Oh iya, sebenarnya ini tulisan lama saya yang pernah diposting di Group FB: KOTA TOEA MAGELANG
Sabtu, 1 Desember 2012
Rasa penasaran selalu terngiang ketika melintas rumah yang berada di Bayeman ini. Kring-kring, Sabtu pagi saya dan Anglir Kanaka bersepeda. Rute yang sama selalu diagendakan ketika bersepeda pagi adalah: Rumah - AlunAlun - Lapangan Rin - Lewat Pecinan - Pulang. Sembari olahraga dan refreshing, selalu tidak terlepas pandangan akan sesuatu hal yang menarik perhatian. Kebetulan pagi itu sempat merasakan es krim toko Bie Sing Ho di Poncol yang fenomenal sejak tahun 1945 sampai sekarang, dan masih eksis.
Cerita ini berawal ketika rute pulang bersepeda kami alihkan lewat Bayeman. Melihat rumah kuno khas Kolonial yang dipadukan dengan adat Jawa (NB. kolonial: besar dengan pekarangan di depan , Adat jawa: dengan pintu banyak di teras) sangat memekakan mata. Di sana kami melihat 3 pintu utama terbuka lebar dan anehnya kosong. Dalam hati ada pertanyaan, kenapa kosong??? Kemudian saya beranikan diri memasuki rumah tersebut karena perasaan "penasaran" saya akan arsitektur rumah tersebut.
Alangkah terkejutnya ketika mulai memasuki halaman, dan terlihat jelas dari depan sampai dalam rumah yang kosong tanpa benda di dalamnya. Dengan niatan baik kami berkunjung yang mendapati pak Muhndori sebagai penjaga baru. Baru setengah tahun ia menjaga rumah itu yang telah berpindah tangan belum lama ini. Perasaan cemas dan penuh spekulasi ketika adanya pindah tangan kepemilikan. Semoga pikiran buruk tidak terjadi :D
Dengan sedikit bercengkrama, saya mengeluarkan sedikit data dan foto yang sudah dipersiapkan mengenai rumah tersebut. Saya mendapati foto KITLV dan sedikit caption kalau Johanna Gerarda Jacoba pernah tinggal di sini pernah bekerja sebagai Guru atau Aktivis Bidang Kesehatan. Pendapat saya waktu itu adalah bahwa ia sering muncul di KITLV, bahkan banyak foto menampilkannya. Ini menunjukkan bahwa ia orang penting dan mempunyai peran vital di jamannya. Seiring bercerita dan meminta info di KTM sangat minim dan jarang orang yang tahu. Membuat saya semakin penasaran siapakah sebenarnya sosok Johanna Gerarda Jacoba yang konon pernah mendiami rumah ini dari 1927 - 1934.
Pikiran saya mentok dan tidak ada kata yang terucap kecuali kekaguman pada arsitektur tersebut. Sesekali saya SMS pak gub Bagus Priyana untuk mencari info. Dan ternyata dia pun kurang mengerti seluk beluk rumah ini dan kepemilikannya terdahulu.
Cerita ini berawal ketika rute pulang bersepeda kami alihkan lewat Bayeman. Melihat rumah kuno khas Kolonial yang dipadukan dengan adat Jawa (NB. kolonial: besar dengan pekarangan di depan , Adat jawa: dengan pintu banyak di teras) sangat memekakan mata. Di sana kami melihat 3 pintu utama terbuka lebar dan anehnya kosong. Dalam hati ada pertanyaan, kenapa kosong??? Kemudian saya beranikan diri memasuki rumah tersebut karena perasaan "penasaran" saya akan arsitektur rumah tersebut.
Alangkah terkejutnya ketika mulai memasuki halaman, dan terlihat jelas dari depan sampai dalam rumah yang kosong tanpa benda di dalamnya. Dengan niatan baik kami berkunjung yang mendapati pak Muhndori sebagai penjaga baru. Baru setengah tahun ia menjaga rumah itu yang telah berpindah tangan belum lama ini. Perasaan cemas dan penuh spekulasi ketika adanya pindah tangan kepemilikan. Semoga pikiran buruk tidak terjadi :D
Dengan sedikit bercengkrama, saya mengeluarkan sedikit data dan foto yang sudah dipersiapkan mengenai rumah tersebut. Saya mendapati foto KITLV dan sedikit caption kalau Johanna Gerarda Jacoba pernah tinggal di sini pernah bekerja sebagai Guru atau Aktivis Bidang Kesehatan. Pendapat saya waktu itu adalah bahwa ia sering muncul di KITLV, bahkan banyak foto menampilkannya. Ini menunjukkan bahwa ia orang penting dan mempunyai peran vital di jamannya. Seiring bercerita dan meminta info di KTM sangat minim dan jarang orang yang tahu. Membuat saya semakin penasaran siapakah sebenarnya sosok Johanna Gerarda Jacoba yang konon pernah mendiami rumah ini dari 1927 - 1934.
Pikiran saya mentok dan tidak ada kata yang terucap kecuali kekaguman pada arsitektur tersebut. Sesekali saya SMS pak gub Bagus Priyana untuk mencari info. Dan ternyata dia pun kurang mengerti seluk beluk rumah ini dan kepemilikannya terdahulu.
Kesulitan utama dalam petualangan kali ini adalah menggali info yang terkait dengan rumah ini beserta pemiliknya. Karena minimnya informasi, dugaan sementara rumah ini adalah milik
dokter ternama: Meneer Bijveled kepala RS Tentara di Magelang. Kemungkinan besar, Johanna Gerarda Jacoba adalah sahabat atau masih kerabat dengan Meneer Bijveled. Sosok yang akrab dipanggil An Weigman ini tinggal di Jl
Bayeman, di pavilliun yang pernah dipakai praktek Dokter Narto, spesialis
anak
Sedikit bercerita tentang deskripsi rumah:
- Memiliki Paviliun dengan rumah terpisah
- 1 Rumah utama dengan 4 Kamar, 1 teras depan, 1 Ruang Tamu, 1 ruang makan, 1 kamar mandi dalam.
- satu kamar yang saling terhubung dengan satu kamar lainnya (dengan pintu)
- di bagian belakang ada kamar bersekat (diduga ada kamar pembantu saat itu)
- Taman kecil di belakang rumah
- Setiap kamar ada wastafel
Perasaan kagum dan terheran-heran melingkupi saya karena impian saya terkabul memasuki rumah tersebut... hehe...
Jujur, saya bukan fotografer handal. Hanya berbekalkan SE K618i, Canon IXUS 800 IS dan melihat data foto lawas yang ada di KITLV sekitar tahun 1928 kami berhasil melakukan tapak tilas foto sangat menarik sebagai tujuan utama saya. Berasa seperti sinyo dan noni waktu itu. Membayangkan bagaimana saat itu minum teh di kebun dan camilan lawas biskuit khas Belanda di pagi hari yang masih sejuk di kala itu.
Source: Klik |
Sangat menyenangkan ketika kita terhanyut dalam suasana yang sebenarnya terpaut hampir 1 Abad. Perasaan haru juga terlintas ketika kita belum tahu bagaimana kondisi bangunan ini ke depan. Terlebih bagaimana pemerintah cepat tanggap soal bangunan kuno yang memiliki nilai "iSurprise dan iSee" untuk wisata kolonial. Semoga kita bersama dapat menjaga semua bangunan tua yang ada di Magelang. Tidak hanya mementingkan aspek ekonomi (membangun bangunan baru dengan menghancurkan bangunan lama).
Namun bagaimana cara kita menghargai kebudayaan dan arsitektur di era sebelum kita.
Namun bagaimana cara kita menghargai kebudayaan dan arsitektur di era sebelum kita.
Siapakah Sebenarnya Johanna Gerarda Jacoba ???
Jujur, infonya sangat minim dan saya pribadi sangat kesulitan dalam menggali info di berbagai sumber. Menurut
album KITLV Nyonya itu bernama Johanna Gerarda Jacoba Wiegmans (An
Wiegmans). Lahir di Vreeland 1896 dan meninggal di Den Haag 1987.
Pernah tinggal di Magelang sekitar 1927 - 1934 dan di Poerworedjo 1935.
Ia seorang pekerja sosial di bidang kesehatan masyarakat, tapi pernah juga
mengajar di kelas MULO. MULO (singkatan dari bahasa Belanda: Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) adalah Sekolah Menengah Pertama pada zaman
kolonial Belanda di Indonesia.
Source: Klik |
Tahun 1935 Johanna Gerarda Jacoba Wiegmans (kanan) melakukan perjalanan pulang menggunakan kereta api dari Marseille (Prancis) menuju Belanda. Gadis 38 tahun kelahiran Vreeland 10 Januari 1896 ini mungkin lelah, namun ia puas telah keliling separuh dunia. Ia telah tinggal di Magelang selama 7 tahun dari tahun 1927 hingga 1934. Selama tinggal di Magelang ia telah menelusuri daerah wisata di pelosok Magelang, juga keluar kota ke Purworejo, Kuningan, Garut, Majalengka, Subang, Lembang, Bali, dan Lombok.
Anak dari Martinus Wiegmans dan Agnes van Deudekom ini mungkin juga ingin segera bertemu dengan kakak-kakaknya di Belanda yaitu Franciscus Johannes Wiegmans, Agnes Christina Wiegmans, Carolus Camiel August Baerwaldt, Helena Gerarda Maria Wiegmans, Jakobus Hendrikus Franciscus Bernsen, serta dua adik kesayangannya yaitu Agnes Christina Wiegmans dan Maria Martina Wiegmans.
SAVE HERITAGE AND HISTORY IN MAGELANG.
Sewaktu berangkat menuju Hindia Belanda, ia mampir di Genoa (Italia), United Kingdom (Inggris), Singapura, dan Algeria melalui Terusan Suez dan Port Said. Saat pulang ke negerinya, ia juga mampir di Colombo (Srilanka) dan meneruskan perjalanan pulang menggunakan kereta api dari Marseille (Prancis).
Anak dari Martinus Wiegmans dan Agnes van Deudekom ini mungkin juga ingin segera bertemu dengan kakak-kakaknya di Belanda yaitu Franciscus Johannes Wiegmans, Agnes Christina Wiegmans, Carolus Camiel August Baerwaldt, Helena Gerarda Maria Wiegmans, Jakobus Hendrikus Franciscus Bernsen, serta dua adik kesayangannya yaitu Agnes Christina Wiegmans dan Maria Martina Wiegmans.
Selamat tinggal Magelang, aku akan melanjutkan hidup di Den Haag.
SAVE HERITAGE AND HISTORY IN MAGELANG.
#TIPS
tips agar kita bisa mendapatkan kesempatan masuk/mendokumentasikan seperti ini, karena anda tidak akan punya waktu banyak untuk mengumpulkan data lapangan:
- Pelajari materi target.
- Kalau bisa memiliki data (tertulis dan foto lengkap).
- Itikat baik mencari info dengan komunikasi yang baik.
- Pelajari materi target.
- Kalau bisa memiliki data (tertulis dan foto lengkap).
- Itikat baik mencari info dengan komunikasi yang baik.
Ternyata cara seperti ini terdengar oleh wartawan dari media harian Republika waktu itu (Minggu, 26 Mei 2013 halaman 5, rubrik Jelajah). Dalam rubrik tersebut dijelaskan bagaimana suka duka saya dalam mendapatkan info terkait dengan rumah Bayeman tersebut. Tidak hanya saya yang mendapatkan kesempatan ini, namun Dwi Fatrianto asal Surabaya juga mendapatkan kesempatan yang sama dalam rubrik tersebut. Sangat beruntung saya bisa menginfokan tentang Magelang lewat media yang bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.
sumber foto lama:
http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/grid/form/advanced?q_searchfield=Johanna+Gerarda+Jacoba
manteb ulasannya.. udah pas jadi penjelajah lintas waktu hehe..
ReplyDeleteMantap
ReplyDelete