Friday, 18 December 2015

GRABAG DARI MASA KE MASA

Membahas soal Magelang (Kota - Kabupaten) tidak akan ada habisnya. Perasaan bangga, kagum dan takjub akan kenikmatan yang selalu melekat. Lagi-lagi Grabag menjadi tujuan kali ini. Setiap melangkah melalui Grabag - Kabupaten Magelang ini, pasti ada sesuatu hal yang baru, yang belum dirasakan sebelumnya.

Perkebunan Karangredjo
Berawal dari narasi pendek pada foto bergambar Hotel MesaStila di postingan KOTA TOEA MAGELANG yang mengisahkan:

Pada tahun 1922, seorang pedagang Belanda membabat 20 hektar hutan (versi lain 14 ha) pinggiran utara Magelang di ketinggian 900 dpl untuk dijadikan lahan pertanian. Ia menamakan lahan tersebut Perkebunan Kopi Karangredjo.

Enam tahun kemudian, pria bernama Gustav Van der Swan itu membangun villa tempat tinggal di salah satu lerengnya. Ia menanam kopi robusta yang pertama kali dipanen tahun 1934. Kopi merupakan salah satu komoditas dunia yang mewah saat itu sehingga ia bisa hidup berkecukupan selama 8 tahun.

Saat Jepang datang, semua tentara Eropa yang masih tertinggal di Jawa hampir bisa dipastikan tewas. Tentara Australia bahkan dicemplungkan ke laut hidup-hidup dalam keranjang bambu. Orang Eropa sipil seluruhnya dikumpulkan di penjara-penjara interniran. Saat kemerdekaan RI tahun 1945, para interniran dikembalikan ke negara masing-masing. Tidak ada literatur yang menyebutkan nasib van der Swan.

Lima tahun setelah kemerdekaan, lahan kopi tanpa pemilik tersebut dihibahkan Presiden Soekarno kepada Kolonel Tjokroprawiro dari Salatiga sebagai hadiah atas perjuangannya mengusir penjajah. Sumber lain menyebut dijual van der Swan padanya tahun 1946 karena tidak sanggup mengurus kebun lagi.

Setelah Cokroprawiro wafat tahun 1988, sang istri tidak sanggup mengurus kebun lagi sehingga menjualnya kepada seorang Italia bernama Gabriella Teggia bekas pemilik Amandari Resort di Ubud. Ia mengganti nama Karangredjo menjadi Losari sesuai nama desanya dan menjadikannya sebuah resort perkebunan. Tahun 2004, kepemilikan dipindahtangankan lagi, yaitu kepada Sandiaga Uno yang mengubah namanya menjadi Mesastilas.

Siapapun pemiliknya, perkebunan kopi masih dipertahankan selama hampir 100 tahun versi de Telegraaf. Adapun versi guide-nya, ia menyebut angka 1828. Itu rupanya yang membuat para bule dan pengunjung yang membuat blog catatan perjalanan menyebut angka 1828 sebagai tahun pendirian villa utama.

Sumber : de Telegraaf
Foto : Mr. Smith

Vakantie naar Grabag
Vakantie naar Grabag yang memiliki arti "liburan ke Gabag" memang sengaja saya jadikan sebagai sub judul, karena jujur saja literatur yang kami pakai kebanyakan dimulai sumber dari foto-foto koleksi KITLV yang berada di Belanda. Namun tak jadi soal, karena atas dasar kisah Hotel MesaStila di atas, perjalanan tamasya kali ini bisa dilaksanakan walaupun secara mendadak. Ada cerita unik dibalik tamasya dadakan ini. Rencana tamasya sudah disusun, Candi Umbul sebagai destinasi akhir. Namun sepanjang perjalanan menemui hal yang sifatnya tak terduga, sehingga rencana bisa berubah sewaktu-waktu. Hal ini biasa kami lakukan. Yuk cekidot:

1. Monumen A Yani, Badaan
Monumen yang dibangun untuk mengenang jasa-jasa dari Brigade IX Kuda Putih (ada yang menyebutnya dengan Brigade IX Diponegoro) yang selama Revolusi Fisik berjuang di daerah Magelang dan sekitarnya ini kami gunakan sebagai tempat berkumpul sebelum tamasya dimulai. Ya, selain harus terus mengenalkan sejarah masa lampau, tempat ini sangat strategis dan mudah dijangkau oleh siapapun. Lokasi ini bisa digunakan sebagai taman kota, sarana ruang publik.



2. Candi Retno
Cagar Budaya Candi Retno (klik lokasi) berletak di desa Candiretno, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang ini cukup unik. Usut punya usut, nama Desa Candiretno di awal tahun 1900an belum ada. Lokasi ini berletak di antara dua desa, Desa Candirejo dan Desa Setan (lafal baca: ketan).

Pada tahun 1927 M Bupati Magelang Raden Tumenggung Danu Soegondo pada masa pemerintahan Hindia Belanda melakukan penyatuan/penggabungan dua desa (Candirejo dan Setan) menjadi satu desa. Musyawarah desa waktu itu diadakan di tanah terbuka di atas sumber air kali Setan, ditepi jalan Pucang - Sindas. Dua desa ini digabung menjadi satu diberi nama Desa Candiretno, dan desa disebelah selatan desa Candiretno diberi nama desa Pancuranmas, karena lokasi musyawarah desa di atas sumber air kali Setan terdapat pancuran (talang air).

Candiretno mempunyai arti:
- Candi berarti: batu / tempat,
- Retno berarti: intan / indah,
sehingga dapat diartikan sebuah tempat yang indah (batu yang indah).

Di lokasi ini sangat unik karena ditemukan bangunan candi yang berupa batuan bata merah. Sangat jarang dijumpai candi dengan batuan bata merah, selain di Jawa Timur (yang pernah saya temui). Beberapa hal unik lainnya, di sekitaran Candi Retno ini ditemukan batuan yang berserakan berupa Yoni yang sangat besar. Bahkan ada Yoni yang memiliki posisi telungkup. Menjadi pertanyaan besar oleh kami, mengapa batu sebesar itu bisa telungkup mengingat tidak mungkin tenaga manusia masa kini mengangkatnya.

Beberapa pohon yang sangat unik yang berada di sekitar Candi Retno adalah pohon Majapahit yang sangat legendaris di Bumi Nusantara. Kemungkinan besar pohon tersebut sudah sangat lama, karena kepopuleran pohon ini sebagai penghalau hama padi sangat dibutuhkan para petani sejak dahulu kala.

Kesimpulan Kecil: 
Saya setuju dengan kesimpulan yang pernah kami diskusikan sebelumnya dengan Mas Hamid Anwar (saya copy-paste), blogger asal Pabelan: BEYOND THE TRAVELING
  • Mungkin kawasan Secang – Grabag pada waktu itu merupakan kawasan Hindu yang cukup maju. Kepercayaan berkembang pesat.
  • Beberapa Yoni kemungkinan adalah sarana peribadatan.
  • Kemungkinan kegunaan Yoni yang merupakan lambang kesuburan adalah sebagai sarana upacara adat pada saat panen.
  • Konstruksi bata pada Candi Retno, masih belum bisa diteliti.
  • Belum ada hal yang bisa menjelaskan tentang kenapa ada candi dengan konstruksi batu bata sementara ditempat sekitar tidak ditemukan.
  • Kemungkinan pasangan Yoni yaitu Lingga, mungkin sekali sudah pada dicuri/ diambil karena bentuknya yang mundah diambil. Malah mungkin dipake sebagai gulungan jamu.

3. Talud Sungai dan Yoni Papringan
Tak jauh dari Candi Retno, terdapat batuan candi yang berada di sungai. Ada yang mengatakan bahwa batuan candi tersebut merupakan talud penahan banjir. Mas Jowo (Indra Oktora) mengantar kami sembari menjelaskan tentang percandian di Grabag - Pucang - Secang dan sekitar Magelang. Tidak banyak orang mengenali dan paham soal batuan candi yang berada di sungai ini. Namun pada saat tersebut air menutupi batuan yang sedang dijelaskan.
Pada tahun 2012 pernah menjelajahi Yoni yang berada di papringan ini. Saat itu posisi terguling, seperti ditinggalkan dalam kondisi buru-buru. Namun kondisi sedikit berubah pada Desember 2015 silam. Sudah cukup tegak posisinya, dan tamnpak lebih rapi dengan dilindungi pagar dari bambu. Sedikit kesimpulan bahwa lokasi Yoni ini berada di bukit paling tinggi dibandingkan lokasi yang lain. Mas Jowo menjelaskan beberapa fungsi dari Yoni adalah sebagai batas wilayah kekuasaan pemerintahan, persembahan Dewi Kesuburan untuk pertanian, dan alat perlengkapan di dalam candi.

4. Kantor Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang
Di Kantor Kecamatan Grabag inilah check poin istirahat kami. Lokasi inilah yang menjadi rekam jejak situasi dan kondisi Grabag dari masa ke masa yang sesungguhnya. Setelah memarkirkan motor, terdapat batuan misterius yang diduga batuan purbakala berbentuk baruan besar yang berlubang kosong di dalamnya. Hingga saat ini tidak ada penjelasan apa fungsi dari batuan tersebut. Tidak jauh dari batuan ini, terdapat pula Yoni yang kurang lebih fungsinya sudah dipaparkan di atas.

Sembari istirahat menikmati "street culinary" berupa es pong-pong, di belakang kantor Kecamatan terdapat kantor Dinas Pekerjaan Umum Energi dan Sumber Daya Mineral Grabag. Di sini kami mendapati hal yang unik berupa pompa air di era Kolonial Belanda yang diduga buatan Inggris (menurut analisa kawan kami Gusta, terdapat nama daerah di Inggris: Peterborough). Konon pompa air ini pernah digunakan oleh pos pemadam kebakaran wilayah Grabag. Saya pribadi berpikir bahwa adanya pompa air ini, wilayah Grabag sangat potensial sebagai pos bagi Kolonial Belanda saat itu mengingat infrastruktur penunjang cukup lengkap.

Setelah istirahat dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan menuju Candi Umbul sebagai tujuan akhir. Namun di seberang Kantor Kecamatan Grabag terdapat monumen peringatan perang fisik di Grabag melawan penjajah Belanda. Dalam prasasti yang diresmikan pada 12 November 1996 oleh Bupati DATI II Magelang, H Kardi, disebutkan bahwa:

SUATU KENANGAN BERSEJARAH
"Monumen ini merupakan bentuk simbol yang mengekspresikan tempat terbentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) setempat yang kemudian berkembang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Batalyon I Resimen 19 divisi III, dan sebagai lambang turut berperan aktifnya rakyat dari kawedanan Grabag Magelang secara pisik selama masa perang kemerdekaan republik Indonesia berlangsung"


 

5. Situs Plumbon, Desa Grabag
Setelah bertolak dari kantor Kecamatan Grabag, kami melanjutkan perjalanan ke lokasi berikutnya yaitu sebelum kawasan Candi Umbul, tepatnya dusun Plumbon, desa Grabag. Tak bisa dipungkiri bahwa kawasan seputaran Plumbon ini merupakan peradaban pra sejarah yang cukup besar. Ini dibuktikan dengan banyaknya batuan candi yang berserakan, bahkan di pinggir jalan. Sangat unik ketika Mas Jowo dan salah seorang kawan kami yang bernama Gusta mengajak kami menuju pemakaman umum di dekat obyek wisata Candi Umbul, situs Plumbon. Yang menjadi sorotan adalah ketika batuan reruntuhan candi dijadikan batu nisan makam "istilah Jawa: kijing". Ada beberapa spekulasi bahwa batuan candi yang ada di makam umum tersebut karena orang tidak mengetahui bahwa reruntuhan batu candi dikira makam lama. Spekulasi lain mengatakan bila batuan candi yang dijadikan batu nisan tersebut tidak ada jenazahnya, hanya karena berawal ditemukannya batu tersebut di area pemakaman, maka dianggap sebagai batu nisan.

Persebaran batuan candi yang berserakan sangat luput dari perhatian pemerintah yang terkait. Dari pihak pemerintah desa pun kurang adanya pengetahuan maupun perhatian khusus pada benda purbakala. Ini menyebabkan warga kurang apresiatif dan kurang menjaga warisan budaya yang luar biasa di sekitarnya. Namun kadang masyarakat melestarikan foklor ataupun legenda cerita mistis pada tempat yang terdapat benda purbakala tersebut, guna menjaga kelestarian bagian dari kebudayaan setempat. Cukup unik dalam melestarikan kebudayaan, namun efektif.

Oh iya, ada satu lokasi yang cukup mengesankan dimana diduga terdapat bekas reruntuhan candi yang dinilai cukup komplit, walaupun sudah dijadikan makam. Adanya batuan candi berbentuk tangga yang dapat disimpulkan bentuk dan arah menghadapnya bekas candi tersebut. Kebanyakan bekas peradaban yang berada di Grabag merupakan bekas peradaban Hindu. Kontur tanah yang berbukit menjadikan satu alasan bahwa candi yang berada di puncak bukit diyakini lebih dekat dengan Sang Hyang (Tuhan) saat melakukan ritual keagamaan, sehingga menganggap doa lebih cepat terkabul.

6. Stasiun Candi Umbul
Stasiun Candi Umbul adalah stasiun kereta api nonaktif yang berada di Kartoharjo, Grabag, Magelang. Stasiun ini terletak di Daerah Operasi VI Yogyakarta. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api paling utara di Kabupaten Magelang. Stasiun ini dahulu dibangun pada tahun 1905 oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), perusahaan kereta api Hindia Belanda saat itu. Dilewatinya situs Candi Umbul oleh jalur kereta api dan dibangunnya stasiun di seberang Candi Umbul, karena ketika era kolonial Belanda tidak sedikit orang Belanda yang berlibur ke Candi Umbul sebagai destinasi wisata pemandian air hangat.

Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, operasional stasiun ini diambil alih oleh perusahaan kereta api Republik Indonesia yang baru dibentuk yaitu Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), yang kini telah berganti nama menjadi PT Kereta Api.

Sebelum tahun 1970, stasiun ini masih ramai melayani calon penumpang. Namun, pada tahun 1970, para calon penumpang di stasiun ini menurun drastis karena kereta api saat itu berjalan sangat pelan dan sering menimbulkan kecelakaan karena rel kereta berada di pinggir jalan raya. Maka dari itu para penumpang lebih memilih menggunakan moda trasnportasi yang lainya seperti bus, mobil pribadi, dll. Pada tahun 1976, stasiun ini ditutup. Bekas stasiun ini masih ada, namun atapnya sudah hilang.

Oh iya, ada situasi yang dirasa janggal ketika mengorek informasi situasi kolonial masa lampau tentang perkebunan dan kisah stasiun. Penduduk sekitar terkesan curiga dan sedikit tertutup. Ini hal yang sangat wajar, mengingat wacana penghidupan kembali lintasan kereta api yang lama mati ini bakal terealisasi. Namun yang menjadi kecewa, misi tamasya dalam menggali informasi tentang perkebunan masa Kolonial Belanda di daerah Grabag tidak menemukan titik terang.

7. Candi Umbul
Tidak banyak literatur yang menuliskan tentang Candi Umbul. Yang diketahui, pemandian ini baru dibuka sekitar tahun 1870an. Itu pun setelah Belanda memerintahkan untuk menggali peninggalan sejarah tersebut. Dinamakan Candi Umbul karena di kawasan tersebut ditemukan candi berupa kolam air yang menyembul air hangat dari dasar tanah.

Source: KLIK
Candi yang berletak di desa Kartoharjo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang ini merupakan peninggalan Wangsa Syailendra (kerajaan Mataram Kuno) yang diduga pembangunannya tidak jauh dari tahun dibuatnya candi Borobudur. Situs yang ditemukan berbahan baku batuan andesit dengan ornamen arca tumbuh-tumbuhan dan binatang. Kolam Candi Umbul terbagi menjadi dua bagian, kolam pertama airnya cukup hangat dan mengandung belerang, sementara kolam yang kedua airnya sedikit dingin dan lebih rendah.
Konon, kolam Candi Umbul ini merupakan pemandian putri raja-raja setelah melakukan ritual di candi Borobudur. Bahkan hingga kini pun masih dipercaya dan digunakan sebagai ritual mandi oleh masyarakat yang disebut dengan padusan untuk membersihkan diri (secara spiritual) menjelang bulan Ramadhan untuk umat Muslim. Selain itu tak sedikit pula warga yang beragama Hindu melakukan ritual upacara Melasti dalam rangka menyambut hari raya Nyepi.

Diduga kompleks Candi Umbul pernah rusak akibat Letusan gunung Merapi Tahun 1906. Kabarnya ada kolam dibagian belakang kompleks percandian, yang terletak ditepian aliran kali Elo, imbasnya mengakibatkan kerusakan parah bahkan terpendam oleh material vulkanik yang mengalir melalui kali Elo. Kini, Candi Umbul menjadi batas wilayah Kabupaten Temanggung dan Magelang.


8. Tamasya Kuliner: Rica-Rica Enthog Setia Rasa
Tak elok rasanya setelah lelah keliling Grabag tidak mencicipi kuliner setempat. Rica-Rica Enthog Setia Rasa berletak di utara pasar Pucang, kira-kira 30 menit utara dari Kota Magelang. Lokasi sangat mudah dikunjungi, selain rumah induk merangkap gelaran dagangan dan tempat memasak, disampingnya terdapat pendopo Joglo yang disediakan untuk yang mau menikmati hidangan secara lesehan, dan dibelakangnya ada bangunan Joglo tertutup yang bisa disewa untuk pertemuan. 

Suasana pedesaan sangat kental, didukung lokasi persawahan yang menjadi nilai tambah. Tak hanya masyarakat umum saja yang pernah mengunjungi, artis dan atlet tinju kelas dunia Chris Jhon pun pernah merasakan nikmatnya rica-rica enthog Setia Rasa ini. Tak hanya enthog saja, rumah makan ini juga menyediakan ayam sebagai bahan baku. Yang menjadi khas adalah sajian enthog beserta sambal cabe rawit-jlantah yang sangat pedas. Nikmatnya tiada tara dipadukan dengan daun singkong, irisan timun dan kuah kaldu yang sangat spesial. Pokoknya istimewa dan tidak mengecewakan. 



GRABAG DARI MASA KE MASA
SOURCE: KLIK
Kawasan Grabag sangat elok dari sisi sosial budaya, humanis dan sisi politisnya. Ini dilihat sejak era peradaban Hindu - Kolonial Belanda - Masa Kini, keterikatan aspek yang dimaksud masih ada. Lewat peninggalan situs-situs, sejarah berbicara bahwa Grabag memiliki potensi yang luar biasa. Walaupun berada di pinggiran kota sebagai Kabupaten Magelang, Grabag tidak boleh diremehkan. Melihat peninggalan masa lampau, di Grabag aspek infrastruktur pendukung sudah lengkap sejak era kerajaan Hindu. Ini membuktikan bahwa wilayah Grabag sangat penting bagi pemerintahan pusat. Agar lebih "maju", masyarakat seyogyanya menyadari sejarah kebesaran masa lalu Grabag, bangga terhadap kampung halaman, dan melestarikan heritage ini (tangible - intangible) secara turun menurun.

Saturday, 21 November 2015

PESONA GRABAG

Sedikit mencermati dari kutipan Soe Hok Gie: "Kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat."

Kutipan tersebut bermakna secara luas, melainkan tidak bisa dimaknai secara harafiah saja. Jaman sekarang banyak orang berbondong-bondong bertamasya. Alih-alih dari acara TV swasta, tramasya dipandang dari sudut bisnis dan "selfie" saja. Ya, tak ada salahnya juga TV swasta mengejar rating dan profit. Yang menjadi masalah adalah ketika calon pelancong menjadi naif bahwa yang dimaksud bertamasya adalah melancong menaklukkan tempat yang jauh. Bagi ogut pribadi, bukan soal materi ataupun prestasi untuk melakukan tamasya. Namun soal bagaimana kita peka terhadap lingkungan sekitar. Sebagai ilustrasi: apakah kita sudah mengenal daerah lingkup 100m - 1km , desa, kota ataupun tempat tinggal kita??

Mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat, tidak serta merta menaklukkan destinasi Indonesia, namun kedekatan kita terhadap lingkungan sekitar. Nah, dengan sedikit latar belakang tersebut, dengan tulisan ini ogut ingin mengajak kamu bertamasya sekitaran Grabag yang sangat memesona. Berjarak kurang lebih 20km dari pusat kota Magelang, Grabag merupakan distrik Kabupaten Magelang yang sangat berpotensi. Tengok saja, semua potensi selalu ada di kawasan Grabag. Mulai dari destinasi wisata, kuliner, religi dan sosial masyarakatnya.

Yuk cekidot !!
Di penghujung musim panas Oktober 2015, kami melakukan tamasya lingkar Magelang, Grabag. Pesona Grabag yang asri memang sudah tersohor sejak era penjajahan kolonial Belanda. Tengok saja Candi Umbul, sengaja dibangun stasiun kereta api di tepi Candi Umbul Grabag hanya untuk destinasi wisata para kaum borjuis Belanda saja saat itu. Ya, bisa dibayangkan bahwa Grabag memiliki pesona luar biasa yang bisa digali lebih dalam lagi. Untuk kali ini kami memiliki rencana optional untuk menjelajah tamasya di Grabag. Ada beberapa lokasi tamasya yang menjadi andalan warga Grabag.

1. PEMANDANGAN ALAM - Desa Dalangan
SOURCE: Klik
Hamparan pohon pinus beserta segarnya udara pegunungan begitu terasa. Kearifan lokal selama perjalanan tampak pada keramahan warga sekitar yang selalu bertegur sapa saat berpapasan. Alam desa Dalangan menyuguhkan pesona karya Alam Semesta yang membuat kami terkagum akan keindahannya. Pegunungan Telomoyo sudah tersohor sejak era Kolonal Belanda. Ini terbukti dengan beberapa foto dan catatan dari traveler saat itu, Johanna Gerarda Jacoba (Oktober 1927). Memang tidak banyak catatan yang dituliskan, namun deskripsi singkat dipaparkan karena kekaguman akan pegunungan Telomoyo, Kecamatan Ngablak.
2015

Akses menuju puncak bukit ini sangat mudah ditempuh dengan kendaraan. Di pintu gerbang, bahwa pengendara sepeda motor ditetapkan tarif Rp 5.000,- dan pengendara mobil ditetapkan tarif Rp 10.000,-.



Oh iya ada satu hal yang menarik, terdapat batuan (vulkanik) alami berbentuk air terjun. Katika itu sedang puncak musim panas, sehingga air tidak mengalir. Kami pun tidak melewatkan begitu saja, bisa naik hingga cukup tinggi.

2. AIR TERJUN SUMURAN - Seloprojo
Sekitar 2km dari pemandangan alam Desa Dalangan, terdapat air terjun yang bernama Air Terjun Sumuran di desa Seloprojo. Cukup mudah mencari air tejun tersebut karena papan penunjuk arah sangat mudah ditemui. Gapura ucapan selamat datang terpapar menjelang lokasi air terjun yang sudah terlihat dari kejauhan. Kali ini, dari gapura yang hanya bisa masuk adalah pengendara sepeda motor. Apabila mengedarai mobil, bisa diparkirkan di depan gapura tersebut. 
cukup lapang digunakan aktivitas
Tiket masuk Air Terjun Sumuran ini dikenakan Rp 10.000,- per orang. Lokasi sekitar air terjun bisa digunakan sebagai wahana outbond, cukup lapang digunakan untuk kelompok / rombongan melakukan aktivitas bersama. Selain itu, air terjun sangat segar untuk rekreasi keluarga, karena disediakan (sudah dibangun) kolam pendek untuk anak-anak sehingga tidak berbahaya. 

Snack mudah didapatkan, karena banyak penjaja makanan ringan bakso. Jangan kawatir, tempat sampah banyak disediakan di lokasi ini.
kuliner ringan
3. AIR TERJUN SEKAR LANGIT
Hari semakin sore, masih ada destinasi tamasya yang sudah menunggu, yaitu air terjun Sekar Langit. Lokasi air terjun berada di desa Tlogorejo, kecamatan Grabag, kabupaten Magelang. Tak diragukan lagi bahwa wahana air tersun ini sudah tersohor sejak dipublikasikan secara visual di jaman kolonial Belanda di tahun 1892. Menilik rekam jejak foto koleksi kolonial Belanda di KITLV, ternyata air terjun Sekar Langit sudah terdata sebagai salah satu destinasi tamasya untuk sinyo - noni dan meneer - mevrouw Belanda.
SOURCE Foto Kiri: Klik
Tidak mau melewatkan begitu saja, saya melakukan foto komparasi tahun 1892 dengan foto terbaru 2015. Keasrian air terjun Sekar Langit tetap terjaga, dan semoga tetap terjaga hingga tahun mendatang. Tak puas rasanya bila bertamasya ke kawasan air terjun tanpa merasakan segarnya air itu sendiri. Maka dari itu, saya menyarankan bawalah pakaian ekstra untuk berjaga, jangan seperti kedua pria ini:

Oh iya, ada hal yang sangat menggelitik di kawasan air terjun Sekar Langit. Tulisan pada papan peraturan yang dipaparkan terasa janggal. Berikut:

4. Warung Makan Mbah SBY (Mbah Salbiyah)
Setelah bertamasya di Grabag, jangan melupakan unsur kuliner. Salah satu kuliner yang yang tak jauh dari Grabag, yang terkenal dari Pucang - Kecamatan Secang adalah masakan berbahan dasar enthog. Hewan enthog sangat familier bagi warga sekitar, dan biasanya olahan masakan dikreasikan sebagai rica-rica ataupun enthog goreng. Selain itu, pendamping masakan tersebut adalah sambal lombok ijo yang terkenal super pedas.

Salah satu tempat kuliner enthog yang cukup fenomenal adalah Warung Makan Mbah SBY (Mbah SalBiYah). Warung tersebut berletak di belakang pasar Pucang - Kecamatan Secang. Konon Warung makan Mbah SBY sudah ada sejak tahun 1933. Cukup hebat bisa mempertahankan kuliner tradisional di era modern ini. Tak sedikit pula pejabat pemerintahan yang ketagihan mengunjungi Warung Makan Mbah SBY untuk menikmati resep masakan turun temurun ini.

Ada satu pemandangan bernilai tambah sebagai bonus jika makan di Warung Mbah SBY. Adalah berupa patung Ganesha di depan warung tersebut. Konon kawasan Pucang dan sekitarnya merupakan peradaban Hindu yang cukup besar di masa lalu, sehingga acap kali warga menemukan peninggalan era Hindu berupa batuan / patung. Namun penuturan warga sekitar menyayangkan peran pemerintah yang kurang peduli terhadap peninggalan sejarah yang ditemukan.


Ya, tidak cukup waktu dalam satu hari untuk menggali "kedalaman" Pesona Grabag. Namun setidaknya tulisan ini memberikan informasi penting akan Pesona Grabag yang penuh kejutan dari sisi kuliner, sosial-budaya, religi dan heritage. Merajuk kembali ke kutipan Soe Hok Gie di atas, mari peka pada lingkungan sekitar... salam lestari... :)