha, air Umbul Jumprit merupakan air suci dengan kadar spiritual yang bagus dari air umbul di seluruh Indonesia. Kemurnian air Umbul Jumprit ini sering digunakan biksu Budha untuk bermeditasi. Dan ketika hari besar Waisak, air Umbul Jumpri ini diambil sebagai salah satu simbol air suci. 
Secara spiritual, Umbul Jumprit dianggap air yang paling suci di Indnesia. Dan dari sisi akademik, seorang peneliti dari Jerman meneliti air Umbul Jumprit ini, dan ternyata air Jumprit ini paling sedikit mengandung unsur bakteri patogen daripada umbul yang lain.


Data:
Terdapat Patung Bima, Semar, Hanoman dan Dewi yang merupakan unsur simbolik dari Hindu - Budha dan Kejawen memiliki akulturasi dan toleransi yang luar biasa di daerah tersebut.

info:
wisata ziarah Rp 10.000 per orang, 
wisata harian Rp 5.000 per orang

Rute kemudian disematkan oleh mas Candra selaku ketua PRABUTARA ke makam Kyai Terasan / Pangeran Gagak Baning. Sedikit kisah, ternyata ada hubungan antara Unmbul Jumprit dan Situs Liyangan, yaitu melewati makam yang dianggap sakral oleh warga sekitar. Ternyata banyak batuan candi berada di komplek makam tersebut. Mas Candra sedikit bercerita, kalau kecenderungan orang Jawa ketika menemukan reruntuhan candi adalah dijadikan makam atau bahan untuk membuat rumah.

2. Situs Liyangan
Ini merupakan situs favorit para peserta KTM.... hehe.... Dibalik cerita masih misteri, dan masih dalam rekonstruksi.

Situs Liyangan merupakan situs purbakala yang berletak di Dusun liyangan, Desa Purbasari Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung. Dengan jalan berliku dan berbatu susun, wilayah Candi ini berada di lereng Gunung Sindoro, dan ditemukan pada tahun 2008. Seperti biasa, penemuan situs pertama kali adalah talud, yoni, batuan candi dan arca. Namun ada yoni yang ditemukan sangat unik, karena ditemukan yoni dengan 3 lubang. Tidak hanya itu saja, ternyata situs Liyangan ini ditemukan perdusunan Mataram Kuna. Badan Arkeologi Yogyakarta menyimpulkan bahwa situs Liyangan ini berkarakter kompleks pemukiman, situs ritual dan situs pertanian.

Oh iya, pertengahan Maret 2013 Badan Arkeologi Yogyakarta juga menemukan struktur konstruksi yang luar biasa, yaitu Jalan Kuno. Menurut saya pribadi, ini merupakan konstruksi jalan yang sangat besar di era-nya. Saya belum pernah melihat dan mendapati jalan di jaman kerajaan sebesar itu sebelumnya. Dan dugaan saya pribadi, daerah Liyangan tersebut adalah daerah yang sangat penting di jamannya.

Ada juga dugaan menurut penuturan dari teman-teman PRABUTARA, bahwa ada 7 lapisan tanah yang menutupi situs, setiap lapisan tanah diperkirakan berumur 2-3 generasi. jika menggunakan perhitungan matematis, kira2 total umur lapisan itu antara 14 - 21 generasi. dan diperkirakan, situs ini dibangun sekitar tahun 400-an. Dan menurut teman-teman dari PRABUTARA, jika terdapat wujud (hadap) batuan yang berbeda, diduga ini terkubur oleh 3x lapisan lahar oleh Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Dieng.

Di Liyangan sekaligus melepas lelah dari terik matahari yang menyengat, pesreta KTM mendapat kejutan "amunisi" berupa mentho, makanan tradisional yang sangat nikmat.... hehe.... :D Sembari melanjutkan perjalanan menuju Candi Pringapus, pada pukul 13.05 di jalan kami mengagendakan bersifat fleksibel: ISOMA di Masjid Al Adlkha, desa Purbasari.


3. Candi Pringapus

Setelah ISOMA sejenak, kami melanjutkan ke Candi Pringapus. Candi Pringapus dibangun pada tahun 772 C atau 850 masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika direstorasi pada tahun 1932. Relief Hapsara dan Hapsari, yang ada pada candi menggambarkan manusia setengah dewa. Dan candi Pringapus ini merupakan replika Mahameru yang digambarkan gunung tempat tinggal para dewa.

Tata letak candi Pringapus merupakan pola Jawa Tengah. Ini ditandai dengan adanya candi induk dan candi perwara. Candi yang masih tersisa adalah candi perwara yang terdapat arca Nandi (sapi) di dalamnya. Di kompleks candi juga ditemukan yoni yang dilambangkan perwujudan Uma (istri Siwa) sebagai alas arca Siwa yang dilambangkan lingga. Kemudian Lingga dan Yoni tersebut merupakan simbol kemakmuran dan kesuburan.

Sedikit info menarik sekitar candi adalah ditemukannya motif hiasan candi di bagian atap. Terdapat tutup atap candi semakin mengecil ke atas dan sifatnya bisa dibongkar (portable). Diduga dalam kesimpulan kecil fungsi konstruksi tersebut adalah sebagai penanda kalau ada gempa bumi ataupun badai besar maka yang lebih dahulu roboh adalah bagian terkecil dari atap tersebut (paling puncak). Inilah indikator untuk warga mengungsi atau berlindung dari ancaman bahaya alam. Dan diduga runtuhnya bangunan candi Pringapus di masa lampau adalah karena terpaan angin puting beliung yang teramat dahsyat.

Tidak jauh dari Candi Pringapus, sekitar 1 Km menuju ke Dusun Bongkol peserta KTM disematkan oleh PRABUTARA akan temuan yang sangat istimewa tentang batuan candi. Keramahtamahan warga beserta kearifan lokal membungkus kemasan istimewa tersebut. Di Bongkol, desa Candisari terdapat banyak batuan candi yg tersebar bahkan di dalam kamar rumah warga. Di rumah ibu Suratmi sudah turun temurun diceritakan kalau patung Ganesha (gajah) sudah ada di dalam kamar rumahnya. Ini sangat menarik, karena tenyata belum adanya perhatian dari dinas yang terkait.

Cerita berlanjut, tidak jauh dari dusun Bongkol sekitar 200 meter terdapat yoni yang sangat unik yang berada di tengah sawah, yaitu yoni berlubang 2 dan sai yoni besar berlubang 1. Keistimewaan yoni berlobang 2 ini adalah selama perjalanan jelajah sangat jarang ditemui yoni berlubang 2.



Wajah para peserta yang sudah kusut karena capai terlihat pada pukul 15.00. Kami memutuskan untuk menyinggahi rumah mas Candra selaku moderator kami dan ketua PRABUTARA. Ya, sedikit minuman pelepas dahaga dapat menjadi obat penawar capai sembari kami bercengkrama atas kemegahan beberapa situs yang sudah dilampaui sebelumnya.


4. Prasasti & Candi Gondosuli
Prasasti dan Candi gondosuli berletak di lokasi yang sama, yaitu di desa Gondosuli Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. 

Prasasti Gondosuli ini paling bersejarah di Kabupaten Temanggung. Dari sejarah masa lampau berupa prasasti ini berisi tentang gambaran kehidupan sosial masyarakat temanggung tempo dulu. Prasasti ini menjadi saksi kejayaan dinasti Sanjaya di pemerintahan Rakai Patahan (Rakaryan Patapan Pu Palar) sebagai mataram Hindu (Mataram Kuno). Ditulis pada tahun 832, informasi yang tertulis di prasasti ini memuat 11 baris tulisan dengan huruf Jawa Kuna dan menggunakan bahasa Melayu Kuna yang berisi:
- Menyebutkan Tokoh Yang Karayan Pu Palar
- Bangunan suci Sang Hyang Wintang (candi Gondosuli)
- Sengkalan di Sangaha Alas Partapan = th 754 C - 832 M
- Disamping itu menyebutkan pula kekuasaannya luas dan banyak saudaranya.


Candi Gondosuli berada di sebelah Prasasti Gondosuli. Candi Gondosuli diduga dibangun pada abad ke-9. candi ini berarsitektur Hindu dan diperkiraan dibangun Rakai Patapan yang merupakan anak Sanjaya raja pertama Mataram Hindu. 
Candi Gondosuli ditemukan hanya reruntuhan yang berserakan. Sementara belum diketahui bentuk bangunan candi gondosuli. Pernah dilakukan penggalian situs oleh pihak tang terkait, namun dihentikan karena sekarang sudah menjadi makam. Namun menurut ahli purbakala dari Australia yang bernama Casparis, bentuk Candi Gondosuli ini tidak berbeda auh dengan candi yang di sekitarnya seperti di candi dieng, candi Gedongsongo maupun candi Pringapus.


Situs Dusun Ngadisari
Pada pukul 16.15 penjelajahan KTM dan PRABUTARA berakhir di Dusun Ngadisari. Seperti pada halnya di Dusun Bongkol, banyak situs di Dusun Ngadisari ini berserakan, bahkan pemerintah yang terkaitpun belum tau keberadaannya. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi hal ini. 
- Pertama adalah dari sisi masyarakat dusun Ngadisari yang harus lapang dada atas penemuan tersebut, dan wajib menjaga semua situs peninggalan dari pihak intern maupun pihak luar. 
- Kedua dari pihak pemerintahan yang terkait belum adanya aksi yang nyata dalam menjaga, memelihara dan mengedukasi masyarakat atas peninggalan situs masa lampau.

Pada akhir acara, pada pukul 16.30 kami melepas lapar dan melepas rasa capai di salah satu warung makan padang. Ini merupakan pengalaman bersama KTM yang mengasyikkan, menghibur dan mengedukasi dalam acara Djeladjah Tjandi Di Temanggoeng kali ini. Kami disuguhkan dengan kejayaan masa lampau yang sangat istimewa. Kami dibuat terkagum-kagum atas sepenggal misteri yang ada. Ya, semua kemegahan tersebut harus kita akui dan kita aktualisasikan dengan menjaga dan melestarikan semua peninggalan dan penemuan tersbut.
SAVE HERITAGE AND HISTORY IN THE WORLD ... !!!!