Wednesday, 13 January 2016

RAHASIA ALAM GRABAG YANG TERSEMBUNYI

Kata orang, Magelang adalah tempat istirahat para pensiunan. Lagi-lagi kata orang, Magelang hanya tempat singgah sementara. Namun bagi saya pribadi, Magelang adalah sumber kehidupan. Magelang sangat nyaman dari sisi ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu Magelang mempunyai sisi "magis" yang orang awam tidak ketahui. Suhu udara yang masih tergolong sejuk. Inilah yang menyebabkan tingkat stres di Magelang cenderung rendah daripada kota-kota besar. Magelang Kota dan Kabupaten masih memiliki udara dan alam yang menyehatkan jasmani dan rohani. 

Beruntung kawasan Magelang masih memiliki alam yang belum (semoga tidak) diekploitasi berlebihan. Kondisi geologis alam Magelang yang berbukit-bukit menjadikan kawasan tersebut sangat subur dan banyak ditumbuhi pepohonan. Tak hanya itu saja, kawasan lingkar Magelang sangat cocok ditanami seperti padi dan jagung. Menyuguhkan keindahan alam seperti gunung sangat biasa di Magelang, salah satunya yang terbesar adalah Gunung Sumbing. Menjadi tidak biasa, melainkan luar biasa apabila kita lebih mensyukuri karya Tuhan Yang Maha Esa ini dengan cara melestarikan alam.

Tak banyak orang mengetahui rahasia alam Grabag. Grabag memiliki potensi alam yang luar biasa yang sepatutnya orang Magelang, khusunya orang Grabag sendiri turut berbangga. Selain kebun kopi, air terjun, pemandangan alam gunung dan keramahan masyarakat yang menjadi daya tarik, Grabag diberi suguhan alam berupa mata air yang menyegarkan. Salah satunya adalah Tuk Udal. Tuk Udal merupakan mata air yang digunakan untuk sarana pengairan warga Desa Lebak.

TUK UDAL
Dengan menyusuri pematang sawah dan kebun jagung, menjadikan tamasya kali ini luar biasa. Mengingatkan kembali masa kecil saat di kota Magelang masih banyak sawah dan ladang jagung. Kesunyian dari hiruk pikuk kota membuat tamasya kali ini bisa menyegarkan kembali pikiran yang penat. Tanda-tanda mendekati Tuk Udal ini adalah saat melihat air jernih mengalir melewati selokan. Ya, kejernihan air ini membuat semangat bertamasya lebih menggebu. Dan terang saja, Tuk Udal merupakan mata air yang sangat indah.

Tak kuasa ingin menyentuh jernihnya air dari Tuk Udal ini. Dan sangat benar, air sangat segar dan dingin. Tak hanya memanjakan mata, lokasi tuk ini memanjakan kegiatan lebih lanjut yaitu berenang. Setiap pengunjung Tuk Udal pasti menginginkan untuk menceburkan dirinya untuk berenang. Dengan lokasi di tengah sawah dan jauh dari pemukiman penduduk, sepertinya tuk ini jarang dikunjungi warga desa tetangga maupun pengunjung lainnya. Namun tidak apa-apa, justru akan lebih baik apabila tidak dieksploitasi secara berlebihan yang mengakibatkan kerusakan alam. 
(Source: Klik)

Belum ada informasi yang jelas bagaimana awal mula Tuk Udal ini terbentuk ataupun beberapa mitos / cerita yang berkembang. Hanya saja, Udal dalam bahasa Jawa memiliki arti "menyembul". Yang saya duga adalah penamaan Tuk Umbul ini adalah karena menyembulnya air dari dalam tanah. Sumber mata air Tuk Udal ini terpelihara dengan baik. Dibuatnya semacam kolam dari semen dan ditutupnya mata air menjadikan keamanan bagi para pengunjung.Yang pasti, jika mengunjungi Tuk Udal ini, harus menjaga sikap dan sifat. Berkunjung selayaknya tamu, harus menjaga kebesihan dan tata krama kesopanan.

TEROWONGAN ALAM
Satu hal lagi alam yang disuguhkan Grabag adalah terowongan yang terbentuk dari daun dan dahan pohon. Keunikan terowongan ini adalah merasakan bahwa saat melewati terowonan ini seperti di Eropa. Bukan belahan bumi Eropa, inilah Grabag, Kabupaten Magelang. Tak khayal Grabag menjadi destinasi tamasya sejak jaman era Kolonial Belanda. Orang Eropa terkhusus Belanda sangat menyukai keindahan alam, dan selalu ditulis dalam jurnal pribadinya. 

RAHASIA ALAM GRABAG YANG TERSEMBUNYI
Setitik surga di muka bumi patut disematkan untuk kawasan Grabag. Ya, tak hanya sebatas kata-kata saja, namun secara nyata dari sejarah hingga masa kini mengatakan bahwa kawasan Grabag tidak jauh dari kata indah. Keindahan alam dan keramahan masyarakat menjadi magnet utama Grabag. Kebanggaan masyarakat harus ditingkatkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri terhadap kawasan Grabag, terkhusus agar masyarakat mencintai dan merasa memiliki akan pesona Grabag.

Monday, 11 January 2016

TAMASYA KEBUN KOPI GRABAG

Tak akan pernah ada habisnya berpetualang menyusuri Grabag. Secara administrasi, sejak jaman era penjajahan kolonial Belanda, kawasan Grabag sudah dipetakan sedemikian rupa. Grabag adalah salah satu kecamatan di wilayah timur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kecamatan Grabag berbatasan langsung dengan kecamatan Secang dan kecamatan Pringsurat (sebelah barat), kecamatan Tegalrejo (sebelah selatan), kecamatan Ngablak (sebelah timur) dan Kabupaten Semarang (sebelah utara). Dengan kontur tanah yang berbukit-bukit dan dikelilingi sungai Elo yang cukup besar, Grabag memiliki tanah yang subur sepanjang tahunnya. Tak khayal, pemerintahan Belanda saat itu menetapkan penanaman paksa kopi, kokoa dan teh secara besar-besaran di kawasan Grabag. Walaupun cukup menyakitkan, namun itulah bagian dari sejarah masa lalu.
Perkebunan kopi cukup terkenal di kawasan Grabag. Tidak hanya tingkat nasional, namun juga tingkat internasional. Tengok saja, lokasi Hotel MesaStila yang bertaraf internasional, memiliki kawasan kopi yang cukup besar. Bahkan kawasan kebun kopi disajikan sebagai destinasi wisata flora yang bisa dinikmati dari proses petik buah kopi hingga disajikan di cangkir. Komoditas kebun kopi Grabag sangat tersohor, dan kopi yang ditanam di ketinggian 600 - 1200 mdpl ini adalah jenis robusta.

KOFFIE TE NGRANCAH
Namun tamasya kali ini tidak mengulas hotel MesaStila, hanya menduga-duga dari foto lawas KITLV. Ya, lagi-lagi ada rasa penasaran di benak saya dan handai taulan. Foto dengan keterangan "Administrateurswoning op koffieonderneming Ngrantjak tussen Ambarawa en Magelang" memliki artidalam terjemahan bebas: "Administrator Property pada perusahaan kopi Ngrantjak antara Ambarawa dan Magelang". Destinasi tamasya kali ini berfokus pada perkebunan kopi daerah Ngrantjak. Awalnya kami menduga bahwa daerah yang bernama Ngrantjak ini memiliki domisili sendiri. Namun setelah kami diskusikan, ada nama desa daerah Grabag yang memiliki nama Ngrancah. Nama ini hampir sama, dan kami simpulkan bahwa kemungkinan besar hanya lafal saja yang berbeda antara orang Eropa dan orang Indonesia. Desa Ngrancah awalnya merupakan tempat pengungsian prajurit yang bernama Rejodipuro pada jaman Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Sekitaran tahun 1873 beliau sering dikejar-kejar pasukan kompeni Belanda dan akhirnya beliau menetap dan memberi nama Desa Ngrancah
"Diduga" Edward Jacobson Sedang di G. Sindoro
Grabag memiliki sebuah desa yang bernama Ngrancah yang kemungkinan memiliki lahan kopi sekitar 18.000 hektar. Sepanjang perjalanan dari jalan utama Magelang - Semarang, menuju desa Ngrancah ini dikelilingi pohon kopi di kanan dan kiri jalan. Dikulik dari beberapa sumber, Kopi Ngrancah berawal dari budidaya oleh orang Belanda yang bernama Edward Jacobson di awal tahun 1900an, dan hingga kini kopi ini menjadi komoditas asli dari Ngrancah, Kecamatan Grabag. Edward Jacobson adalah seorang kolektor binatang yang aktif di wilayah Sumatera dan Jawa, sebelum Perang Dunia I. Kemungkinan besar dia selaku pecinta hewan melestarikan ekologi hewan seputaran lingkar gunung Ungaran, beserta budidaya kopi di Ngrancah sebagai habitat. Nama Edward Jacobson ini juga diabadikan oleh peneliti hewan, van Kampen pada tahun 1912 sebagai nama ilmiah dari kodok Pohon Ungaran dengan nama: Philautus jacobsoni.
Source: Klik
Menurut warga Ngrancah yang menjadi ketua paguyuban pengepul kopi Ngrancah, pak Hari, dia membenarkan bahwa foto yang ditunjukkan KITLV adalah bukit puncak Wiropati. Bukit tersebut terbentang luas tanaman budidaya kopi organik tanpa bahan kimia sebagai pupuk. Bahkan kelompok Karang Taruna sekitar ikut membudidayakan kopi luwak Ngrancah. Sesuai kesepakatan bersama, kopi tersebut dinamai Kopi Murni Tri Tunggal. Kopi ini cukup unik, karena secara tekstur rasa memiliki rasa dark cokelat di seduhan kopinya. Tak banyak kopi robusta yang memiliki karakter rasa tersebut.
Selain pengembangan sektor perkebunan, kelompok Karang Taruna tersebut mengembangkan industri kecil ampyang, gula aren, ternak madu dan wisata edukasi outbond yang diresmikan 28 Februari 2016. Walaupun produksi utama desa Ngrancah ini adalah komoditas biji kopi, namun di sela-sela setelah maupun sebelum panen para warga menyibukkan diri dengan cara membuat bahan setengah jadi triplek. Menurut warga sekitar, kegiatan tersebut menjadi tambahan pendapatan untuk perekonomian keluarga.

STREET CULINARY
Kawasan Grabag juga penuh tamasya kuliner. Kuliner dari Grabag tergolong sangat banyak, dari yang tradisional hingga modern, bahkan perpaduan antara tradisional dan modern. Salah satunya jika kita ke Grabag, tak ada salahnya kita mencoba salah satu street culinary di Grabag yaitu "Baksoku Baksomu". Kuliner ini memiliki menu yang unik, sangat murah dan terjangkau. Walaupun berlokasi di pinggir pasar Grabag dan bersampingan dengan makam, jangan khawatir dengan kebersihannya, sehat dan halal.

NGRANCAH RAMAH
Keramahtamahan warga Ngrancah jangan disepelekan. Mereka masih menjunjung tinggi persaudaraan, menganggap pendatang adalah tamu yang baik. Bahkan saat berteduh di salah satu rumah warga, disambut dengan baik dan mendapatkan informasi secara terbuka. Maka dari itu, alangkah baiknya saat kita bertamu di desa Ngrancah ini, bahkan bertamu di desa yang lainnya harus sopan, jaga sikap dan jaga kebersihan. Jangan menodai keramahan warga sekitar dengan kesombongan pribadi kita.
Desa Ngrancah


Saturday, 9 January 2016

MATA AIR NDAS GENDING

Magelang dikenal sebagai salah satu pusat peradaban masa pra sejarah, masa Hindu - Budha, masuknya Islam, dan hingga masa modern yang berpengaruh di nusantara. Sejak jaman pra sejarah hingga kini, tanah Magelang selalu diberikan kesuburan. Selain itu, Magelang terkenal dengan mata air yang sangat melimpah. Debit air tidak pernah habis walaupun musim panas sekalipun. Contoh saja: Tuk Mas yang menjadi salah satu cikal bakal peradaban Magelang karena sumber mata air "Dewa", Curug Silawe, Curuk Sekar Langit, dan sebagainya. Bagi Magelang, unsur air sudah seperti tradisi budaya yang selalu dihormati.
Pemandangan Di Pemandian Ndas gending
Dalam peradaban Hindu, unsur air sangat penting karena sebagai sumber penghidupan. Maka dari itu, biasanya seputaran sumber air ditemukan bekas peninggalan berupa tempat sesaji yang diperuntukkan Dewa (Yang Maha Esa) karena sudah memberikan kehidupan. Sumber air dianggap suci karena memiliki filosofi kehidupan bahwa menginjak bumi petrama kali adalah kelahiran yang suci. Begitu pula Magelang, seharusnya lebih bisa menghargai sumber air yang sudah diberikan bumi dengan cara tetap melestarikan sumber air agar tidak rusak.

NDAS GENDING
Salah satu sumber mata air di Magelang adalah Ndas Gending. Mata air Ndas Gending atau yang biasa disebut Kali Gending Ganjuran sudah menjadi bagian penting dari desa Ganjuran Sukorejo (lokasi: klik). Masyarakat sekitar memanfaatkan kali Gending ini untuk air minum, mencuci dan aktivitas harian lainnya. Tak hanya itu saja, Kali Gending digunakan untuk sarana memancing, serta digunakan sebagai pengairan di sektor pertanian. Kebersihan air kali Gending yang tetap terjaga dari dahulu hingga sekarang (red. 2016) menjadi daya tarik bagi warga Magelang dan sekitarnya. Kolam pemandian Gending terbagi menjadi 3 bagian kolam, kolam mandi wanita, kolam mandi anak-anak dan kolam mandi pria.

Nama Ndas Gending memiliki arti tertentu. Ndas merupakan kata dalam bahasa Jawa yang memiliki arti Kepala. Gending yang memiliki arti mata air, atau arti kata lain alat musik Jawa yang terbuat dari perunggu dengan cara ditabuh / dipukul untuk memainkannya. Di Kali Gending ini memang terdapat beberapa bentuk kepala mahluk "jadi-jadian" pada tembok pembatas. Kepala ini yang diyakini beberapa masyarakat sebagai penunggu Kali Gending secara metafisika. Bentuk kepala ini mengabadikan kesenian Jatilan dari dusun Ganjuran Kali Gending berupa Barongan dan Buto. Ya, tidak bisa disepelekan mengingat sumber air merupakan salah satu bentuk kehidupan dari Yang Maha Esa, tak ada salahnya juga kita menghormati dan menghargai hasil karya Tuhan ini dengan cara tidak sembrono di tempat yang alami ini.

Kali Gending ini akan mengalir hingga Sungai Progo dan berhilir pada Laut Selatan. Kali Gending tidak digunakan untuk aktivitas harian saja. Namun pada waktu tertentu digunakan sebagai aktivitas relijius, seperti Padusan. Kolam Kali Gending ini akan ramai digunakan handai taulan Muslim untuk mandi (simbol menjaga kebersihan secara jasmani dan rohani) sebelum menginjak bulan puasa / ramadhan. Ada pula aktivitas bagi kalangan tertentu, selalu ada yang mandi pada malam Jumat di weton (hari penanggalan Jawa) tertentu.

Ya, dari jaman era pra sejarah hingga modern pun sebenarnya memiliki kebudayaan yang sama, menghormati dan mensyukuri nikmat yang Tuhan berikan. Cara dan budayanya mungkin tidak sama, namun manusia masih diberi akal budi yang menunjukkan bahwa segala sumber kehidupan yang diberikan Tuhan merupakan hal yang harus dijaga, secara fisik dan non fisik. 
sayang sekali beberapa orang masih jahil merusak keindahan

STREET CULINARY
Setelah asyik berenang, tak ada salahnya menikmati kuliner lokal. Street Culinary saat ini saya mencoba angkringan. Ternyata ada kenikmatan tersendiri menikmati sajian angkringan yang baru saja dibuka. Terang saja, menu masih komplit dan gorengan juga masih krispi. Selain harga dijamin sangat miring dan tidak bikin kantong bolong, hubungan sosial masyarakat menjadi setara di dalam tenda angkringan. Yuk dicoba... :)
Street Culinary: Angkringan

Wednesday, 6 January 2016

KOLAM RENANG LEGENDARIS MAGELANG

Seminggu penatnya aktivitas membuat fisik tubuh lemah. Fisik tubuh sangat perlu dilatih agar sehat jiwa dan raga. Salah satu aktivitas agar tubuh bugar dalam menghadapi seminggu aktivitas dalam bekerja / belajar adalah olahraga renang. Ya, berenang merupakan salah satu aktivitas yang bisa digolongkan dalam dua jenis aktivitas: yang pertama adalah sport, yang kedua adalah rekreasi. Berenang tidak membutuhkan banyak biaya. Namun tak ada salahnya sebelum berenang melakukan seleksi, dimanakah lokasi berenang yang sehat (air murni tanpa bahan kaporit). Di pinggir Kota Magelang terdapat pilihan lokasi sarana kolam renang yang bebas kaporit, yaitu kolam renang Soekotjo dan kolam renang Tirta Kencana. Tak hanya sarana kolam renang, namun sarana edukasi.
Kolam Renang Soekotjo
Kolam Renang Soekotjo dan Tirta Kencana terletak bersebelahan di Jl. Candimulyo (Tegalrejo), Dusun Ngepos, Banyu Urip, Magelang Jawa Tengah (klik lokasi). Untuk Kolam Renang Soekotjo ini merupakan kolam renang milik Akademi Militer Magelang, sedangkan Kolam Rennag Tirta Kencana merupakan kolam renang milik Kodim Magelang. Akan tetapi kedua kolam renang ini juga dibuka untuk umum. Acap kali kedua kolam renan tersebut dipakai untuk latihan militer untuk olah fisik yang prima. Patut berbangga bahwa Magelang punya kolam renang bertaraf standar militer Nasional.

Kolam Renang Tirta Kencana (Source: KLik)
Kolam renang yang berada di Pisangan, Candimulyo ini merupakan kolam peninggalan militer Belanda di jaman penjajahan. Lagi-lagi terbukti dari foto lawas yang tersimpan di koleksi KITLV Museum Belanda, kolam renang tersebut terdata sebagai "Militair Zwembasin bij Kali Elo, Magelang" (source: klik). Kolam renang yang berada di timur Sungai Elo ini bersumber dari mata air Pisangan. Para warga menamakan Pisangan karena jaman dahulu mata air ini dikelilingi dan dipenuhi pohon pisang. Konon dulu di jaman Belanda hanya ada 1 kolam utama. 
Kolam Renang Pisangan / Tirta Kencana (Source: KITLV klik)
Kolam Renang Pisangan (Tirta Kencana)
Kemudian di jaman penjajahan Jepang, menambah dengan membangun kolam renang di dekat mata air ini, karena itu dikenal dengan kolam renang Pisangan (sekarang Soekotjo). Pasca kemerdekaan, kedua kolam renang ini dikelola oleh Militer Indonesia. Seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa dibagi menjadi dua tempat yaitu Kolam Renang Soekotjo dan Kolam renang Tirta Kencana. Dulu hanya kolam pisangan kodimlah (Tirta Kencana) yang boleh digunakan untuk umum, sedangkan kolam Soekotjoe digunakan untuk latihan renang para prajurit akmil. Namun sejak tahun 1980an, kolam Soekotjoe sudah boleh digunakan untuk umum.
Kolam Renang Pisangan / Tirta Kencana (perhatikan kesamaan bentuk kolam renang gambar lama dan gambar baru, bawah)
Kolam Renang Pisangan / Tirta Kencana (Source: Klik)

Kolam Renang Soekotjo
Kolam renang ini bernama Soekotjo. Sebenarnya siapakah Soekotjo ?? Penamaan kolam renang ini tidak sembarangan, karena nama Soekotjo telah berjasa bagi kemiliteran, terkhusus bagi nusa dan bangsa Indonesia. Soekotjo berpangkat Letnan Satu Anumerta, berpendidikan Akmil Yogyakarta, Eks Kadet Malang. Beberapa prestasi dari Lettu Soekotjo:
- Melatih rakyat dalam rangka mempersiapkan perang gerilya melawan Agresi Belanda 1
- Operasi menumpas pemberontakan PKI di Madiun pada bulan September - Oktober 1948
- Bergerilya dalam perang kemerdekaan II pada tanggal 19 Desember 1948 - 24 Februari 1949

Lettu Soekotjo gugur dalam pertempuran pelataran Kalasan Yogyakarta pada tanggal 24 Februari 1949 dengan gelar tertinggi Anumerta.

Kolam Renang Soekotjo (Source: klik)
Awalnya kolam renang Soekotjo ini berlantai batuan andesit. Namun pada tahun 2003 dirombak ulang dan direnovasi dengan keramik, dan diresmikan oleh Jendral TNI Ryamizard RC tepatnya pada 11 November 2003. Kolam renang Soekotjo kini memiliki 2 kolam renang: 1 kolam renang anak-anak dan 1 kolam utama (memiliki dua kedalaman yang berbeda). Karcis masuk kolam renang Soekotjo cukup murah, yaitu Rp 5.000,- sedangkan kolam renang Tirta Kencana Rp 4.000,-

Wisata rekreasi keluarga dan sarana olahraga cukup murah berada di pinggiran Kota Magelang. Sangat terjangkau, mengingat beratnya biaya hidup jaman sekarang. Menjadi ide solutif saat pikiran penat sekaligus wisata edukasi bagi kita. Tak lupa kita patut berbangga bahwa Magelang punya kolam renang bertaraf standar militer Nasional. Jayalah Militer Indonesia !!!

Friday, 18 December 2015

GRABAG DARI MASA KE MASA

Membahas soal Magelang (Kota - Kabupaten) tidak akan ada habisnya. Perasaan bangga, kagum dan takjub akan kenikmatan yang selalu melekat. Lagi-lagi Grabag menjadi tujuan kali ini. Setiap melangkah melalui Grabag - Kabupaten Magelang ini, pasti ada sesuatu hal yang baru, yang belum dirasakan sebelumnya.

Perkebunan Karangredjo
Berawal dari narasi pendek pada foto bergambar Hotel MesaStila di postingan KOTA TOEA MAGELANG yang mengisahkan:

Pada tahun 1922, seorang pedagang Belanda membabat 20 hektar hutan (versi lain 14 ha) pinggiran utara Magelang di ketinggian 900 dpl untuk dijadikan lahan pertanian. Ia menamakan lahan tersebut Perkebunan Kopi Karangredjo.

Enam tahun kemudian, pria bernama Gustav Van der Swan itu membangun villa tempat tinggal di salah satu lerengnya. Ia menanam kopi robusta yang pertama kali dipanen tahun 1934. Kopi merupakan salah satu komoditas dunia yang mewah saat itu sehingga ia bisa hidup berkecukupan selama 8 tahun.

Saat Jepang datang, semua tentara Eropa yang masih tertinggal di Jawa hampir bisa dipastikan tewas. Tentara Australia bahkan dicemplungkan ke laut hidup-hidup dalam keranjang bambu. Orang Eropa sipil seluruhnya dikumpulkan di penjara-penjara interniran. Saat kemerdekaan RI tahun 1945, para interniran dikembalikan ke negara masing-masing. Tidak ada literatur yang menyebutkan nasib van der Swan.

Lima tahun setelah kemerdekaan, lahan kopi tanpa pemilik tersebut dihibahkan Presiden Soekarno kepada Kolonel Tjokroprawiro dari Salatiga sebagai hadiah atas perjuangannya mengusir penjajah. Sumber lain menyebut dijual van der Swan padanya tahun 1946 karena tidak sanggup mengurus kebun lagi.

Setelah Cokroprawiro wafat tahun 1988, sang istri tidak sanggup mengurus kebun lagi sehingga menjualnya kepada seorang Italia bernama Gabriella Teggia bekas pemilik Amandari Resort di Ubud. Ia mengganti nama Karangredjo menjadi Losari sesuai nama desanya dan menjadikannya sebuah resort perkebunan. Tahun 2004, kepemilikan dipindahtangankan lagi, yaitu kepada Sandiaga Uno yang mengubah namanya menjadi Mesastilas.

Siapapun pemiliknya, perkebunan kopi masih dipertahankan selama hampir 100 tahun versi de Telegraaf. Adapun versi guide-nya, ia menyebut angka 1828. Itu rupanya yang membuat para bule dan pengunjung yang membuat blog catatan perjalanan menyebut angka 1828 sebagai tahun pendirian villa utama.

Sumber : de Telegraaf
Foto : Mr. Smith

Vakantie naar Grabag
Vakantie naar Grabag yang memiliki arti "liburan ke Gabag" memang sengaja saya jadikan sebagai sub judul, karena jujur saja literatur yang kami pakai kebanyakan dimulai sumber dari foto-foto koleksi KITLV yang berada di Belanda. Namun tak jadi soal, karena atas dasar kisah Hotel MesaStila di atas, perjalanan tamasya kali ini bisa dilaksanakan walaupun secara mendadak. Ada cerita unik dibalik tamasya dadakan ini. Rencana tamasya sudah disusun, Candi Umbul sebagai destinasi akhir. Namun sepanjang perjalanan menemui hal yang sifatnya tak terduga, sehingga rencana bisa berubah sewaktu-waktu. Hal ini biasa kami lakukan. Yuk cekidot:

1. Monumen A Yani, Badaan
Monumen yang dibangun untuk mengenang jasa-jasa dari Brigade IX Kuda Putih (ada yang menyebutnya dengan Brigade IX Diponegoro) yang selama Revolusi Fisik berjuang di daerah Magelang dan sekitarnya ini kami gunakan sebagai tempat berkumpul sebelum tamasya dimulai. Ya, selain harus terus mengenalkan sejarah masa lampau, tempat ini sangat strategis dan mudah dijangkau oleh siapapun. Lokasi ini bisa digunakan sebagai taman kota, sarana ruang publik.



2. Candi Retno
Cagar Budaya Candi Retno (klik lokasi) berletak di desa Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang ini cukup unik. Usut punya usut, nama Desa Candiretno di awal tahun 1900an belum ada. Lokasi ini berletak di antara dua desa, Desa Candirejo dan Desa Setan (lafal baca: ketan).

Pada tahun 1927 M Bupati Magelang Raden Tumenggung Danu Soegondo pada masa pemerintahan Hindia Belanda melakukan penyatuan/penggabungan dua desa (Candirejo dan Setan) menjadi satu desa. Musyawarah desa waktu itu diadakan di tanah terbuka di atas sumber air kali Setan, ditepi jalan Pucang - Sindas. Dua desa ini digabung menjadi satu diberi nama Desa Candiretno, dan desa disebelah selatan desa Candiretno diberi nama desa Pancuranmas, karena lokasi musyawarah desa di atas sumber air kali Setan terdapat pancuran (talang air).

Candiretno mempunyai arti:
- Candi berarti: batu / tempat,
- Retno berarti: intan / indah,
sehingga dapat diartikan sebuah tempat yang indah (batu yang indah).

Di lokasi ini sangat unik karena ditemukan bangunan candi yang berupa batuan bata merah. Sangat jarang dijumpai candi dengan batuan bata merah, selain di Jawa Timur (yang pernah saya temui). Beberapa hal unik lainnya, di sekitaran Candi Retno ini ditemukan batuan yang berserakan berupa Yoni yang sangat besar. Bahkan ada Yoni yang memiliki posisi telungkup. Menjadi pertanyaan besar oleh kami, mengapa batu sebesar itu bisa telungkup mengingat tidak mungkin tenaga manusia masa kini mengangkatnya.

Beberapa pohon yang sangat unik yang berada di sekitar Candi Retno adalah pohon Majapahit yang sangat legendaris di Bumi Nusantara. Kemungkinan besar pohon tersebut sudah sangat lama, karena kepopuleran pohon ini sebagai penghalau hama padi sangat dibutuhkan para petani sejak dahulu kala.

Kesimpulan Kecil: 
Saya setuju dengan kesimpulan yang pernah kami diskusikan sebelumnya dengan Mas Hamid Anwar (saya copy-paste), blogger asal Pabelan: BEYOND THE TRAVELING
  • Mungkin kawasan Secang – Grabag pada waktu itu merupakan kawasan Hindu yang cukup maju. Kepercayaan berkembang pesat.
  • Beberapa Yoni kemungkinan adalah sarana peribadatan.
  • Kemungkinan kegunaan Yoni yang merupakan lambang kesuburan adalah sebagai sarana upacara adat pada saat panen.
  • Konstruksi bata pada Candi Retno, masih belum bisa diteliti.
  • Belum ada hal yang bisa menjelaskan tentang kenapa ada candi dengan konstruksi batu bata sementara ditempat sekitar tidak ditemukan.
  • Kemungkinan pasangan Yoni yaitu Lingga, mungkin sekali sudah pada dicuri/ diambil karena bentuknya yang mundah diambil. Malah mungkin dipake sebagai gulungan jamu.

3. Talud Sungai dan Yoni Papringan
Tak jauh dari Candi Retno, terdapat batuan candi yang berada di sungai. Ada yang mengatakan bahwa batuan candi tersebut merupakan talud penahan banjir. Mas Jowo (Indra Oktora) mengantar kami sembari menjelaskan tentang percandian di Grabag - Pucang - Secang dan sekitar Magelang. Tidak banyak orang mengenali dan paham soal batuan candi yang berada di sungai ini. Namun pada saat tersebut air menutupi batuan yang sedang dijelaskan.
Pada tahun 2012 pernah menjelajahi Yoni yang berada di papringan ini. Saat itu posisi terguling, seperti ditinggalkan dalam kondisi buru-buru. Namun kondisi sedikit berubah pada Desember 2015 silam. Sudah cukup tegak posisinya, dan tamnpak lebih rapi dengan dilindungi pagar dari bambu. Sedikit kesimpulan bahwa lokasi Yoni ini berada di bukit paling tinggi dibandingkan lokasi yang lain. Mas Jowo menjelaskan beberapa fungsi dari Yoni adalah sebagai batas wilayah kekuasaan pemerintahan, persembahan Dewi Kesuburan untuk pertanian, dan alat perlengkapan di dalam candi.

4. Kantor Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang
Di Kantor Kecamatan Grabag inilah check poin istirahat kami. Lokasi inilah yang menjadi rekam jejak situasi dan kondisi Grabag dari masa ke masa yang sesungguhnya. Setelah memarkirkan motor, terdapat batuan misterius yang diduga batuan purbakala berbentuk baruan besar yang berlubang kosong di dalamnya. Hingga saat ini tidak ada penjelasan apa fungsi dari batuan tersebut. Tidak jauh dari batuan ini, terdapat pula Yoni yang kurang lebih fungsinya sudah dipaparkan di atas.

Sembari istirahat menikmati "street culinary" berupa es pong-pong, di belakang kantor Kecamatan terdapat kantor Dinas Pekerjaan Umum Energi dan Sumber Daya Mineral Grabag. Di sini kami mendapati hal yang unik berupa pompa air di era Kolonial Belanda yang diduga buatan Inggris (menurut analisa kawan kami Gusta, terdapat nama daerah di Inggris: Peterborough). Konon pompa air ini pernah digunakan oleh pos pemadam kebakaran wilayah Grabag. Saya pribadi berpikir bahwa adanya pompa air ini, wilayah Grabag sangat potensial sebagai pos bagi Kolonial Belanda saat itu mengingat infrastruktur penunjang cukup lengkap.

Setelah istirahat dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan menuju Candi Umbul sebagai tujuan akhir. Namun di seberang Kantor Kecamatan Grabag terdapat monumen peringatan perang fisik di Grabag melawan penjajah Belanda. Dalam prasasti yang diresmikan pada 12 November 1996 oleh Bupati DATI II Magelang, H Kardi, disebutkan bahwa:

SUATU KENANGAN BERSEJARAH
"Monumen ini merupakan bentuk simbol yang mengekspresikan tempat terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) setempat yang kemudian berkembang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Batalyon I Resimen 19 divisi III, dan sebagai lambang turut berperan aktifnya rakyat dari kawedanan Grabag Magelang secara pisik selama masa perang kemerdekaan republik Indonesia berlangsung"


 

5. Situs Plumbon, Desa Grabag
Setelah bertolak dari kantor Kecamatan Grabag, kami melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya yaitu sebelum kawasan Candi Umbul, tepatnya dusun Plumbon, desa Grabag. Tak bisa dipungkiri bahwa kawasan seputaran Plumbon ini merupakan peradaban pra sejarah yang cukup besar. Ini dibuktikan dengan banyaknya batuan candi yang berserakan, bahkan di pinggir jalan. Sangat unik ketika Mas Jowo dan salah seorang kawan kami yang bernama Gusta mengajak kami menuju pemakaman umum di dekat obyek wisata Candi Umbul, situs Plumbon. Yang menjadi sorotan adalah ketika batuan reruntuhan candi dijadikan batu nisan makam "istilah Jawa: kijing". Ada beberapa spekulasi bahwa batuan candi yang ada di makam umum tersebut karena orang tidak mengetahui bahwa reruntuhan batu candi dikira makam lama. Spekulasi lain mengatakan bila batuan candi yang dijadikan batu nisan tersebut tidak ada jenazahnya, hanya karena berawal ditemukannya batu tersebut di area pemakaman, maka dianggap sebagai batu nisan.

Persebaran batuan candi yang berserakan sangat luput dari perhatian pemerintah yang terkait. Dari pihak pemerintah desa pun kurang adanya pengetahuan maupun perhatian khusus pada benda purbakala. Ini menyebabkan warga kurang apresiatif dan kurang menjaga warisan budaya yang luar biasa di sekitarnya. Namun kadang masyarakat melestarikan foklor ataupun legenda cerita mistis pada tempat yang terdapat benda purbakala tersebut, guna menjaga kelestarian bagian dari kebudayaan setempat. Cukup unik dalam melestarikan kebudayaan, namun efektif.

Oh iya, ada satu lokasi yang cukup mengesankan dimana diduga terdapat bekas reruntuhan candi yang dinilai cukup komplit, walaupun sudah dijadikan makam. Adanya batuan candi berbentuk tangga yang dapat disimpulkan bentuk dan arah menghadapnya bekas candi tersebut. Kebanyakan bekas peradaban yang berada di Grabag merupakan bekas peradaban Hindu. Kontur tanah yang berbukit menjadikan satu alasan bahwa candi yang berada di puncak bukit diyakini lebih dekat dengan Sang Hyang (Tuhan) saat melakukan ritual keagamaan, sehingga menganggap doa lebih cepat terkabul.

6. Stasiun Candi Umbul
Stasiun Candi Umbul adalah stasiun kereta api nonaktif yang berada di Kartoharjo, Grabag, Magelang. Stasiun ini terletak di Daerah Operasi VI Yogyakarta. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api paling utara di Kabupaten Magelang. Stasiun ini dahulu dibangun pada tahun 1905 oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), perusahaan kereta api Hindia Belanda saat itu. Dilewatinya situs Candi Umbul oleh jalur kereta api dan dibangunnya stasiun di seberang Candi Umbul, karena ketika era kolonial Belanda tidak sedikit orang Belanda yang berlibur ke Candi Umbul sebagai destinasi wisata pemandian air hangat.

Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, operasional stasiun ini diambil alih oleh perusahaan kereta api Republik Indonesia yang baru dibentuk yaitu Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), yang kini telah berganti nama menjadi PT Kereta Api.

Sebelum tahun 1970, stasiun ini masih ramai melayani calon penumpang. Namun, pada tahun 1970, para calon penumpang di stasiun ini menurun drastis karena kereta api saat itu berjalan sangat pelan dan sering menimbulkan kecelakaan karena rel kereta berada di pinggir jalan raya. Maka dari itu para penumpang lebih memilih menggunakan moda trasnportasi yang lainya seperti bus, mobil pribadi, dll. Pada tahun 1976, stasiun ini ditutup. Bekas stasiun ini masih ada, namun atapnya sudah hilang.

Oh iya, ada situasi yang dirasa janggal ketika mengorek informasi situasi kolonial masa lampau tentang perkebunan dan kisah stasiun. Penduduk sekitar terkesan curiga dan sedikit tertutup. Ini hal yang sangat wajar, mengingat wacana penghidupan kembali lintasan kereta api yang lama mati ini bakal terealisasi. Namun yang menjadi kecewa, misi tamasya dalam menggali informasi tentang perkebunan masa Kolonial Belanda di daerah Grabag tidak menemukan titik terang.

7. Candi Umbul
Tidak banyak literatur yang menuliskan tentang Candi Umbul. Yang diketahui, pemandian ini baru dibuka sekitar tahun 1870an. Itu pun setelah Belanda memerintahkan untuk menggali peninggalan sejarah tersebut. Dinamakan Candi Umbul karena di kawasan tersebut ditemukan candi berupa kolam air yang menyembul air hangat dari dasar tanah.

Source: KLIK
Candi yang berletak di desa Kartoharjo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang ini merupakan peninggalan Wangsa Syailendra (kerajaan Mataram Kuno) yang diduga pembangunannya tidak jauh dari tahun dibuatnya candi Borobudur. Situs yang ditemukan berbahan baku batuan andesit dengan ornamen arca tumbuh-tumbuhan dan binatang. Kolam Candi Umbul terbagi menjadi dua bagian, kolam pertama airnya cukup hangat dan mengandung belerang, sementara kolam yang kedua airnya sedikit dingin dan lebih rendah.
Konon, kolam Candi Umbul ini merupakan pemandian putri raja-raja setelah melakukan ritual di candi Borobudur. Bahkan hingga kini pun masih dipercaya dan digunakan sebagai ritual mandi oleh masyarakat yang disebut dengan padusan untuk membersihkan diri (secara spiritual) menjelang bulan Ramadhan untuk umat Muslim. Selain itu tak sedikit pula warga yang beragama Hindu melakukan ritual upacara Melasti dalam rangka menyambut hari raya Nyepi.

Diduga kompleks Candi Umbul pernah rusak akibat Letusan gunung Merapi Tahun 1906. Kabarnya ada kolam dibagian belakang kompleks percandian, yang terletak ditepian aliran kali Elo, imbasnya mengakibatkan kerusakan parah bahkan terpendam oleh material vulkanik yang mengalir melalui kali Elo. Kini, Candi Umbul menjadi batas wilayah Kabupaten Temanggung dan Magelang.


8. Tamasya Kuliner: Rica-Rica Enthog Setia Rasa
Tak elok rasanya setelah lelah keliling Grabag tidak mencicipi kuliner setempat. Rica-Rica Enthog Setia Rasa berletak di utara pasar Pucang, kira-kira 30 menit utara dari Kota Magelang. Lokasi sangat mudah dikunjungi, selain rumah induk merangkap gelaran dagangan dan tempat memasak, disampingnya terdapat pendopo Joglo yang disediakan untuk yang mau menikmati hidangan secara lesehan, dan dibelakangnya ada bangunan Joglo tertutup yang bisa disewa untuk pertemuan. 

Suasana pedesaan sangat kental, didukung lokasi persawahan yang menjadi nilai tambah. Tak hanya masyarakat umum saja yang pernah mengunjungi, artis dan atlet tinju kelas dunia Chris Jhon pun pernah merasakan nikmatnya rica-rica enthog Setia Rasa ini. Tak hanya enthog saja, rumah makan ini juga menyediakan ayam sebagai bahan baku. Yang menjadi khas adalah sajian enthog beserta sambal cabe rawit-jlantah yang sangat pedas. Nikmatnya tiada tara dipadukan dengan daun singkong, irisan timun dan kuah kaldu yang sangat spesial. Pokoknya istimewa dan tidak mengecewakan. 



GRABAG DARI MASA KE MASA
SOURCE: KLIK
Kawasan Grabag sangat elok dari sisi sosial budaya, humanis dan sisi politisnya. Ini dilihat sejak era peradaban Hindu - Kolonial Belanda - Masa Kini, keterikatan aspek yang dimaksud masih ada. Lewat peninggalan situs-situs, sejarah berbicara bahwa Grabag memiliki potensi yang luar biasa. Walaupun berada di pinggiran kota sebagai Kabupaten Magelang, Grabag tidak boleh diremehkan. Melihat peninggalan masa lampau, di Grabag aspek infrastruktur pendukung sudah lengkap sejak era kerajaan Hindu. Ini membuktikan bahwa wilayah Grabag sangat penting bagi pemerintahan pusat. Agar lebih "maju", masyarakat seyogyanya menyadari sejarah kebesaran masa lalu Grabag, bangga terhadap kampung halaman, dan melestarikan heritage ini (tangible - intangible) secara turun menurun.